Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

The Fed Agresif Naikkan Suku Bunga Acuan, Respons Pasar, dan Dampaknya bagi Indonesia

FEDERAL Reserve, Bank Sentral Amerika Serikat, Rabu (15/6/2022) waktu setempat, mengumumkan kenaikan angresif suku bunga acuan sebesar 0,75 persen atau 75 basis poin. Ini merupakan kenaikan paling agresif yang pernah dibuat The Fed sejak November 1994.

The Fed, sebutannya, mengumumkan pula masih akan ada kenaikan suku bunga acuan lagi pada Juli 2022. Lonjakan inflasi menjadi landasan keputusan mereka.

Federal Open Market Committee (FOMC), forum yang memutuskan kenaikan suku bunga acuan The Fed, menetapkan suku bunga acuan pinjaman menjadi 1,5-1,75 persen, melonjak dari 0 persen pada awal tahun.

Gubernur The Fed, Jerome Powell, mengatakan kenaikan agresif ini penting untuk menurunkan inflasi tinggi yang tengah melanda negaranya. Ini, lanjut dia, juga merupakan wujud tekad The Fed untuk memulihkan stabilitas harga.

Keputusan The Fed ini dibuat di tengah imbas Perang Ukraina yang telah menaikkan harga bahan bakar dan bahan pangan global. Situasi tersebut sudah menyeret turun popularitas Presiden Joe Biden pula.

Powell menyatakan misinya menekan inflasi dan memulihkan stabilitas harga tersebut dirancang untuk tidak malah menggelincirkan ekonomi. Namun, dia mengakui pula bahwa selalu ada risiko bahwa ini merupakan langkah yang terlalu jauh.

Kepada wartawan, sebagaimana dikutip AFP, Powell mengatakan bahwa keputusan The Fed kali ini merupakan langkah yang besar tetapi dia juga tidak berharap langkah sebesar ini akan menjadi hal yang jamak dilakukan The Fed.

Meski demikian, lanjut Powell, situasi pada hari-hari ini tampak menjadi landasan bagi kenaikan suku bunga acuan sebesar 50-75 basis poin lagi pada pertemuan FOMC berikutnya.

Sangat penting, kata Powell, menurunkan inflasi untuk keberlanjutan dan pasar kerja yang kuat bagi keuntungan banyak orang.

Presiden Biden menyatakan dukungan atas keputusan The Fed, terutama karena dia dan partai pengusungnya harus mengantisipasi kemungkinan kehilangan kendali Kongres dalam pemilihan paruh waktu pada November 2022. 

Biden menyebut, kubu Republik yang adalah kompetitor partainya telah memblokir rekening yang dimaksudkan untuk menurunkan biaya dan mengurangi kendala pasokan di pasar.

Penasihat ekonomi Gedung Putih, Brian Deese, dalam wawancara dengan Fox News yang dikutip AFP, menyatakan bahwa dukungan pemerintah dan Kongres terhadap kebijakan The Fed akan berupa upaya menurunkan biaya hidup keluarga Amerika dan menekan defisit neraca keuangan Federal.

Respons pasar

Bursa saham Amerika Serikat menyambut positif langkah agresif The Fed. Wall Street ditutup menguat seturut pernyataan Powell keluar. Indeks S&P 500, misalnya, ditutup menguat 1,5 persen setelah sejak awal pekan terperosok ke zona bearish. 

"Pasar mulai nyaman dengan gagasan bahwa The Fed sekarang mulai menanggapi situasi inflasi dengan sangat serius," kata Tom Cahill dari Ventura Wealth Management, yang tetap menyatakan skeptis bahwa The Fed bisa menghadirkan pendaratan yang mulus (soft landing) bagi perekonomian.

Seturut pengumuman The Fed, ekonom dari Wells Fargo, Jay Bryson, mengoreksi proyeksi ekonominya dari pertumbuhan ekonomi lemah menjadi resesi ringan yang dimulai pada pertengahan 2023. Inflasi dia perkirakan mulai punya akar di perekonomian tetapi tetap memberi catatan bahwa kenaikan suku bunga akan membatasi sejumlah pengeluaran. 

Langkah The Fed yang disambut pasar ini ditambah dengan kabar pertemuan darurat Bank Sentral Eropa (ECB) yang disusul pertemuan di Frankfurt, London, dan Paris. 

ECB mengumumkan bakal menggunakan fleksibelitas untuk mengurangi tekanan pada pasar utang negara. Mereka berencana pula merancang instrumen baru untuk menangkal krisis baru di zona euro. 

Analis Markets.com Neil Wilson menyebut pengumuman itu "agak mengecewakan" dan tidak pantas untuk pertemuan khusus. Sebelumnya, seperti dikutip AFP, Wilson menyebut pertemuan darurat ECB berbau panik dan kurangnya kendali tetapi menyenangkan pasar. 

ECB akan menaikkan suku bunga acuan zona euro dan mengakhiri program stimulus pembelian obligasi besar-besaran pada Juli 2022.

Pasar saham Asia ditutup bervariasi Rabu dengan investor gelisah atas keputusan The Fed yang menjulang, melampaui proyeksi sebelumnya. 

Kembali ke pertemuan FOMC, Gubernur Bank Sentral Kansas City, Esther George, menyuarakan ketidaksetujuan atas keputusan komite. Menurut dia, kenaikan yang diambil seharusnya cukup separuh dari yang sudah diputuskan.

Hingga baru-baru ini, The Fed memperlihatkan gelagat hanya akan menaikkan suku bunga acuan hingga 50 basis poin. Namun, para ekonom memperkirakan jika besaran itu yang diambil maka The Fed akan ketinggalan kurva pergerakan perekonomian yang dihajar inflasi.

Dengan kebijakan baru ini, The Fed memperkirakan cadangan dana Federal akan tumbuh hingga 3,4 persen pada akhir 2022, naik dari proyeksi 1,9 persen yang dilansir pada Maret 2022.

Lalu, ekonomi Amerika pun diproyeksi tumuh 1,7 persen pada 2022, melambat dari perkiraan sebelumnya di level 2,8 persen. Meski demikian, Powell menegaskan kebijakan The Fed tidak bermaksud menginduksi resesi.

Pengamat ekonomi dari Grant Thornton, Diane Swonk, meragukan kebijakan ekonomi akan sekuat yang diproyeksikan The Fed. 

Menurut Swonk lewat cuitan di Twitter, kebijakan yang diambil The Fed bak memutar balik waktu ke era di awal 1980-an. Saat itu, Gubernur The Fed Paul Volcker menaikkan suku bunga acuan hingga 20 persen untuk menghentikan inflasi dan menyeret Amerika ke dalam resesi.

"Bersiaplah apa yang akan terjadi selanjutnya. Ini adalah Fed Volcker-Esque. Ini berarti The Fed bersedia mengambil (risiko) kenaikan angka pengangguran dan resesi, untuk mencegah terulangnya kesalahan pada 1970-an. Masa itu jelek dengan bekas luka yang dalam," kata Swonk seperti dikutip AFP.

Para Gubernur Bank Sentral AS mulai menaikkan suku bunga dari nol persen pada Maret 2022 karena permintaan kuat konsumen untuk rumah, mobil, dan barang-barang lain yang terganggu rantai pasokannya selama pandemi Covid-19. 

Situasi di Amerika Serikat makin memburuk seturut invasi Rusia ke Ukraina. Sanksi keras negara-negara Barat ke Rusia telah berbalik memicu kenaikan harga makanan dan bahan bakar ke level yang sangat tinggi.

Bensin, misalnya, kini dibanderol di atas 5 dollar AS per galon untuk kali pertama dalam sejrah dan terus mencatatkan rekor harga baru per hari. Satuan galon yang dipakai di sini setara dengan sekitar 3,7 liter.

Artinya per liter bensin di Amerika Serikat sudah berharga lebih dari 1 dollar AS, untuk kurs di level Rp 14.746 berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) 15 Juni 2022. 

Para ekonom sempat memperkirakan bahwa Maret 2022 akan menjadi puncak lonjakan harga konsumen. Namun, data pada Mei 2022 malah memperlihatkan lonjakan lagi, dengan kenaikan sampai 8,6 persen dalam 12 bulan terakhir.

Bila biasanya pengambil kebijakan melemparkan sinyal peringatan ke pasar tentang proyeksi pergerakan perekonomian, kali ini justru The Fed yang tampaknya ketinggalan kurva pergerakan.

Dampak bagi Indonesia

Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Dradjad Hari Wibowo menyebut efek kebijakan The Fed akan memberikan dampak sangat berat bagi Indonesia.

"Harga akan terkerek naik. Uang lari ke Amerika. Outflow ini juga susah ditebak. Rentetan (dampak kebijakan The Fed ini) akan panjang," kata Dradjad lewat perbincangan telepon, Kamis (16/6/2022) pagi. 

Rentetan panjang berikutnya sebagai imbas kebijakan The Fed, kata Dradjad, akan dimulai dengan pilihan "mau tidak mau" bagi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk menambah discount rate surat utang negara (SUN).

"Mau tidak mau juga, penerbitan (surat) utang harus dikurangi karena akan terlalu mahal (bunga yang harus dibayarkan negara). Harus kreatif cari sumber-sumber pendapatan baru. Ini dari sisi APBN," sebut Dradjad.

Dari stabilitas moneter dan sektor keuangan, Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun kudu bergegas mengambil langkah proaktif sebelum aliran uang ke luar negeri (outlow) menderas.

"Langkah-langkah pengetatan transaksi harus disiapkan, biar uang yang kabur tidak terlalu banyak," ujar Dradjad memberikan contoh. 

Konsekuensi berikutnya, BI juga mau tidak mau harus ikut pula menaikkan suku bunga acuan.

"Soal timing saja BI rate akan naik. Agresif atau enggak kenaikannya, tergantung reaksi pasar. Kalau outflow tidak terlalu tinggi, (kenaikannya) moderat. Kalau pasar panik, bisa agresif juga kenaikannya," ungkap Dradjad.

Menurut Dradjad, sebelum kepastian The Fed menaikkan suku bunga acuan pun sebenarnya pasar sudah terkoreksi. Namun efek setelah ada kepastian The Fed belum terpantau sepenuhnya.

Meski demikian, imbuh Dradjad, pasar sejauh ini masih bertaruh pada proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tetap tinggi pada 2022 untuk tetap bertahan. Buat catatan, ketika arus kas berbalik arah maka nilai tukar mata uang pun bersiap ikut bergerak.

Berdasarkan data Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI) di Bank Indonesia periode Juni 2022 yang diunggah pada 15 Juni 2022, utang luar negeri Indonesia hingga April 2022 tercatat sebesar 409,464 miliar dollar AS. Dengan kurs Rp 14.746 per dollar AS, nilai utang ini setara dengan sekitar Rp 6.038 triliun.

Posisi utang luar negeri hingga April 2022 itu turun dibanding data hingga Maret 2022 yang tercatat senilai 412,074 miliar dollar AS. Penurunan utang luar negeri Indonesia pada April 2022 lebih banyak disumbang oleh berkurangnya total utang luar negeri pemerintah dan bank sentral.

Dari total utang luar negeri senilai 409,464 miliar dollar AS itu, utang pemerintah dan bank sentral—kerap disebut sebagai utang sektor publik—tercatat 199,237 miliar dollar AS, dengan utang pemerintah saja tercatat 190,547 miliar dollar AS. 

Utang pemerintah pada April 2022 turun hampir 6 miliar dollar AS dibanding sebulan sebelumnya yang tercatat senilai 196,247 miliar dollar AS. Penurunan ini karena sebagian surat berharga negara (SBN) telah jatuh tempo dan ada pengalihan penempatan dana oleh investor non-residen. 

Dari komponen utang, BI mencatat ada penurunan penarikan pinjaman pemerintah seturut susutnya kebutuhan untuk pembiayaan program dan proyek prioritas. Menurut BI, secara keseluruhan utang pemerintah masih aman karena 99,96 persen total utang itu merupakan utang jangka panjang. 

Sebaliknya, utang luar negeri swasta hingga April 2022 tercatat naik menjadi 210,227 miliar dollar AS, dari sebelumnya 206,914 miliar dollar AS pada Maret 2022. Peningkatan disumbang oleh kenaikan utang luar negeri dari perusahan non-lembaga keuangan, terutama seturut peneribitan global bond perusahaan di sektor pertambangan dan penggalian. 

Sebelumnya, Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 24 Mei 2022 menetapkan mempertahankan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,50 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25 persen.

Suku bunga acuan BI7DRR dipatok 3,5 persen sejak 18 Februari 2021. Di tengah pandemi, BI menurunkan suku bunga acuan itu sebesar 25 basis poin dari posisi 3,75 persen yang menjadi acuan sejak 19 November 2020.

Terhitung sejak 20 Februari 2020 hingga 24 Mei 2022, BI telah enam kali menurunkan suku bunga acuan BI7DRR, dari sebelumnya di posisi 5 persen sebagai hasil RDG BI pada 23 Januari 2020.

Pada pengujung 2021, Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan posisi BI7DRR akan dipertahankan di posisi 3,5 persen sampai ada indikasi kuat inflasi telah terjadi lagi. 

Menyikapi itu, Dradjad berpendapat Indonesia tidak akan masuk area stagflasi atau inflasi yang tertahan laiknya sejumlah negara lain. Menurut dia, Indonesia baru mulai membuka pembatasan pergerakan terkait pandemi Covid-19.

"Seperti orang puasa lalu dibolehkan makan apa saja, pelonggaran pembatasan sekarang juga akan begitu. Konsumsi rumah tangga akan tinggi. Inflasi akan naik," kata Dradjad.

Konsumsi tinggi rumah tangga memang selalu disambut positif dalam perspektif pertumbuhan ekonomi. Namun, kata Dradjad, situasi kali ini terjadi berbarengan dengan lonjakan harga-harga terkait kondisi geopolitik global dan masih di tengah upaya pemulihan pasokan yang terhambat selama pandemi. 

"Stagflasi tidak akan terjadi lagi di Indonesia. Pertumbuhan baru mulai karena pergerakan baru dibuka lagi. Stagflasi hanya untuk yang sudah lebih dahulu membuka pergerakan orang. Inflasi jelas akan terjadi di Indonesia," prediksi Dradjad.

Tantangan perekonomian Indonesia masih akan ngeri-ngeri sedap.

Naskah: KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI

https://money.kompas.com/read/2022/06/16/082228126/the-fed-agresif-naikkan-suku-bunga-acuan-respons-pasar-dan-dampaknya-bagi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke