Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Wacana Pengawasan Koperasi di Bawah OJK, Melanggar Asas?

Dalam RUU tersebut, Koperasi Simpan Pinjam (KSP) atau Unit Simpan Pinjam wajib memperoleh izin usaha sebagai kegiatan usaha simpan pinjam dari OJK. Selain itu, pembinaan dan pengawasan KSP juga dapat dilakukan oleh OJK.

Merespons hal tersebut, Forum Komunikasi Koperasi Indonesia (Forkopi) menolak pengawasan koperasi di bawah OJK.

Ketua Umum Forkopi Andi Arslan mengatakan, prinsip dasar dan asas koperasi berbeda. "Koperasi bersifat gotong royong dan kekeluargaan dan juga mempunyai self regulation, di mana regulasi itu sangat berbeda dengan OJK," kata dia.

Dia menyebutkan, aturan OJK selalu bicara tentang sanksi denda dan pidana. Hal ini sangat berbeda dengan prinsip yang diusung dengan koperasi.

"Kami berharap pengawasan koperasi ada di bawah Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM),” tandas Andi.

Teten setuju

Adapun Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengusulkan, agar ada kompartemen koperasi di OJK terkait RUU PPSK. Hal ini untuk memastikan pengembangan koperasi sesuai prinsip dasarnya, sehingga kepentingan koperasi tetap terakomodasi.

Teten mengatakan, diintegrasikannya koperasi simpan pinjam dalam seluruh sistem keuangan nasional, termasuk pengawasannya, akan mendorong kesehatan dan membangun kepercayaan masyarakat terhadap koperasi.

Selain itu, ada equal treatment atau perlakuan sejajar antara koperasi dan perbankan apabila ada masalah yang dapat merugikan anggotanya.

“Sekarang ada sejumlah koperasi bermasalah, menempuh penyelesaiannya lewat PKPU pada praktiknya juga sulit. Padahal, jika bank mengalami masalah, treatment jelas. Sehingga ke depan apabila ada masalah dengan koperasi treatment-nya juga akan menjadi lebih tegas,” kata Teten.

Sementara Pengamat koperasi dan Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (Akses) Suroto menyatakan bahwa ketika ada entitas koperasi yang melayani pihak di luar anggotanya, sudah menjadi keharusan diawasi. Demikian juga dengan koperasi yang mencari modal dari pihak luar termasuk melalui pasar modal.

"Ini justru wajib diawasi karena kalau tidak diawasi membahayakan masyarakat," ujar dia kepada Kompas.com, Minggu (27/11/2022).

Namun dia menilai, koperasi yang melakukan kegiatan tersebut sebaiknya tidak diberikan izin beroperasi. "Lebih baik diminta untuk berubah menjadi bank umum saja," ucap dia.

Suroto menyebut, untuk koperasi yang dimiliki, dimodali, dikelola, dan dikontrol secara demokratis oleh anggotanya, cukup dipastikan kepentingan anggotanya terjaga. Pasalnya, mekanisme pengawasan koperasi berbeda dengan perbankan umum.

Munculnya wacana peraturan tersebut disinyalir lantaran terdapat permasalahan KSP yang belum kunjung terselesaikan.

Seperti diberitakan, terdapat 8 KSP bermasalah yang sedang ditangani Satuan Tugas (Satgas) Koperasi Bermasalah Kementerian Koperasi dan UKM. Masalah koperasi ini berdampak pada ratusan ribu anggota koperasi.

Adapun, potensi kerugian uang anggotanya diprediksi mencapai Rp 26 triliun.

Suroto berpendapat, KemenkopUKM salah melakukan penanganan terhadap kasus ini.

Menurut dia, semestinya KemenkopUKM harus memastikan adanya rapat anggota dengan demokratis untuk menyelesaikan masalah koperasi secara internal.

Sedangkan, saat ini KSP justru didorong melakukan penyelesaian melalui mekanisme pengadilan.

"Petugas KemenkopUKM tidak memiliki kompetensi untuk dukung penyelesaian masalah koperasi. Satgasnya isinya kurator yang tidak mengerti mekanisme kerja koperasi," jelas dia.

Suroto menegaskan, KSP merupakan lembaga keuangan milik nasabahnya sendiri. Untuk itu, langkah pertama KemenkopUKM seharusnya adalah mendorong penyelesaian masalah secara internal.

https://money.kompas.com/read/2022/11/28/070700126/wacana-pengawasan-koperasi-di-bawah-ojk-melanggar-asas-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke