Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Bantah RI Merugi gara-gara Hilirisasi, Bahlil: IMF Keliru Besar

Pernyataan IMF tersebut tertuang dalam dokumen IMF Executive Board Concludes 2023 Article IV Consultation with Indonesia.

"IMF menentang kebijakan larangan ekspor, karena menurut analisa untung rugi oleh IMF, itu menimbulkan kerugian bagi penerimaan negara. Pemikiran IMF ini keliru besar," ujar Bahlil dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (30/6/2023).

Ia menuturkan, kebijakan hilirisasi dan larangan ekspor bijih nikel yang sudah diterapkan sejak Januari 2020 telah berdampak positif pada perekonomian Indonesia.

Bahlil menyebut, nilai ekspor produk nikel hasil olahan di dalam negeri mencapai 30 miliar dollar AS di 2022, melonjak dibandingkan nilai ekspor pada 2017-2018 yang masih berbentuk barang mentah sebesar 3,3 miliar dollar AS.

Kemudian dari sisi neraca perdagangan juga terjadi perbaikan dengan 25 bulan berturut-turut Indonesia selalu mengalami surplus.

Khususnya dengan China yang merupakan mitra dagang utama Indonesia, terjadi perbaikan neraca perdagangan. Pada 2018, neraca dagang RI dengan China defisit sebesar 18,4 miliar dollar AS.

Seiring dengan penerapan hilirisasi, defisit neraca perdagangan RI dengan China turun menjadi 1,6 miliar dollar AS di 2022, bahkan menjadi surplus sebesar 1,2 miliar dollar AS pada kuartal I-2023.

"Ini akibat hilirisasi dan mendorong ekspor kita tidak lagi berbentuk komoditas mentah, tapi berbentuk setengah jadi dan barang jadi," kata Bahlil.

"Jadi IMF, jangan dia ngomongnya ngawur-ngawur begitu," imbuh dia.

Bahlil mengakui, dalam konteks penerimaan negara untuk pajak ekspor komoditas memang terjadi pengurangan sejak kebijakan larangan ekspor diterapkan.

Namun, ketika hilirisasi dilakukan, pemerintah mengantongi penambahan pendapatan dari sisi pajak penghasilan (PPh) badan, pajak pertambahan nilai (PPN), serta PPh pasal 21 dari tenaga kerja. Selain itu, adanya penciptaan lapangan pekerjaan.


Hilirisasi

Penerimaan dari sisi lain itu, pada akhirnya mendorong pendapatan negara mencapai target di dua tahun terakhir. Pada 2021, pendapatan negara mencapai Rp2.003,1 triliun atau 114,9 persen dari target, dan di 2022 mencapai Rp 2.626,4 triliun atau 115,9 persen dari target.

"Yang tahu pendapatan negara tercapai bertambah atau tidak, itu bukan IMF, tapi kita, pemerintah Republik Indonesia," kata dia.

Penerapan hilirisasi juga terlah berdampak pada pemerataan pertumbuhan ekonomi, terutama di daerah-daerah penghasil komoditas tambang.

Bahlil menyebut, Sulawesi Tengah kini mencatatkan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar 22,3 persen, Maluku Utara sebesar 10,4 persen, dan Sulawesi Tenggara sebesar 6,7 persen.

Seluruh pertumbuhan tersebut berada di atas dari rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional yang berada di level 5 persen.

“Jadi, kalau ada siapapun yang mencoba untuk mengatakan hilirisasi sebuah tindakan yang merugikan negara, itu kita pertanyakan pemikirannya, ada apa dibalik itu. Harus kita lawan cara-cara seperti ini,” tegas Bahlil.

https://money.kompas.com/read/2023/06/30/203000826/bantah-ri-merugi-gara-gara-hilirisasi-bahlil--imf-keliru-besar

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke