Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pertumbuhan Ekonomi 2024: Optimistis atau Konservatif?

Asumsi pertumbuhan ini terbilang optimistis, meski di hadapan kita kabut ketidakpastian masih menyelimuti perekonomian global.

Tak ada ruang bagi kita untuk berkelik dari ketidakpastian. Cara terbaik adalah menjadikan APBN sebagai instrumen mitigasi menghadapi dinamika eksternal global tersebut.

Tujuannya adalah agar tidak menyebabkan ekonomi Indonesia menjadi limbung (losing balance). APBN dan bauran kebijakan (fiskal dan moneter) berfungsi sebagai shock absorber dalam menghadapi tekanan eksternal.

Dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 5,2 persen tahun 2024, maka pertanyaannya adalah, apakah angka pertumbuhan tersebut optimistis atau sebaliknya cenderung konservatif?

Bila argumen dasarnya adalah mengoptimalkan potensi pertumbuhan ekonomi, maka angka pertumbuhan tersebut boleh dibilang konservatif.

Karena jika asumsi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2024 sebesar 5,2 persen, maka PDB aktual Indonesia 2024 akan mencapai sekitar Rp 22.889,9 triliun.

Sementara itu, jika pertumbuhan potensial tetap sebesar 5,5 persen, maka PDB potensial Indonesia 2024 akan mencapai sekitar Rp 23.091,6 triliun.

Dengan demikian, output gap Indonesia 2024 akan menjadi -0,88 persen, yang berarti Indonesia masih jauh dari potensi pertumbuhannya.

Dari analisis output gap ini, dapat disimpulkan, asumsi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2024 sebesar 5,2 persen belum menggambarkan pertumbuhan ekonomi yang mendekati potensinya.

Indonesia masih memiliki ruang untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya dengan memanfaatkan sumber daya yang ada secara lebih efisien dan produktif.

Beberapa ekonom memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia 2024 bisa tumbuh mencapai 5,5 persen hingga 5,7 persen.

Hal ini didasarkan pada pemulihan permintaan domestik, perbaikan iklim investasi, reformasi struktural, dan digitalisasi ekonomi.

Dengan demikian, output gap -0,88 persen menggambarkan bahwa optimalisasi bekerja mesin pertumbuhan harus dipacu.

Namun, ada juga risiko yang bisa menghambat pertumbuhan ekonomi, seperti ketidakpastian global saat ini. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi 5,2 persen pada 2024 terbilang optimistis.

Karena di tengah kondisi global uncertainty tersebut, kinerja PDB masih berada di teritori ekspansif. Meskipun ada beberapa catatan menyertai berbagai kemungkinan pada 2024.

Pertama, ketahanan eksternal Indonesia yang terbilang rentan pada 2024. Misalnya, semakin menipisnya surplus neraca perdagangan.

Hal ini akan berdampak pada likuiditas eksternal Indonesia dalam menjalankan kebijakan stabilisasi moneter dan kewajiban seperti pembayaran utang luar negeri.

Total ekspor Indonesia hingga kuartal II 2023, sebagaimana yang dirilis BPS pada 7 Agustus 2023, adalah -2,75 persen.

Semakin tipisnya surplus neraca perdagangan, berdampak pada pendapatan devisa Indonesia berkurang, yang dapat memengaruhi keseimbangan pembayaran dan nilai tukar rupiah.

Selain itu, penurunan ekspor juga dapat mengurangi produksi dan lapangan kerja di sektor ekspor, yang dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi domestik.

Namun, dampak negatif ini dapat diimbangi oleh faktor-faktor lain, seperti meningkatnya konsumsi dan investasi, serta kebijakan fiskal dan moneter yang mendukung.

Kedua, keraguan bank sentral dalam menaikkan suku bunga acuan, mendorong keluarnya modal asing dari pasar obligasi dan sistem perbankan sehingga menekan transaksi berjalan, serta repatriasi dividen yang mengimpit transaksi finansial.

Dengan pandangan ini, maka adanya defisit NPI dan transaksi berjalan di kuartal II 2023, akan mendorong BI bisa kembali menaikan BI7DRR (BI 7 Day Reverse Repo Rate) dari saat ini 5,75 persen.

Langkah ini sebagai bentuk respons kebijakan moneter dalam menjaga daya tarik pasar keuangan domestik—seiring kebijakan suku bunga di negara maju yang belum jinak.

Langkah hawkish BI bisa menjadi pemicu meningkatnya beban biaya bagi dunia usaha dan penurunan konsumsi kredit.

Hal ini menjadi faktor penekan, yang menyebabkan laju pertumbuhan ekonomi pada 2024 bisa di bawah asumsi sebesar 5,2 persen.

Dua poin kekhawatiran ini menuntut pemerintah dan otoritas moneter lebih cermat menyimak dinamika aktual ekonomi saat ini, baik domestik maupun global.

Respons kebijakan fiskal pada 2024 dengan mengguyur belanja pajak sebesar Rp 375,2 triliun, adalah bentuk stimulus pemerintah ke dua usaha. Khusus pada sektor-sektor akselerator PDB.

Dengan harapan, sektor-sektor ekonomi tersebut lebih menggeliat pada 2024 di tengah tekanan eksternal.

Namun dosis kebijakan moneter yang tepat melalui policy rate dan makroprudensial serta transmisinya ke sektor riil, diharapkan menjadi bagian penyokong dalam menjaga momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia 2024.

https://money.kompas.com/read/2023/08/24/171850526/pertumbuhan-ekonomi-2024-optimistis-atau-konservatif

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke