“Simple-nya, kalau ada kenaikan BBM pasti ada kenaikan biaya produksi, tapi apakah setiap kenaikan biaya produksi dikompensasi dengan kenaikan harga (produk)? Menaikkan harga produk itu adalah last option,” kata Machfud di Jakarta, Rabu (7/9/2022).
Machfud mengungkapkan menaikkan harga produk tidak mudah meski perusahaan mengalami kenaikan biaya produksi. Menurutnya, perlu pemikiran dan hitung-hitungan yang lebih dalam untuk mengkompensasi kenaikan biaya produksi akibat kenaikan harga BBM.
“Kami enggak se-simple saat cost naik, lalu memaksakan kenaikan harga di konsumen. Sebelum itu, kita melakukan review dan memitigasi semua cost saving, serta memaksimalkan kompensasi kenaikan,” kata dia.
Machfud mengatakan pihaknya akan mempertimbangkan daya beli masyarakat dan mempertimbangkan kesesuaian harga yang ada di pasar jika harus menaikkan harga produk.
“Kalau dihitung terpaksa melakukan price adjustment, itu pilihan terakhir. Kita juga mempertimbangkan daya beli konsumen dan juga kompetisi yang ada,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Corporate Affairs Nestle Indonesia Sufintri Rahayu mengungkapkan, keputusan pemerintah untuk menaikkan harga BBM bukan berarti berdampak pada kenaikan harga produk. Pihaknya akan menyesuaikan harga produk jika memang itu diperlukan.
“Kami yakin dan percaya, keputusan pemerintah sudah digodok dengan matang. Kami industri swasta mendukung hal tersebut dan akan menganalisa kembali. Tentunya, kami akan membuat adjustment jika diperlukan,” ujar Sufintri.
Sebelumnya, pemerintah resmi menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi jenis solar dan pertalite, serta pertamax (BBM non subsidi). Kenaikan harga BBM itu dinilai akan meningkatkan biaya produksi perusahaan.
https://money.kompas.com/read/2022/09/07/204500626/nestle--menaikkan-harga-produk-jadi-opsi-terakhir