Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menakar Dampak Resesi Global terhadap Perekonomian Indonesia

JAKARTA, KOMPAS.com - Berbagai lembaga internasional telah menyampaikan "ramalan" buruk terkait prospek perekonomian global. Kontraksi pertumbuhan ekonomi di berbagai negara yang akan memicu terjadinya resesi global menjadi semakin tidak terhindari.

Pasalnya, lonjakan harga berbagai komoditas yang terjadi saat ini menekan daya beli masyarakat. Dengan demikian, konsumsi rumah tangga, yang merupakan penopang pertumbuhan ekonomi berbagai negara, diproyeksi mengalami perlambatan pertumbuhan.

Lantas, dengan ancaman resesi global yang semakin nyata ini, apa dampaknya ke ekonomi Indonesia?

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede meyakini, dampak resesi global terhadap ekonomi Indonesia tidak akan separah 2020 atau 1998. Pasalnya, saat ini kondisi ekonomi riil Indonesia masih terjaga dengan baik.

Itu terefleksikan dari data Prompt Manufacturing Index (PMI) Bank Indonesia (BI) teranyar, yang menunjukkan indikasi peningkatan industri pengolahan yang berada di atas level 50 atau fase ekspansi pada 2 kuartal terakhir 2022. BI mencatat PMI Indonesia pada kuartal II-2022 kian ekspansif, yakni sebesar 53,61 persen, lebih tinggi dibandingkan kuartal sebelumnya sebesar 51,77 persen.

Di sisi lain, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indonesia memang mengalami koreksi, yakni dari 128,9 pada Mei 2022, menjadi 128,2 pada Juni kemarin. Walaupun menurun, angka tersebut masih menunjukan konsumen masih optimis terhadap kondisi ekonomi Indonesia saat ini.

"Dampak kepada perekonomian (RI) pada resesi global diperkirakan tidak separah 2020 ataupun 1998, seiring dengan kondisi ekonomi riil yang masih relatif stabil sejauh ini," ujar Josua, kepada Kompas.com beberapa waktu lalu, dikutip Jumat (15/7/2022).

Lebih lanjut Josua menjelaskan, resesi global yang berpotensi terjadi mempunyai perbedaan dengan krisis-krisis sebelumnya, terutama dengan krisis pandemi. Di mana, pada saat pandemi kemarin, krisis disebabkan oleh penurunan aktivitas ekonomi.

"Potensi resesi pada kali ini cenderung berasal dari potensi stagflasi di berbagai negara. Stagflasi berasal dari kenaikan inflasi di sebagian besar sektor akibat bahan baku yang meningkat," tutur dia.

Meskipun potensi rembetan resesi global ke Tanah Air minim, perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional masih mungkin terjadi. Ini disebabkan oleh kenaikan harga barang dan pelemahan nilai tukar rupiah.

"Kenaikan inflasi ini ini kemudian menggerus daya beli masyarakat, terutama pekerja," kata Josua.

Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studie (Celios) Bhima Yudhistira menyebutkan, beberapa indikator ketahanan ekonomi Indonesia saat ini jauh lebih baik dari krisis 2008 dan taper tantrum 2013.

"Misalnya, cadangan devisa RI yang besar, yakni 136,4 miliar dollar AS, kemudian ada windfall harga komoditas yang bantu jaga rupiah tidak terkoreksi sedalam negara peers," kata dia.

Namun demikian, Ia menambah, indikator ketahanan perekonomian bisa berubah dengan cepat. Pasalnya, saat ini perekonomian Indonesia masih ditopang oleh salah satunya komoditas, yang harganya relatif sangat fluktuatif.

"Artinya, menggantungkan ketahanan eksternal dengan fluktuasi harga komoditas sama dengan naik roller coaster tanpa sabuk pengaman. Sekali harga komoditas anjlok, hilang pendapatan, devisa dan pertahanan ekonomi langsung melemah," tutur dia.

Probabilitas Indonesia Alami resesi Rendah

Adapun kemungkinan Indonesia masuk ke jurang resesi sangat rendah. Ini tercermin dari berbagai indikator perekonomian RI yang positif.

Hasil survei Bloomberg terhadap 15 negara bahkan menunjukan, probabilitas Indonesia masuk ke zona resesi hanya sebesar 3 persen. Dengan probabilitas itu, Indonesia menempati peringkat 14 dari 15 negara yang disurvei.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, hasil survei tersebut menunjukkan indikator ekonomi Indonesia jauh lebih baik dari negara-negara lain yang peringkatnya di atas Indonesia dalam survei tersebut.

"Itu menggambarkan bahwa dari indikator neraca pembayaran kita, APBN kita, ketahanan dari GDP kita, dan juga dari sisi korporasi maupun dari rumah tangga serta monetery policy kita relatif dalam situasi yang tadi disebutkan risikonya 3 persen dibandingkan negara lain yang potensi untuk bisa mengalami resesi jauh di atas yaitu di atas 70 persen," ujar Sri Mulyani saat konferensi pers di Bali, Rabu (13/7/2022).

Kendati demikian, Indonesia masih tetap harus waspada terhadap potensi resesi yang masih dapat terjadi. Pasalnya, saat ini negara-negara di dunia masih dibayangi resesi dan kenaikan inflasi.

"Kita tetap harus waspada karena ini akan berlangsung sampai tahun depan. Risiko global mengenai inflasi dan resesi, atau stagflasi sangat rill dan akan menjadi salah satu topik pembahasan kita," tuturnya.

"Namun message-nya adalah kita tetap akan menggunakan semua instrumen kebijakan kita," tambah Menkeu.

Dia menambahkan, sejak terjadi krisis ekonomi tahun 2008-2009, kini sektor keuangan Indonesia menjadi jauh lebih hati-hati. Kini non performing loan (NPL) tetap terjaga serta eksposur pinjaman luar negeri turun.

"Artinya belajar dari krisis global global sektor korporasi financial APBN moneter semuanya mencoba memperkuat diri sendiri pada saat hadapi risiko, sekarang ini kita dalam situasi daya tahan masih lebih baik makanya kita disebutkan rating-nya lebih kecil," ucap Sri Mulyani.

https://money.kompas.com/read/2022/07/15/153024926/menakar-dampak-resesi-global-terhadap-perekonomian-indonesia

Terkini Lainnya

Cara Bayar Tagihan FIF di ATM BCA, BRI, BNI, Mandiri, dan BTN

Cara Bayar Tagihan FIF di ATM BCA, BRI, BNI, Mandiri, dan BTN

Spend Smart
Bank Mandiri Tegaskan Tetap Jadi Pemegang Saham Terbesar BSI

Bank Mandiri Tegaskan Tetap Jadi Pemegang Saham Terbesar BSI

Whats New
Cek Jadwal Pembagian Dividen Astra Otoparts

Cek Jadwal Pembagian Dividen Astra Otoparts

Whats New
Syarat Ganti Kartu ATM Mandiri di CS Machine dan Caranya

Syarat Ganti Kartu ATM Mandiri di CS Machine dan Caranya

Whats New
Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi 'Feeder' bagi Malaysia dan Singapura

Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi "Feeder" bagi Malaysia dan Singapura

Whats New
Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Whats New
Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Whats New
Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Whats New
Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Whats New
Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada  Kuartal I 2024

Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada Kuartal I 2024

Whats New
Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Work Smart
Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Kemenko Perekonomian Berupaya Percepat Keanggotaan RI dalam OECD

Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Kemenko Perekonomian Berupaya Percepat Keanggotaan RI dalam OECD

Whats New
Indonesia dan Arab Saudi Sepakat Menambah Rute Penerbangan Baru

Indonesia dan Arab Saudi Sepakat Menambah Rute Penerbangan Baru

Whats New
BJBR Bukukan Laba Rp 453 Miliar pada Kuartal I 2024

BJBR Bukukan Laba Rp 453 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Microsoft Investasi Rp 27,6 Triliun di RI, Luhut: Tidak Akan Menyesal

Microsoft Investasi Rp 27,6 Triliun di RI, Luhut: Tidak Akan Menyesal

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke