Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Jumlah Anggota Koperasi Diyakini Bertambah jika Ada Lembaga Penjaminan

JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) Ahmad Zabadi menjelaskan pentingnya fungsi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam ekosistem koperasi.

Hal tersebut disampaikan dalam acara Perhimpunan Baitul Maal wa Tamwil (PBMT) Indonesia 2023 di Kota Solo, Jawa Tengah, Selasa (17/10/2023).

"Saya juga meyakini, bila RUU Perkoperasian nanti disahkan yang di dalamnya mencakup pendirian Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) Koperasi, separuh penduduk Indonesia bakal menjadi anggota koperasi," ucap dia.

“Terlebih lagi, bila koperasi memiliki LPS, saya yakin di tingkat grassroot lebih senang dan nyaman untuk simpan uang di koperasi," imbuh dia.

Sebagai gambaran, dari perbandingan bunga simpanan saja, paling tinggi entitas keuangan lain hanya bisa memberikan suku bunga 4 persen, karena komponen biaya operasionalnya yang tinggi.

Sedangkan koperasi bisa memberikan sekitar 7-9 persen. Dengan adanya penjaminan LPS, dana di koperasi disebut akan lebih aman dan kompetitif.

Oleh karena itu, Zabadi merasa heran bila ada insan koperasi yang justru menolak kehadiran LPS.

"Orang takut menyimpan uang di koperasi karena tidak ada jaminan, takut ketika mau menarik uang ternyata dananya tidak ada. Maka, dengan adanya LPS di koperasi, ini justru akan meningkatkan daya saing dan kepercayaan terhadap koperasi," terang Zabadi.


Oleh karena itu, Zabadi menyebutkan bahwa koperasi tidak perlu takut bersaing dengan entitas lembaga keuangan lain, sepanjang koperasi dikelola dengan benar dan profesional.

Lebih lanjut, Zabadi juga menegaskan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) tidak boleh menjalankan usaha lain di sektor riil.

"Bisa saja menjalankannya, tapi dengan cara melakukan spin-off dengan cara melakukan kajian cukup terlebih dahulu dan memastikan kelayakan ekonominya," tutur Zabadi.

Zabadi mencontohkan, Koperasi Syariah Benteng Mikro Indonesia (BMI) yang awalnya hanya usaha simpan pinjam, kemudian mengembangkan usaha lain di sektor riil dengan membentuk koperasi-koperasi lain. Beberapa contohnya adalah Koperasi Konsumen Benteng Muamalat Indonesia, Koperasi Sekunder BMI, dan sebagainya.

Dengan skema pengembangan seperti ini, koperasi bisa menjadi konglomerasi.

Konglomerasi koperasi hanya bisa terjadi kalau dilakukan pengembangan bisnis secara horizontal melalui cara spin-off, bukan vertikal. Saat ini, sudah banyak koperasi melakukan spin-off.

Namun, ia berharap koperasi tidak melakukan spin-off dalam bentuk perseroan terbatas (PT).

Meskipun tidak dilarang, hal tersebut sama dengan mereduksi koperasi, seolah-olah koperasi tidak kompeten untuk bisnis-bisnis tertentu hingga harus berbentuk PT.

"Bagi saya, dengan spin-off dalam bentuk koperasi juga, ini bisa menjawab keraguan masyarakat atas koperasi sebagai sebuah entitas bisnis moderen. Jadi, spin-off usaha koperasi, sebaiknya juga dalam bentuk koperasi," tandas Zabadi.

https://money.kompas.com/read/2023/10/18/112200926/jumlah-anggota-koperasi-diyakini-bertambah-jika-ada-lembaga-penjaminan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke