Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Digitalisasi Pasar Rakyat dan UMKM: Kawan atau Lawan?

Saat ini, tercatat telah ada 2.047 pasar rakyat telah menggunakan situs web melalui Sistem Informasi Sarana Perdagangan di mana 10 diantaranya telah melakukan pemasaran secara digital dan 51 pasar mengaplikasi transaksi non-tunai menggunakan QRIS.

Wajar saja jika perkiraan valuasi transaksi perdagangan elektronik pada 2022, dapat mencapai Rp 526 triliun atau meningkat 31,1 persen dari tahun 2021. Sebuah sinyal yang menandakan pangsa pasar digital semakin berkembangan ekspansif.

Tingginya permintaan transaksi digital, mendorong pemerintah untuk mengakselerasi transformasi digital di sektor pedagangan. Kementerian Perdagangan mematok target ambisus, yakni: digitalisasi 1.000 pasar rakyat dan 1.000.000 UMKM di seluruh Indonesia.

Ini tahapan awal dari pemerintah untuk turut serta meningkatkan kontribusi sektor ekonomi digital sebesar 18 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2030.

Campur tangan pemerintah pada percepatan perkembangan pasar digital di Indonesia patut didukung, mengingat begitu banyak keunggulan dari pasar digital yang manfaatnya tidak hanya dirasakan oleh kalangan pengusaha namun juga konsumen.

Keuntungan pasar digital

Bagi pelaku usaha, Pertama, perusahaan dapat memperluas jangkauan pemasaran produknya tanpa harus dibatasi oleh kendala geografis.

Kedua, perusahaan dapat menekan biaya operasional penjualan karena untuk memasarkan produk di seluruh daerah tidak perlu membuka cabang baru dengan menyewa tempat. Cukup dengan mencari rekanan re-seller atau agen dropship.

Ketiga, perusahaan dapat melakukan transaksi sangat fleksble dan inklusif. Pada pasar digital memungkinkan transaksi dapat dilakukan di manapun, kapan saja dan melayani siapapun.

Sementara bagi konsumen, pasar digital membuat seseorang dapat mencari, memilih dan membayar produk manapun dan di mana saja.

Seorang konsumen tidak perlu menyewa kendaraan umum atau menggunakan kendaraan pribadi untuk menuju pasar.

Kondisi ini memungkinkan seorang konsumen akan menghemat biaya transaksi karena tidak perlu mengunakan biaya transportasi untuk berbelanja di pasar konvesional.

Ketiga, pasar digital memungkinkan konsumen mendapatkan informasi harga terkini, sehingga konsumen dapat membandingkan dan memilih tingkat kualitas dan harga barang yang sesuai dengan kemampuan bayarnya.

Namun di balik manisnya manfaat pasar digital, ada konflik laten memicu friksi antara pasar digital dan pasar konvesional. Pasar digital telah mengubah bentuk pasar dan memangkas mata rantai pasar secara distruptif sehingga pasar lebih efisien dan ekonomi.

Pangsa pasar konvesional perlahan-lahan mulai berkurang, seiring dengan pembeli konvesional bermigrasi ke pasar digital yang menawarkan kemudahan, kenyamanan serta berbiaya rendah dalam berbelanja.

Pada titik ini, pasar digital mampu menyediakan segmen pasar mainstream, di mana baik perusahaan maupun konsumen akan mendapatkan harga terjangkau dengan memberikan manfaat yang diharapakan oleh pembeli.

Selama ini pasar konvesional baik itu pasar rakyat, pusat perbelanjaan modern dan pasar UMKM konvesional menempatkan pasar dua segmentasi, yakni: high-end market dan low- end market.

Pasar rakyat diidentikan dengan segmentasi low-end, tercirikan biaya transaksi rendah- manfaat rendah dan pusat perbelanjaan modern tercirikan biaya transaksi tinggi-manfaat tinggi.

Munculnya, pasar digital menggerus pangsa pasar dua segmentasi ini, pada akhirnya, pasar digital terus berkembang secara ekspansional.

Sebagai bukti empiris bagaimana pasar digital mendistrupsi pasar konvesional, dapat dilihat bagaimana inovasi pelayanan perusahaan jasa transportasi online seperti Uber, Grab, Gojek menggerus pasar konvensional jasa transportasi seperti ojek pengkolan di segmentasi low-end market dan taxi berbasis argomenter konvesional pada segmentasi high-end market.

Konsumen jasa transportasi ramai-ramai memilih jasa transportasi daring untuk menunjang moblitasnya.

Pertimbangannya seorang konsumen dapat memesan jasa layanan transportasi di manapun, kapanpun dengan biaya relatif lebih murah.

Sementara penyedia jasa tidak mesti menanggung biaya operasional jasa transportasi dan mendapat manfaat lebih karena jangkau pasarnya makin luas (market share).

Ruang ketiga pasar: Hybrid Market

Belajar dari pengalaman itu, ada semacam kesimpulan sementara dalam memori kolektif publik yang menyatakan disrupsi teknologi digital tidak hanya membelah sistem pasar, tapi juga membenturkannya.

Wajar jika ada kekhawatiran transformasi digital sektor perdagangan seperti pasar rakyat dan UMKM akan merusak pangsa pasar konvensional.

Namun, pemikiran seperti itu tidak salah, meski tidak selalu benar. Karena pada akhirnya, baik konsumen maupun perusahaan akan menyadari, ada hal-hal yang tidak dapat dipenuhi oleh pasar digital.

Pasar digital tidak bisa menghadirkan “human touch” dan “human experience” dalam berbelanja.

Sebagai contoh, segelas kopi yang Anda beli di coffeshop dengan harga jauh lebih murah dan Anda minum di rumah, akan berbeda pengalamannya ketika kopi itu Anda nikmati di coffeshop langsung, meskipun Anda akan membayar sedikit lebih mahal.

Di pasar rakyat digital, kita bisa jadi mendapatkan barang yang kita pesan tiba didepan pintu dengan harga yang lebih terjangkau.

Namun kita kehilangan kesempatan untuk mendapatkan keramahan dan pemenuhan kebutuhan interaksi sosial (human touch).

Apalagi kadang kala, barang yang dipesan sulit dipastikan sesuai keinginan dan standarisasi yang kita harapkan.

Pada titik ini, kita menyadari pasar konvesional dan digital yang kita sangkakan berada dalam oposisi binner bisa “co-existensi” dan membentuk ruang ketiga dalam konsep hybrid market.

Konsep hybrid market adalah bentuk pasar di mana ada dua bentuk pasar yang dijalankan oleh satu entitas, yakni: pasar konvesional dan pasar digital.

Seorang pedagang di pasar rakyat tidak perlu menutup toko dan bermigrasi ke pasar rakyat digital sepenuhnya.

Namun seorang pedagang tetap dapat berjualan di toko seperti sediakala, namun pada sisi lain, produk yang dijual dapat pula diperdagangkan di platform digital. Masing-masing pasar memiliki prefensi pelanggannya sendiri.

Kelemahan pasar digital untuk sektor perdagangan adalah tidak dapat memenuhi permintaan barang pada waktu yang dibutuhkan.

Dapat dibayangkan, bagaimana keinginan membeli barang yang dibutuhkan saat ini mesti dipenuhi beberapa hari berikutnya.

Untuk itu, pemerintah tidak boleh ragu untuk melakukan digitalisasi pasar rakyat dan UMKM.

Pemerintah hanya perlu mempersiapkan prakondisi dalam mendigitalisasi sektor perdangangan termasuk menciptakan ekosistem pasar digital mulai dari membuat platform pasar digital, sistem pembayaran digital, uang digital baik dalam bentuk asset crypto maupun e-money.

Selain itu, dari sisi lingkungan ekosistem pasar digital perlu dikembangkan infrastruktur teknologi informasi dapat menjangkau semua kawasan di Indonesia serta meningkatkan kecakapan dan literasi digital masyarakat.

Tanpa membenahi semua itu, bukan hanya target pemerintah untuk mendigitalisasi pasar rakyat dan UMKM yang tidak tercapai, namun program itu akan menjadi sia-sia dan gagal.

https://money.kompas.com/read/2022/11/03/090000926/digitalisasi-pasar-rakyat-dan-umkm--kawan-atau-lawan-

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke