Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sedih Kala Beras Mahal, Pedagang Warteg: Kalau Ikut Naikin Harga, Siapa yang Beli?

Andri, salah satu pengusaha warteg di wilayah Jakarta Timur, menceritakan tingginya harga beras saat ini sangat berdampak pada penghasilannya.

Dia bilang apabila sebelumnya dia membeli beras Rp 550.000 untuk kemasan 50 kilogram, saat ini dia harus merogoh kocek lebih dalam yakni Rp 780.000.

Lantaran tak mau menaikkan harga menu jualannya, dia harus rela mendapatkan keuntungan yang tipis.

“Kalau mau naikin harga menu yah enggak mungkin. Nanti yang ada orang enggak beli. Saya tetap jual Rp 15.000 per porsi,” ujarnya saat ditemui Kompas.com di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur, Senin (12/2/2024).

Dia mengaku, sudah 3 bulan keadaan mahalnya harga beras itu dia rasakan.

Apabila dalam sebulan dia mendapatkan omzet bersih Rp 5 juta, saat ini setengahnya pun tak sampai.

Imbasnya, selama 3 bulan ini, dia tak mampu membayar gaji karyawannya.

“Yah mau gimana lagi, yang harusnya bisa gaji karyawan tapi enggak bisa. Untungnya karyawan masih mau tetap bekerja tapi gajinya masih ala kadarnya,” kata dia.

Sepekan naikkan harga menu, warung langsung sepi...

Hal ini juga diamini oleh Party, salah satu pedagang warteg di Jakarta Timur. Dia bilang, keuntungannya kian menipis lantaran harga beras tak kunjung turun.

Imbasnya, omzet yang diraup pun hanya seperempat dari biasanya.

“Yah hitungannya memang enggak nentu, sebelum beras mahal dapatlah Rp 700.000 lebih seminggu. Sekarang yah cuma seperempatnya,” katanya.

Party mengungkapkan, ia pernah menaikkan harga menu di warung nasinya. Ini ketika periode lebaran tahun lalu hampir semua bahan pangan melonjak.

"Saya sudah 15 tahun di sini, (harga lauk) bertahan. Apa-apa naik semua, sampai cabai naik Rp 100.000 per kilogram dulu, saya tetap bertahan harga lauk dan porsi nasi," kata dia.

Pada saat itu, Party sempat mencoba menaikkan harga menunya sebesar Rp 2.000. Namun, ia hanya bisa bertahan selama sepekan karena warungnya langsung sepi.

"Saya enggak kuat karena seminggu harga naik, warung nasi malah sepi," ungkap Party.

Sejak saat itu, ia akhirnya berkomitmen untuk tidak pernah mengurangi porsi nasi atau menaikkan harga lauk.

Meski keuntungannya menipis, Party tetap berjuang agar warung nasinya tidak pernah sepi pelanggan.

"Langganan saya malah hilang seminggu (saat harga lauk dinaikkan), akhirnya balik ke harga semula," pungkasnya.


Beras mulai "langka", perang jadi alasan

Sebagai informasi, di ritel modern beras premium mulai "langka" ditemui. Asosiasi Peritel Indonesia (Aprindo) tak menampik bahwa stok beras di peritel mulai berkurang, bahkan cenderung kosong.

Ketua Aprindo Roy Mandey menjelaskan, hal itu lantaran ada sebagian pengusaha ritel yang memilih untuk berhenti memesan beras dari produsen beras lantaran harganya yang semakin tinggi jauh di atas harga eceren tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.

Dia menyebutkan, harga beras premium saja sudah dibanderol Rp 16.000, sedangkan HET beras premium Rp 13.900. Belum lagi di sisi lain, para produsen beras mengeluhkan stok beras yang diolah mulai berkurang.

Sementara Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan, kenaikan harga pangan terjadi di seluruh dunia tidak hanya di Indonesia. Salah satunya terjadi kenaikan harga pada komoditas beras.

"Kalau harga beras melonjak itu di seluruh dunia. Di seluruh dunia memang harga pangan sedang meningkat," ujarnya saat meninjau penjualan beras di Ramayana Klender, Jakarta, Senin (12/2/2024).

Ia menuturkan, yang menjadi faktor mahalnya harga pangan adalah kondisi geopolitik yang memanas di sejumlah negara, salah satunya perang di Gaza. Kondisi ini pun mengganggu proses distribusi pangan.

https://money.kompas.com/read/2024/02/13/114746026/sedih-kala-beras-mahal-pedagang-warteg-kalau-ikut-naikin-harga-siapa-yang-beli

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke