Hal itu disampaikan oleh Kepala Perwakilan BI Kepri Suryono. Hal itu lantaran kondisi geografis Kepri yang berbatasan langsung dengan beberapa negara tetangga seperti Malaysia dan singapura, menjadikan Kepri memiliki jumlah KUPVA BB dan LR yang banyak, serta aktivitas penukaran uang dan pengiriman uang dari luar negeri dan sebaliknya (remitansi) cukup tinggi.
BI sendiri, kata Suryono, terus memperkuat sistem pembayaran di Kepri yang lancar, aman, efisien dan andal dengan memastikan KUPVA BB dan LR (Layanan Remitansi) berjalan sesuai dengan ketentuan dan turut berkontribusi dalam perekonomian.
Tingginya KUPVA BB dan LR di Kepri sejalan dengan telah diterimanya Indonesia sebagai Full Member Financial Action Task Force (FATF) tanggal 27 Oktober 2023 yang berdampak pada meningkatnya confidence dan trust Indonesia di sisi bisnis dan iklim investasi.
"Keberadaan KUPVA BB dan LR yang besar ini diharapkan dapat mendorong perekonomian Provinsi Kepri,” kata Suryono, melalui keterangannya, Jumat (11/11/2023).
Disisi lain, Suryono mengaku, jumlah KUPVA BB dan LR atau "money changer" yang besar berpotensi meningkatkan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Kita bukan provinsi yang besar, tapi (jumlah money changer) nomor dua se-Indonesia, tentunya tingkat risiko TPPU pada KUPVA BB dan TPPT pada LR adalah tinggi," sebut Suryono.
Saat ini di Kepri terdapat 115 kantor pusat KUPVA BB (Money Changer) dan 60 LR, Bahkan khusus penukaran uang di money changer setahun mencapai ratusan triliun rupiah.
"Tahun ini sekitar Rp 118 triliun, tapi cek lagi angkanya ya. Bahkan dari tahun 2021 mencapai sekitar Rp 600 triliun,” kata Suryono.
Jumlah tersebut kata Suryono cukup tinggi, dibanding Kepri yang memiliki wilayah yang relatif kecil.
Untuk mengantisipasi tindak kejahatan, seperti pencucian uang, pendanaan terorisme dan politik uang terutama jelang Pemilu 2024 ini, BI Kepri telah melakukan langkah-langkah pencegahan.
Pertama, berkoordinasi dengan pihak Kepolisian, Bea Cukai, PPATK, Asosiasi Money Changer, dan PJB Layanan Remitansi (LR).
"Artinya kami tidak bekerja sendiri, perlu sinergitas. Kami tidak dapat berbuat banyak kalau tidak ada sinergi. Kedua, kami juga gencar melakukan sosialisasi, walaupun ini tak menjamin 100 persen," papar Suryono.
Kedua, pengelola money changer harus taat menjalankan aturan. Di antaranya mencatat sumber uang yang masuk dan penggunaannya. Selain itu segera melaporkan ke Otoritas terkait bila ada hal-hal yang mencurigakan.
"Setiap transaksi itu harus jelas, dari mana, untuk apa. Itu harus dijalankan. Dalam aturannya transaksi di atas 25.000 dollar AS, sekitar Rp 300 juta, harus jelas underlying-nya,” pungkas Suryono.
https://money.kompas.com/read/2023/11/12/200000926/bi--jumlah-money-changer-di-kepri-terbesar-kedua-se-ri-risiko-pencucian-uang