Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Penetapan Bunga Pinjol Dinilai Bukan Bagian dari Kartel

JAKARTA, KOMPAS.com - Keputusan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) untuk menentukan batas maksimal bunga harian pinjaman online (pinjol) kepada anggotanya dinilai bukan bagian dari praktik kartel. Penetapan batas itu justru dinilai sebagai upaya perlindungan konsumen.

Sebagai informasi, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menduga adanya praktik pengaturan atau penetapan suku bunga pinjaman oleh AFPI. Penetapan bunga pinjol tersebut dinilai melanggar ketentuan terkait larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

Menanggapi dugaan tersebut, Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah menjelaskan, kartel adalah praktik yang kesepakatannya merugikan konsumen dengan cara menetapkan harga setinggi-tingginya. Sementara itu, penetapan batas atas maksimal merupakan upaya untuk melindungi konsumen.

"Kalau kesepakatan itu dilakukan tidak dalam rangka membebani konsumen itu kalau menurut saya itu bukan praktik kartel yang harus kita lawan," kata dia, kepada wartawan, dikutip Senin (9/10/2023).

Menurutnya, dalam konteks menciptakan sistem persaingan usaha yang sehat dan perlindungan konsumen, pemerintah juga seringkali melakukan hal yang sama terhadap pembatasan harga atas. Misalnya, melalui penetapan harga eceran tertinggi (HET) sebuah produk yang dikonsumsi masyarakat.

"Ini kalau asosiasi menetapkan suku bunga tertinggi itu kan bisa dikatakan dalam perlindungan konsumen dan dalam rangka menjaga persaingan yang sehat agar tidak terjadi praktik yang bisa membahayakan atau merugikan konsumen," tutur dia.

Sementara itu, Direktur Ekonomi Digital dan Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai, kartel merupakan praktik yang memaksa pelaku usaha untuk mengikuti ketentuan harga. Hal ini menjadi berbeda dengan penetapan harga acuan.

"Kalau saya lihat kan bukan pemaksaan kan, tapi adalah sebagai acuan," katanya.

Lebih lanjut Huda bilang, yang seharusnya menjadi sorotan ialah terkait transparansi pemberian biaya pinjol. Meskipun bunga pinjol telah diatur batas atasnya, tanpa transparansi, hal itu justru bisa menjadi masalah.

"Informasi mengenai bunga hanya ditampilkan 0,4 persen tanpa keterangan yang lebih jelas apakah per hari, per minggu, atau per tahun. Atas informasi bunga yang 'parsial' tersebut, survei dari APJII menunjukkan faktor utama peminjaman di pinjol adalah bunga yang murah," ujarnya.

Sebelumnya, AFPI juga telah menampik, tudingan kartel yang disampaikan oleh KPPU. Ketua Umum AFPI Entjik S. Djafar mengatakan, AFPI sendiri dituding menjadi kartel karena menetapkan besaran bunga 0,8 persen kepada anggotanya.

"Yang dituduhkan adalah AFPI menjadi kartel untuk bunga, dan disebutkan 0,8 persen. Padahal kami itu dua tahun yang lalu sudah turunkan jadi 0,4 persen," kata dia dalam konferensi pers, Jumat (6/10/2023).

Ia menambahkan, AFPI sendiri menetapkan 0,4 persen sebagai batas maksimal. Sementara, menurut Entjik ungkapan kartel merujuk pada monopoli industri pinjaman online (pinjol).

"Monopoli itu kalau kami melakukan aturan batas minimum. Kalau batas maksimum bukan kartel, justru customer protection yang kami lakukan," imbuh dia.

Dengan mengatur batas minimum tersebut, asosiasi mengeklaim melindungi nasabah dari pungutan biaya pinjaman berlebihan dari anggota AFPI.

"Jadi kalau kami dituduhkan monopoli bunga itu menurut saya tidak begitu seharusnya," tandas dia.

https://money.kompas.com/read/2023/10/09/161000426/penetapan-bunga-pinjol-dinilai-bukan-bagian-dari-kartel

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke