Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menyelamatkan Penerbangan Indonesia

Bukan hanya oleh operator seperti maskapai penerbangan, pengelola bandara dan lainnya, tapi juga oleh penumpang dan pemerintah sebagai regulator penerbangan nasional.

Maskapai-maskapai Indonesia mengeluhkan tarif penerbangan yang diatur pemerintah, tetapi selama 4 tahun ini sejak ditetapkan tahun 2019, tidak pernah dievaluasi.

Padahal di sisi lain biaya-biaya yang ditanggung maskapai semakin besar karena ada kenaikan harga-harga barang untuk operasional penerbangan seperti, misalnya, harga avtur, harga sewa pesawat, dan ditambah kurs nilai tukar mata uang rupiah yang semakin melemah terhadap dollar AS.

Maskapai juga mengeluhkan proses importasi sparepart pesawat yang memakan waktu cukup lama dan biaya yang tidak kecil sehingga banyak pesawat yang masuk bengkel harus tertunda penyelesaiannya.

Di sisi lain, penumpang mengeluhkan harga tiket penerbangan yang dianggap terlalu tinggi bagi kantong mereka.

Sementara itu, pemerintah mengeluh karena konektivitas transportasi udara yang terus menurun. Akibatnya banyak bandara-bandara yang sudah dibangun dengan megah di daerah-daearah, ternyata kosong aktivitas penerbangannya.

Padahal transportasi udara seharusnya menjadi tulang punggung transportasi di Indonesia, yang wilayahnya berbentuk kepulauan ini.

Akibat Covid-19?

Banyak yang menyatakan bahwa kondisi penerbangan saat ini akibat dari pandemi Covid-19 yang melanda dunia pada 2020 sampai dengan pertengahan 2022 lalu. Kemudian meminta semua pihak memaklumi kalau kondisi penerbangan saat ini sedang tidak baik-baik saja.

Sebenarnya, jika dilihat dari jumlah penumpang tahun 2023 dibanding tahun 2019, recovery jumlah penumpang pesawat di Indonesia termasuk yang tinggi.

Pada 2023 sampai dengan Juli, rate recovery penumpang domestik dibanding 2019 adalah 86 persen dan sampai Desember nanti diperkirakan mencapai 94 persen.

Artinya jumlah penumpang pesawat domestik 2023 sudah hampir sama dengan jumlah penumpang 2019.

Untuk penumpang internasional, sampai dengan Juli 2023, rate recovery sudah 71 persen dan diperkirakan pada akhir tahun mencapai 75 persen.

Namun tentu saja jumlah penumpang yang banyak belum bisa mengindikasikan bahwa bisnis ini dalam kondisi sehat dan baik-baik saja.

Jika jumlah penumpang banyak, tetapi harga tiketnya rendah dibanding biaya-biaya yang dikeluarkan, maka produsen atau maskapainya tetap tidak akan untung, malah bisa rugi.

Hal tersebut ditambah dengan kenyataan bahwa kondisi finansial maskapai penerbangan Indonesia juga sudah menurun sebelum terjadi pandemi.

Pada saat pandemi, maskapai penerbangan Indonesia yang seharusnya menjadi tulang punggung transportasi nasional, tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah sehingga sulit bangkit setelah dihantam pandemi.

Hal ini berbeda dengan negara-negara lain seperti, misalnya, Singapura, Malaysia, Thailand, Pilipina, Australia, Jepang, India, Amerika Serikat dan lainnya yang memberi berbagai bantuan untuk sektor penerbangannya.

Dengan adanya bantuan pemerintahnya, sektor penerbangan di negara tersebut dapat segera bangkit setelah pandemi.

Evaluasi kebijakan

Untuk memulihkan sektor penerbangan Indonesia menjadi baik-baik saja memang tidak mudah dan memerlukan waktu tertentu. Diperlukan kerja sama erat, saling mendukung antar stakeholder.

Panjang pendeknya waktu pemulihan tergantung dari komitmen semua stakeholder penerbangan sendiri.

Mengingat bahwa sektor penerbangan di Indonesia merupakan salah satu sektor yang fully regulated, maka hal pertama yang harus dibenahi adalah terkait peraturan atau kebijakan publik di sektor bisnisnya.

Pembenahan peraturan bisnis penerbangan dapat segera dilakukan karena aturan ini bersifat nasional.

Berbeda dengan peraturan tentang keselamatan dan keamanan penerbangan yang bersifat internasional dan harus mengacu pada peraturan dari Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO).

Peraturan bisnis penerbangan yang harus segera dibenahi di antaranya terkait tarif penerbangan, sistem importasi spareparts pesawat, aturan fiskal yang mendukung (terkait lebarnya perbedaan nilai tukar mata uang rupiah terhadap dollar AS), persaingan usaha, dan harga BBM avtur.

Evaluasi harus dilakukan menyeluruh, baik terkait perencanaan, kebijakan publiknya serta implementasinya.

Evaluasi juga harus dilakukan secara sungguh-sungguh dengan aktif melibatkan semua stakeholder, baik operator (maskapai, bandara dan lainnya), pemerintah dan masyarakat.

Aturan yang perlu diubah atau dihapus, sebaiknya segera dilakukan dan diganti yang baru sesuai dengan kebutuhan semua stakeholder.

Jika mengubah aturan Undang-Undang dirasa sulit dan memakan waktu lama, maka perubahan bisa dilakukan di tingkat Peraturan Presiden atau Peraturan Menteri.

Gerak cepat harus segera dilakukan untuk menyelamatkan penerbangan nasional. Jangan menunggu ada korban lagi maskapai penerbangan yang bangkrut.

Sektor penerbangan sebagai urat nadi transportasi Indonesia merupakan sektor vital karena dapat menjadi katalis untuk mempercepat pembangunan ekonomi dan pemerataan pembangunan ke seluruh pelosok Nusantara dengan konektivitas yang lebih baik.

Dengan perekonomian yang maju dan tersebar merata, Indonesia dapat menjadi negara yang unggul dan dapat bersaing dengan negara lain.

https://money.kompas.com/read/2023/12/18/103000426/menyelamatkan-penerbangan-indonesia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke