Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Subsidi Energi Diutak Atik demi Makan Siang Gratis Prabowo-Gibran, Ekonom: Masyarakat Akan Teriak...

Adapun biaya program makan siang gratis untuk anak-anak tersebut tidak sedikit yaitu Rp 400 triliun per tahun.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah mengatakan, sebaiknya tim Prabowo-Gibran tidak mengganggu subsidi energi demi memuluskan program makan siang gratis tersebut.

Piter mengatakan, subsidi energi berkaitan erat dengan masyakarat kecil yang sangat membutuhkan bantuan pemerintah.

"Ini akan jadi proyek strategis bagi paslon nomor urut 2 dan mereka akan berupaya mencari semua sumber, tapi sebaiknya tidak dari subsidi energi ya karena akan menimbulkan gejolak, masyarakat kecil akan langsung protes itu," kata Piter saat dihubungi Kompas.com, Rabu (21/2/2024).

Piter mengatakan, subsidi energi sangat dibutuhkan masyarakat. Ia mengatakan, semua aspek dalam subsidi energi dibutuhkan masyarakat seperti gas elpiji 3 kg, BBM, dan listrik.

"Itu kalau dipangkas, ada efisiensi, masyakarat bawah langsung teriak. Saya rasa Tim Prabowo-Gibran tidak akan melakukan itu," ujarnya.

Lebih lanjut, Piter mengatakan, tim Prabowo-Gibran harus melihat APBN dan mengambil program yang tidak terlalu strategis. Selain itu, ia mengatakan, Prabowo-Gibran harus mampu meningkatkan penerimaan negara.

"Utamanya sumber penerimaan harus bertambah dari pajak, tax ratio dan sebagainya, makanya mereka mau badan penerimaan sendiri yang mengeluarkan pajak dan bea cukai dari Kemenkeu dengan tujuan tingkatkan penerimaan," ucap dia.

Sebelumnya, Calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka berencana mengevaluasi subsidi energi yang tidak tepat sasaran dan dialihkan untuk program makan siang gratis.

"Subsidi yang tidak tepat sasaran akan dievaluasi dan penghematannya dapat dialokasikan untuk pembiayaan program APBN lainnya," ujar Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran, Eddy Soeparno kepada Kompas.com, Sabtu (17/2/2024).

"Saya tidak pernah mengatakan bahwa subsidi BBM bakal dipangkas, tapi penyaluran subsidi energi perlu dievaluasi agar lebih tepat sasaran," imbuhnya.

Ia menyampaikan, sebanyak 80 persen subsidi energi salah sasaran dan dinikmati oleh mereka yang tidak berhak.

Evaluasi ini dilakukan untuk mengatur kembali agar subsidi lebih tepat sasaran, yakni kepada mereka yang tidak mampu dan membutuhkan seperti UMKM.

Eddy menjelaskan, dengan subsidi yang lebih tepat sasaran maka bisa menghemat Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Selanjutnya, anggaran tersebut digunakan untuk pembiayaan-pembiayaan program lain yang langsung berkaitan dengan kebutuhan rakyat.

Subsidi energi tahun 2024

Sebagai informasi, pemerintah menggelontorkan alokasi subsidi energi sebesar Rp 189,10 triliun pada 2024.

Subsidi tersebut terdiri dari anggaran subsidi elpiji 3 kg sebesar Rp 87,5 triliun, anggaran subsidi listrik Rp 75,8 triliun, dan anggaran subsidi BBM jenis tertentu Rp 25,8 triliun.

BBM subsidi adalah bahan bakar minyak yang dibantu pemerintah melalui penggunaan dana APBN.

Oleh karena itu, pemerintah juga terlibat langsung untuk menentukan harga BBM Pertamina sekaligus menjamin ketersediaannya di pasar domestik.

Selain itu, BBM subsidi hanya diberikan kepada jenis tertentu. Untuk saat ini, ada dua jenis BBM subsidi di Indonesia, yakni, Bensin dengan oktan 90 (Pertalite) dan Diesel dengan setana 48 (Biosolar)

Kemudian, harga jual komoditinya lebih murah dari harga pasar serta penjualannya pun dibatasi dengan kuota serta hanya dapat digunakan oleh konsumen dari kalangan tertentu.

Sementara itu, terdapat beberapa jenis BBM non-subsidi yang dapat dibeli masyarakat, seperti: Pertamax Turbo, Pertamina Dex, Dexlite, Pertamax, Pelumas Fastron, dan Bright Gas.

https://money.kompas.com/read/2024/02/21/144100426/subsidi-energi-diutak-atik-demi-makan-siang-gratis-prabowo-gibran-ekonom-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke