Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Arus Produk Impor Diperketat, Pengusaha Mal Turunkan Target Okupansi

Ketua umum APPBI Alphonzus Widjaja mengatakan awalnya target tingkat okupansi mencapai 90 persen. Namun direvisi menjadi 80 persen dari jumlah ritel yang membuka tokonya sebelum pandemi Covid-19.

“Kami APPBI nyakin punya target optimis bisa kembali 90 persen di 2024 awalnya, namun semua rencana bisnis di 2024 ternyata banyak peritel yg menunda membatalkan pembukaan toko-toko baru 2024," ujarnya dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (18/1/2024).

"Yang awalnya target 90 persen, kami khawatir target itu tidak tercapai sehingga target kami untuk okupansi di 2024 stagnan di 80 persen,” sambung dia.

Adapun berdasarkan catatan Kompas.com jumlah ritel yang membuka tokonya sebelum Pandemi Covid-19 bisa mencapai 900 toko per tahun.

Alphonzus menjelaskan, revisi target itu dilakukan lantaran pemerintah merevisi kebijakan dan pengaturan impor ilegal yang membuat produk-produk ritel masuk ke Tanah Air menjadi diperketat. 

Aturan itu tertuang dalam revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 25 Tahun 2022 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor dengan mengubah pengaturan tata niaga impor dari post border menjadi border untuk 8 komoditas.

“Setelah diskusi ternyata masalahnya karena ada pembatasan impor ilegal. Barang-barang peritel yang tadinya mau mengisi mal-mal itu jadi tertunda karena barang mereka banyak yang tertahan karena pengetatan impor itu,” kata Alphonzus. 

Menurut Alphonzus niat pemerintah untuk membasmi barang ilegal dan menghidupkan kembali produk lokal sesuai dengan niat APPBI. Hanya saja langkah pemerintah lewat kebijakan pengetatan impor dinilai kurang tepat. 

Alphonzus menilai aturan pengetatan produk impor itu kurang efektif untuk melindungi produk lokal.

“Impor resminya dibatasi padahal pelaku usaha ritelnya jelas, mereknya jelas, perusahaannya juga jelas, bayar pajak bahkan, tapi dibatasi. Yang kami khawatirkan kalau pembatasan impor ini masif, sementara satu sisi produk  ilegalnya dibiarkan bukan ritel global saja yang terganggu tapi produk dalam negerinya juga ikut terganggu,” jelas dia.

Pihaknya mengusulkan ke pemerintah jika ingin melindungi produk lokal langkah yang diambil bukan dengan pengetatan impor namun dengan memberikan insentif kepada pelaku UMKM. 

“Insentif bisa diberikan entah dalam bentuk keringan pajak hingga akses pendanaan sehingga pelaku UMKM bisa mengembangkan produk lokalnya,” pungkasnya. 

Sebelumnya, pemerintah memperketat arus masuk barang impor dan merombak sejumlah aturan terkait tata niaga impor di dalam negeri. 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan pemerintah sepakat memperketat arus masuk barang impor, melalui revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 25 Tahun 2022 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor dengan mengubah pengaturan tata niaga impor dari post border menjadi border untuk 8 komoditas.

Adapun komoditas tersebut adalah tas, elektronik, obat tradisional dan suplemen kesehatan, kosmetik, barang tekstil sudah jadi lainnya, mainan anak, alas kaki, dan pakaian jadi.

“Perubahan post border menjadi border dimasukkan dalam perubahan Tata Niaga Impor di Permendag 25 Tahun 2022,” ungkap Menko Airlangga usai Rapat Koordinasi Tingkat Menteri terkait Pengetatan Arus Masuk Barang Impor dan Pembahasan Tata Niaga Impor di Kantor Kemenko Perekonomian, yang dikutip Kompas.com dalam siaran persnya, Kamis (2/11/2023).

https://money.kompas.com/read/2024/01/18/200000326/arus-produk-impor-diperketat-pengusaha-mal-turunkan-target-okupansi

Terkini Lainnya

Perbankan Antisipasi Kenaikan Kredit Macet Imbas Pencabutan Relaksasi Restrukturisasi Covid-19

Perbankan Antisipasi Kenaikan Kredit Macet Imbas Pencabutan Relaksasi Restrukturisasi Covid-19

Whats New
KKP Tangkap Kapal Ikan Berbendera Rusia di Laut Arafura

KKP Tangkap Kapal Ikan Berbendera Rusia di Laut Arafura

Whats New
Defisit APBN Pertama Pemerintahan Prabowo-Gibran Dipatok 2,45 Persen-2,58 Persen

Defisit APBN Pertama Pemerintahan Prabowo-Gibran Dipatok 2,45 Persen-2,58 Persen

Whats New
Bos Bulog Sebut Hanya Sedikit Petani yang Manfaatkan Jemput Gabah Beras, Ini Sebabnya

Bos Bulog Sebut Hanya Sedikit Petani yang Manfaatkan Jemput Gabah Beras, Ini Sebabnya

Whats New
Emiten Gas Industri SBMA Bakal Tebar Dividen Rp 1,1 Miliar

Emiten Gas Industri SBMA Bakal Tebar Dividen Rp 1,1 Miliar

Whats New
Citi Indonesia Tunjuk Edwin Pribadi jadi Head of Citi Commercial Bank

Citi Indonesia Tunjuk Edwin Pribadi jadi Head of Citi Commercial Bank

Whats New
OJK: Guru Harus Punya Pengetahuan tentang Edukasi Keuangan

OJK: Guru Harus Punya Pengetahuan tentang Edukasi Keuangan

Whats New
Sekjen Anwar: Kemenaker Punya Tanggung Jawab Besar Persiapkan SDM Unggul dan Berdaya Saing

Sekjen Anwar: Kemenaker Punya Tanggung Jawab Besar Persiapkan SDM Unggul dan Berdaya Saing

Whats New
Lowongan Kerja BUMN Viramakarya untuk Posisi di IKN, Ini Posisi dan Persyaratannya

Lowongan Kerja BUMN Viramakarya untuk Posisi di IKN, Ini Posisi dan Persyaratannya

Whats New
Soal Relaksasi HET Beras Premium, Dirut Bulog: Biasanya Sulit Dikembalikan...

Soal Relaksasi HET Beras Premium, Dirut Bulog: Biasanya Sulit Dikembalikan...

Whats New
Potensi Pasar Geospasial di Indonesia

Potensi Pasar Geospasial di Indonesia

Whats New
OJK Minta Lembaga Keuangan Bikin 'Student Loan' Khusus Mahasiswa S-1

OJK Minta Lembaga Keuangan Bikin "Student Loan" Khusus Mahasiswa S-1

Whats New
Soal Tarif PPN 12 Persen, Sri Mulyani: Kami Serahkan kepada Pemerintahan Baru

Soal Tarif PPN 12 Persen, Sri Mulyani: Kami Serahkan kepada Pemerintahan Baru

Whats New
Citilink Buka Lowongan Kerja Pramugari untuk Lulusan SMA, D3, dan S1, Ini Syaratnya

Citilink Buka Lowongan Kerja Pramugari untuk Lulusan SMA, D3, dan S1, Ini Syaratnya

Whats New
Kerangka Ekonomi Makro 2025: Pertumbuhan Ekonomi 5,1 - 5,5 Persen, Inflasi 1,5 - 3,5 Persen

Kerangka Ekonomi Makro 2025: Pertumbuhan Ekonomi 5,1 - 5,5 Persen, Inflasi 1,5 - 3,5 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke