Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Anggota Komisi VI DPR Sebut Harga Barang di TikTok Tak Masuk Akal

Evita mengatakan harga barang yang ditawarkan di TikTok terlalu murah.

"Kadang-kadang harganya tidak masuk akal (di TikTok), ada Madurasa harganya Rp 1.000. Itu sudah jelas dumping," kata Evita dalam rapat kerja dengan Kementerian Perdagangan dan Kemenkop UKM di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (12/9/2023).

Evita mempertanyakan pengawasan yang dilakukan Kementerian Perdagangan (Kemendag) terhadap TikTok. Ia menilai pengawasan yang dilakukan Kemendag sudah gagal.

"Perdagangan ada yang mengawasi khusus? Di (Kementerian) Koperasi dan UKM ada? Harusnya ini di Kementerian Perdagangan, kalau memang ada itu ngapain saja mereka, karena boleh saya katakan gagal melakukan pengawasan," ujarnya.

Lebih lanjut, Evita berpendapat bahwa TikTok memprioritaskan produk-produk dari China melalui algoritma. Hal ini, kata dia, membuat produk UMKM lokal tak dilirik konsumen.

Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki menolak platform media sosial TikTok menjalankan bisnis media sosial (medsos) dan e-commerce secara bersamaan di Indonesia.

Ia mengatakan penolakan serupa juga dilakukan dua negara lain yakni Amerika Serikat dan India.

"India dan Amerika Serikat berani menolak dan melarang TikTok menjalankan bisnis media sosial dan e-commerce secara bersamaan," kata Teten dalam keterangan resmi, Rabu (6/9/2023).

Teten mengatakan, TikTok boleh berjualan tapi tidak bisa disatukan dengan media sosial. Ia mengatakan, dari survei yang diterimanya, masyarakat berbelanja online dinavigasi dan dipengaruhi perbincangan di media sosial.

"Belum lagi sistem pembayaran, logistiknya mereka pegang semua. Ini namanya monopoli," ujarnya.

Selain perlunya mengatur tentang pemisahan bisnis media sosial dan e-commerce, Teten juga mengatakan, pemerintah perlu mengatur tentang cross border commerce agar UMKM dalam negeri bisa bersaing di pasar digital Indonesia.

Teten mengatakan peritel dari luar negeri tidak boleh lagi menjual produknya langsung ke konsumen. Mereka harus masuk lewat mekanisme impor biasa terlebih dahulu, setelah itu baru boleh menjual barangnya di pasar digital Indonesia.

"Kalau mereka langsung menjual produknya ke konsumen, UMKM Indonesia pasti tidak bisa bersaing karena UMKM kita harus mengurus izin edar, SNI, sertifikasi halal, dan lain sebagainya," tuturnya.

https://money.kompas.com/read/2023/09/12/192949526/anggota-komisi-vi-dpr-sebut-harga-barang-di-tiktok-tak-masuk-akal

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke