Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Titihan Samirono, Mimpi Soeharto Bikin Transportasi Massal di Jakarta

KOMPAS.com - Kemacetan di Jakarta bukan hal baru. Ibu kota yang bakal dipindah ke Kalimantan ini sudah merasakan macet sejak puluhan tahun silam.

Bahkan, berita soal kemacetan Jakarta juga sudah menghiasai pemberitaan media massa sejak 1960-an. Artinya, penyakit macet Jakarta memang sudah ada sejak lama.

"Seorang rekan wartawan tinggal di Senayan, Kebayoran. Orangnya gesit tak suka menyeleweng di jalan. Setiap pagi berangkat dari rumah dengan mobil jam 7.15 sampai di kantornya, Pintu Besar Selatan, jam 08.00. Berarti 45 menit. Jarak Senayan-Pintu Besar Selatan 12 kilometer. Jadi gerak mobil itu per jamnya hanya 16 kilometer, sama dengan kecepatan sepeda," tulis Harian Kompas yang terbit pada 5 Juli 1965.

Saat ekonomi Indonesia tumbuh pesat di era Orde Baru, kemacetan Jakarta pun semakin menjadi-jadi, meski tentunya tidak separah sekarang.

Dari era Presiden Soekarno hingga Soeharto, kemacetan jalanan di Jakarta sejatinya lebih banyak disebabkan masih minimnya infrastruktur dan semrawutnya lalu lintas.

Sementara saat ini, kemacetan disebabkan karena populasi kendaraan yang sudah melebihi kapasitas infrastruktur yang terbangun.

Mimpi Soeharto

Menyadari jalanan Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia yang dilanda kemacetan, Soeharto pun sebenarnya sudah menggagas transportasi publik.

MRT yang baru terbangun saat ini, bahkan sebenarnya sudah direncanakan sejak era Orde Baru. Ide pembangunan MRT awalnya dicetuskan sejak tahun 1985 oleh Bacharudin Jusuf Habibie.

Saat itu ia menjabat sebagai Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di era Orde Baru. Namun begitu, pemerintah saat itu malah cenderung lebih menggalakan angkutan mobil pribadi sehingga proyek transportasi massal seolah jalan di tempat.

Selain MRT, Soeharto juga memimpinkan transportasi lain yang dianggap sesuai dengan kondisi di Indonesia. Angkutan publik bebas macet itu disebut dengan Aeromovel.

Kala itu, Soeharto tertarik dengan angkutan massal yang dicetuskan Oscar Coester dari Brasil. Ia pun kemudian mengirimkan beberapa ahli dari perguruan tinggi untuk studi banding ke sana pada 1980-an.

Dari pihak swasta, ditunjuklah PT Citra Patenindo Nusa Pratama yang nantinya akan menjadi operator proyek angkutan massal tersebut.

Aeromovel ini dianggap lebih murah dari sisi investasi maupun operasionalnya apabila dibandingkan dengan membangun MRT. Pemeliharaannya pun juga terbilang ringan serta teknologinya tidak terlalu rumit untuk ukuran negara berkembang.

Namun sebelum merealisasikannya menjadi proyek besar, Soeharto memilih untuk membuat versi miniaturnya lebih dulu. Lokasi yang dipilih adalah Taman Mini Indonesia Indah (TMII).

Kereta Aeromovel ini pertama beropeasi pada tahun 1989. Saat peresmiannya, Soeharto kemudian menamakannya dengan Titihan Samirono. Samirono sendiri berasal dari Bahasa Jawa yang berarti angin.

Tentang Aeromovel Titihan Samirono

Mengutip laman resmi TMII, Kereta Aeromovel (Aeromovel Indonesia) adalah kereta yang berjalan dengan tenaga angin di atas jalan layang setinggi 6 meter dari permukaan tanah.

Kereta ini disebut dengan Titihan Samirono ini memiliki kecepatan 15-20 km/jam, meskipun sesungguhnya kendaraan ini mampu melaju dengan kecepatan 60 km/jam.

Kecepatan 15-20 km/jam merupakan kecepatan ideal mengingat panjang lintasan hanya sekitar 3,2 km di TMII, sekaligus memungkinkan para penumpang memiliki waktu lebih lama untuk memandang panorama di kawasan wisata itu lebih nyaman dan aman.

Sistem Angkutan Penumpang Cepat Massal SHS-23 Aeromovel Indonesia merupakan sistem yang dirancang berdasarkan gagasan Oscar Coester dari Brasil.

Sistem ini memiliki berbagai keunggulan dibangdingkan sistem-sistem yang kini sudah digunakan atau tangah dikembangkan di berbagai negara maju.

Salah satu keunikan sistem ini adalah pemamfaatan tenaga dorong hisap udara sebagai penggerak. Gagasan ini banyak diilhami oleh prinsip bergeraknya sebuah perahu layar di laut lepas.

Wagon Aeromovel dilengkapi dengan sebuah layar baja yang letaknya dibawah roda, dan permukaan layar tersebut menerima tenga dorong udara yang ditiupkan dari sebuah kipas angin (blower).

Agar tenaga udara tersebut dapat dihimpun secara maksimal maka tenaga udara tersebut disalurkan melalui saluran angin yang merupakan bagian dari struktur penyangga rel.

Untuk mendapat tenaga yang cukup sepanjang perjalanan maka beberapa kipas angin diletakkan disepanjang linatasan aeromovel ini.

Kelebihan sistem ini bukan hanya karena sistem penggerak yang unik ini, akan tetapi juga hadir dalam sisi pelaksanaan kontruksi dan produksi berbagai perangkatnya.

Konsep ini sangat tepat bagi Indonesia ditinjau dari kondisi nyata kemampuan rekayasa dan indsutri yang dimiliki Indonesia.

Sudah berganti jadi Trem Mover

Asal tahu saja, kereta layang yang dioperasikan di TMII sudah dipensiunkan. Pengelola TMII, mulai mengganti Aeromoval dengan wahana baru yang dinamakan Tram Mover.

Sejatinya, penggerak pada Aeromoval dan Tram Mover masih sama. Ini karena sistem penggerak Tram Mover juga mengadopsi cara kerja Aeromoval.

Yang membedakan, jika sumber penggerak Aeromoval adalah BBM, maka untuk penggantinya, Tram Mover, asal tenaga penggeraknya berasal dari listrik.

Kelebihan Trem Mover dibanding Aeromovel, tram mover ini berteknologi autonomous serta memiliki artificial intellegence yang mampu menjelaskan informasi wisata di TMII.

Kereta buatan Inka Madiun ini juga tidak memerlukan masinis sebagaimana pada Trem Mover.

https://money.kompas.com/read/2023/06/08/114540626/titihan-samirono-mimpi-soeharto-bikin-transportasi-massal-di-jakarta

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke