PINGKAN, ibu rumah tangga, baru saja menerima telepon mengejutkan. Di telepon itu, seseorang yang mengaku sebagai petugas dari bank tempat Pingkan menyimpan tabungannya mengatakan bahwa rekening Pingkan sedang diretas.
Jantung Pingkan langsung berdetak kencang. Yang ada dalam pikirannya, uang hasil kerja kerasnya selama bertahun-tahun bisa-bisa hangus.
Berkeinginan melindungi tabungannya, Pingkan langsung mengikuti begitu saja instruksi orang yang mengaku sebagai petugas bank tersebut. Tanpa curiga.
Ia pun malah terjebak dalam liciknya modus rekayasa sosial (social engineering) yang mengincar data pribadi nasabah.
Terdengar familiar?
Cerita Pingkan hanyalah salah satu dari sekian banyak kasus kejahatan finansial yang menggunakan teknik rekayasa sosial.
Para pelaku kejahatan ini menggunakan berbagai cara untuk memanipulasi korban, seperti rasa takut, panik, atau keinginan untuk membantu, sehingga korban secara sukarela menyerahkan informasi rahasia perbankan mereka.
Di tengah pesatnya digitalisasi, modus kejahatan finansial juga terus berkembang, yang itu merugikan nasabah dan perbankan.
Karenanya, bank perlu melakukan usaha kuat untuk melindungi nasabah dan uangnya dari incaran penjahat (fraudster). Terlebih lagi, bank harus membangun kepercayaan yang merupakan faktor penting dalam bisnis perbankan.
Direktur Utama Bank Jago Arief Harris mengatakan, faktor keamanan bank dan data pribadi nasabah menjadi fokus utama yang selalu diperhatikan banknya.
“Sebagai bank berbasis teknologi yang tertanam dalam ekosistem digital, Bank Jago berkomitmen untuk terus memperhatikan faktor keamanan dengan konsisten mengantisipasi dan mencegah kejahatan digital melalui peningkatan fitur keamanan secara berkala dan terus-menerus,” tutur Arief.
Bank Jago, lanjut Arief, menerapkan teknologi, tata kelola, dan praktik keamanan terbaik sesuai regulasi maupun standar internasional, seperti uji kerentanan dan penetrasi serta pembaruan sistem keamanan secara teratur.
Penerapan teknologi, tata kelola, dan praktik keamanan yang andal dan tepat guna dilakukan secara menyeluruh, baik dari sisi infrastruktur, operasional, transaksi, maupun data.
Fitur keamanan juga diterapkan pada sisi nasabah. Di antaranya melalui autentikasi dua faktor (two factor authentication)—lapisan keamanan tambahan yang melindungi akun Jago dari penggunaan yang tidak diinginkan melalui biometrik dan PIN—, pendaftaran perangkat terhubung (linked device), pengaturan keamanan kartu, serta sistem enkripsi data dan informasi nasabah.
“Kami juga mendapatkan alert ketika ada aktivitas mencurigakan, seperti perangkat tak dikenal coba masuk ke akun nasabah. Kemudian kami kirimkan notifikasi real time kepada nasabah sehingga nasabah bisa melakukan blokir akses perangkat atau kartu dari Aplikasi Jago tanpa perlu ke kantor bank,” ungkap Arief.
Namun, secanggih apa pun sistem keamanan yang diterapkan bank, semuanya akan sia-sia jika nasabah memberikan jalan masuk bagi si fraudster, seperti cerita Pingkan di awal tadi.
Maka, nasabah juga perlu sadar dan bijaksana dalam menjaga kerahasiaan data pribadi dan informasi rahasia perbankan mereka.
Ibarat mobil yang sudah dilengkapi alarm dan immobilizer, kecanggihan itu akan percuma ketika kunci mobil sembarangan diberikan kepada orang tak dikenal. Mobil tetap saja bisa dibawa kabur bila begitu.
Karenanya, nasabah juga memainkan peran penting untuk menjaga rekening bank dan uang di dalamnya. Arief mengatakan, Bank Jago tidak bosan-bosannya mengingatkan dan mengedukasi nasabah tentang cara aman bertransaksi di semua kanal dunia digital.
Sejumlah tips aman bertransaksi secara digital yang diberikan Bank Jago antara lain:
Idealnya, nasabah perlu pula memperkaya wawasan seputar praktik kejahatan finansial. Bagaimana pun, para fraudster juga terus mencari cara untuk menipu dan mengambil uang nasabah.
https://money.kompas.com/read/2024/03/12/084923226/teknologi-dan-edukasi-kunci-cegah-kejahatan-perbankan