Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Punya BUMN Sawit, Kenapa Negara Tak Berdaya Kendalikan Harga Migor?

KOMPAS.com - Harga minyak goreng tengah melonjak yang dimulai sejak akhir tahun 2021. Para produsen kompak menaikkan harga dengan dalih menyesuaikan dengan harga minyak sawit (CPO) di pasar global.

Jika sebelumnya harga minyak goreng berada di kisaran Rp 12.000 per liternya pada tahun lalu, kini harganya sudah berada di kisaran Rp 24.000 per liter atau meroket dua kali lipatnya.

Lonjakan harga minyak goreng di Indonesia ini jadi ironi, mengingat pasokan minyak sawit di Indonesia selalu melimpah. Bahkan tercatat jadi negara penghasil CPO terbesar di dunia.

Negara sebenarnya memiliki BUMN yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit terintegrasi, yang berarti memiliki kebun kelapa sawit sendiri serta pabrik pengolahannya.

Namun mengapa pemerintah tak kuasa mengendalikan harga minyak goreng di pasaran lewat perusahaan negara?

Menteri BUMN Erick Thohir membeberkan, negara memang memiliki perkebunan kelapa sawit melalui BUMN PT Perkebunan Nusantara atau PTPN Group. Namun luas lahannya relatif masih kecil dibandingkan total kepemilikan perusahaan swasta.

Sejauh ini, perkebunan kelapa sawit memang banyak dikuasai pengusaha swasta besar. Bahkan, 6 dari 10 konglomerat terkaya di Indonesia adalah pengusaha kelapa sawit.

Satu orang konglomerat, bahkan memiliki perkebunan kelapa sawit hingga ratusan ribu hektare di atas lahan milik negara yang diberikan melalui skema Hak Guna Usaha (HGU).

Kata Erick Thohir, jumlah luasan perkebunan kelapa sawit yang dikuasai BUMN hanya mencakup sekitar 4 persen saja dari seluruh luas penanaman sawit di seluruh Indonesia.

Bahkan apabila luasan perkebunan kelapa sawit milik BUMN digabung dengan seluruh kebun sawit milik petani kelapa sawit rakyat, totalnya masih kalah jauh dibandingkan milik para pengusaha swasta.

Hal inilah, kata Erick Thohir, yang membuat pemerintah tak bisa mengatrol harga minyak goreng melalui tangan BUMN.

"Lalu kita bersama menampung dari petani mungkin jadi 7 persen. Nah yang mayoritas itu dari swasta," ujar Erick dikutip pada Minggu (10/4/2022).

Menurut dia, BUMN sebenarnya sudah meningkatkan produksi minyak goreng dari pabrik kelapa sawitnya. Namun hal itu memerlukan waktu panjang.

"Kalau BUMN saja yang hanya punya 4 persen melakukan perubahan seperempat dari produksinya. Yang tidak produksi minyak goreng tadinya kita. Kita lakukan sekarang seperempat dari produksinya untuk rakyat," tutur Erick.

Pemilik Grup Mahaka ini berujar, pengusaha swasta seharusnya bisa turut andil menekan harga minyak goreng karena mendapat untung besar dari sumber daya yang ditanam di tanah Indonesia.

Bukan sebaliknya, malah ikut menaikkan harga minyak goreng dengan dalih harga CPO global mengalami lonjakan.

"Jadi ketika ada seperti ini para swasta juga harus kembali bertanggung jawab menyelesaikan jangan menjadi orang asing. Menjadi orang asing ketika kayanya dari sumber daya alam Indonesia tetapi ketika rakyat membutuhkan tidak hadir," tutur Erick.

"Jadi saya sangat mengetuk para swasta. Ayo bersama-sama dengan BUMN, pemerintah pusat, pemerintah daerah ayo selesaikan masalah minyak goreng dan saya rasa bapak Presiden sudah mengambil kebijakan, Pak Menko, Pak Mendag. Tinggal kembali hatinya kita mau ngga tidak melakukan kebersamaan ini," sambungnya.

Dugaan kartel

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melihat ada sinyal kartel dari kenaikan harga minyak goreng yang terjadi belakangan ini.

Indikasinya kartel minyak goreng terlihat saat perusahaan-perusahaan besar di industri minyak sawit kompak untuk menaikkan harga secara bersamaan.

"Kompak naiknya ini harga minyak goreng. Ini yang saya katakan ada sinyal terjadinya kesepakatan harga. Tapi ini secara hukum harus dibuktikan," kata Komisioner KPPU Ukay Karyadi dalam konferensi pers seperti dilansir dari Antara.

Dalam paparan hasil penelitian yang dilakukan KPPU selama tiga bulan terakhir, lembaga itu mendapati bahwa kenaikan minyak goreng disebabkan oleh kenaikan harga bahan baku utamanya yaitu minyak kelapa sawit (CPO) di level internasional akibat permintaannya yang meningkat.

Berdasarkan data Consentration Ratio (CR) yang dihimpun KPPU pada 2019 terlihat pula bahwa sekitar 40 persen pangsa pasar minyak goreng dikuasai oleh empat perusahaan besar yang juga memiliki usaha perkebunan, pengolahan CPO, hingga beberapa produk turunan CPO seperti biodiesel, margarin, dan minyak goreng.

Dengan struktur pasar yang seperti itu, maka industri minyak goreng di Indonesia masuk dalam kategori monopolistik yang mengarah ke oligopoli.

"Ini perusahaan minyak goreng relatif menaikkan harga secara bersama-sama walaupun mereka masing-masing memiliki kebun sawit sendiri. Perilaku semacam ini bisa dimaknai sebagai sinyal bahwa apakah terjadi kartel," katanya.

Direktur Ekonomi KPPU, Mulyawan Renamanggala, menjelaskan pelaku usaha terbesar minyak goreng di Indonesia adalah pelaku usaha yang terintegrasi dari perkebunan sawit dan pengolahan CPO.

Sebagai komoditas global, kenaikan harga CPO akan menyebabkan produksi minyak goreng harus bisa bersaing dengan produk CPO yang diekspor.

Hal itu menyebabkan ketika harga CPO global sedang tinggi, maka produksi minyak goreng kesulitan mendapatkan bahan baku lantaran produsen akan lebih mengutamakan ekspor ketimbang memenuhi kebutuhan dalam negeri.

"Ini kami lihat agak sedikit aneh, karena sebenarnya produsen minyak goreng ini perusahaan di kelompok yang ekspor CPO atau yang punya kebun. Sepertinya pelaku usaha yang lakukan ekspor ini, meski punya usaha minyak goreng, namun mereka tetap mengutamakan pasar ekspor karena itu dapat meningkatkan keuntungan mereka," katanya.

https://money.kompas.com/read/2022/04/10/064730126/punya-bumn-sawit-kenapa-negara-tak-berdaya-kendalikan-harga-migor

Terkini Lainnya

Cara Bayar Shopee lewat ATM BRI dan BRImo dengan Mudah

Cara Bayar Shopee lewat ATM BRI dan BRImo dengan Mudah

Spend Smart
Apa yang Dimaksud dengan Inflasi dan Deflasi?

Apa yang Dimaksud dengan Inflasi dan Deflasi?

Earn Smart
Gampang Cara Cek Mutasi Rekening lewat myBCA

Gampang Cara Cek Mutasi Rekening lewat myBCA

Spend Smart
Penurunan Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Indonesia Berpotensi Tertahan

Penurunan Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Indonesia Berpotensi Tertahan

Whats New
Gaji ke-13 untuk Pensiunan Cair Mulai 3 Juni 2024

Gaji ke-13 untuk Pensiunan Cair Mulai 3 Juni 2024

Whats New
Masuk ke Beberapa Indeks Saham Syariah, Elnusa Terus Tingkatkan Transparansi Kinerja

Masuk ke Beberapa Indeks Saham Syariah, Elnusa Terus Tingkatkan Transparansi Kinerja

Whats New
Pesawat Haji Boeing 747-400 Di-'grounded' Pasca-insiden Terbakar, Garuda Siapkan 2 Armada Pengganti

Pesawat Haji Boeing 747-400 Di-"grounded" Pasca-insiden Terbakar, Garuda Siapkan 2 Armada Pengganti

Whats New
ASDP Terus Tingkatkan Peran Perempuan pada Posisi Tertinggi Manajemen

ASDP Terus Tingkatkan Peran Perempuan pada Posisi Tertinggi Manajemen

Whats New
Jaga Loyalitas Pelanggan, Pemilik Bisnis Online Bisa Pakai Strategi IYU

Jaga Loyalitas Pelanggan, Pemilik Bisnis Online Bisa Pakai Strategi IYU

Whats New
Bulog Targetkan Serap Beras Petani 600.000 Ton hingga Akhir Mei 2024

Bulog Targetkan Serap Beras Petani 600.000 Ton hingga Akhir Mei 2024

Whats New
ShariaCoin Edukasi Keuangan Keluarga dengan Tabungan Emas Syariah

ShariaCoin Edukasi Keuangan Keluarga dengan Tabungan Emas Syariah

Whats New
Insiden Kebakaran Mesin Pesawat Haji Garuda, KNKT Temukan Ada Kebocoran Bahan Bakar

Insiden Kebakaran Mesin Pesawat Haji Garuda, KNKT Temukan Ada Kebocoran Bahan Bakar

Whats New
Kemenperin Pertanyakan Isi 26.000 Kontainer yang Tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak

Kemenperin Pertanyakan Isi 26.000 Kontainer yang Tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak

Whats New
Tingkatkan Akses Air Bersih, Holding BUMN Danareksa Bangun SPAM di Bandung

Tingkatkan Akses Air Bersih, Holding BUMN Danareksa Bangun SPAM di Bandung

Whats New
BEI: 38 Perusahaan Antre IPO, 8 di Antaranya Punya Aset di Atas Rp 250 Miliar

BEI: 38 Perusahaan Antre IPO, 8 di Antaranya Punya Aset di Atas Rp 250 Miliar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke