Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Teten: "Cross Border" yang Retail Online Itu, Kita Enggak Boleh Lagi!

Cross border yang dimaksud adalah masuknya barang impor ke Indonesia tanpa melalui pemeriksaan kepabeanan. Artinya, barang tersebut langsung ke tangan konsumen.

"Cross border yang retail online itu, kita enggak boleh lagi. Itu kan biasa barangnya masuk dulu, mereka harus urus izin edarnya BPOM, urus izin SNI, kalau memerlukan sertifikasi halal mereka harus urus dulu, seperti UMKM lokal. Sehingga ini kita perlakukan seperti itu. Jadi ini yang kita atur," jelas dia ditemui di Jakarta, Rabu (9/8/2023).

"Pokoknya barang (impor) murahan mestinya itu enggak usah masuk lah dan juga menghindari predator low pricing produk dari luar. Misalnya harganya sampai murah, makanya kita patoklah 100 dollar AS," lanjut Teten.

Untuk itu, pemerintah mempercepat revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE). Aturan ini ditargetkan selesai dalam waktu satu atau dua bulan ini.

"Permendag 50 sudah tahap harmonisasi. Jadi saya kira usulan-usulan perubahan permendag untuk melindungi UMKM, melindungi konsumen, melindungi e-commerce itu saya kira sudah di-cover," ujar Teten.

Dia menyebutkan, pedagang lokal yang ingin berjualan barang impor secara online tidak dilarang, asalkan melalui mekanisme yang telah ditetapkan pemerintah.

"Enggak masalah, karena barangnya sudah masuk lewat mekanisme impor biasa. Mesti dipisah sosial media dengan e-commerce, enggak boleh di satu tempatkan," ucap Teten.

Sebagai informasi, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan akan mengatur perizinan yang berbeda antara platform e-commerce dan social commerce melalui revisi Permendag 50/2020.

"Nanti e-commerce dengan social commerce beda, izinnya mesti beda. Jadi kalau dia ada media sosialnya terus ada komersialnya itu izinnya akan beda. Izinnya harus dua dan aturan izinnya diajukan ke Kemendag," ujar Zulkifli dikutip dari Antara, Jumat (4/8/2023).

Zulkifli menuturkan revisi Permendag tersebut tengah dikejar dengan salah satu alasan platform media sosial Tiktok atau Tiktok Shop yang menggabungkan dua fitur tersebut.

Padahal secara aturan seharusnya memiliki izin operasi yang berbeda. Lewat revisi Permendag Nomor 50 tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, ia berharap kekosongan aturan tersebut akan diperjelas aturan mainnya.

https://money.kompas.com/read/2023/08/09/211200226/teten--cross-border-yang-retail-online-itu-kita-enggak-boleh-lagi-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke