Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengenali 6 Contoh Gejala Jurang Kepemimpinan (Bagian III)

Sebuah gejala jurang kepemimpinan yang lebar antara leader atau manager atau atasan dengan staf atau karyawan atau anggota tim di dalam organisasi atau korporasi atau birokrasi yang terikat dengan garis hirarki struktur organisasi yang umumnya bersifat formal.

Leadership gap syndrome kemunculannya ditandai perbedaan yang sangat siginikan terhadap pandangan, sikap, dan persepsi di antara kedua belah pihak yang terlibat dalam proses kempemiminan dan manajerial.

Secara khusus leadership gap syndrome terbukti sangat mengganggu proses kepemimpinan sehingga berdampak secara langsung terhadap produktifitas dan efektifitas kepemimpinan untuk mencapai tujuan organisasi atau tujuan bisnis korporasi, dan semua dampak ini secara tuntas sudah kita sampaikan pada edisi pertama.

Pada artikel ketiga ini, kita sajikan panduan bagi Anda untuk bisa mendiagnosa dengan lebih akurat, berupa enam contoh nyata yang sangat sering terjadi sebagai gejala dan bisa berpotensi sebagai pemicu munculnya leadership gap syndrome secara ringkas adalah sebagai berikut:

Pertama, Anda pasti bisa merasakan perbedaan dan perdebatan di mana pemimpin atau atasan sangat loyal atau setia atau mengabdi terhadap perusahaan atau profesinya, namun staf atau anggota tim tidak terlalu loyal, bahkan tidak loyal kepada perusahaan.

Mereka sangat loyal hanya kepada kepentingannya saja, tercermin betapa cepatnya mereka membuat surat resign, secepat update status di akun media sosial.

Kedua, pemimpin berpandangan bahwa kehadiran secara fisik atau absensi sangat penting untuk memastikan operasional perusahaan berjalan dengan baik dan bisa dimonitor, bahkan dipantau dengan langsung.

Namun hal ini berbeda dengan pandangan staf atau anggota tim yang meyakini bahwa hasil akhir atau outcome pekerjaan lebih penting daripada kehadiran fisik.

Kondisi perkembangan teknologi digital dengan berbagai aplikasi yang beragam saat ini membuat pekerjaan bisa dilakukan kapanpun dan di manapun.

Bagi mereka, bekerja bukan hanya work from home (WFH), tetapi juga work from anywhere (WFA), asal ada sambungan internet yang mantap.

Ketiga, dalam hal proses kerja mencapai hasil yang ditetapkan, pemimpin sangat menekankan kepada proses dan waktu sehingga mereka selalu ingin dapat update terus menerus.

Namun, staf atau anggota tim ingin menekankan kepada hasil perkerjaan saja, dengan jalan pintas jika perlu.

Keempat, pemimpin meyakini berdasarkan pengalaman hebat masa lalu mereka, kerja keras atau work hard adalah kunci sukses mencapai hasil.

Namun staf atau anggota tim berpandangan kerja cerdas atau work smart adalah kunci sukses untuk mencapai semua impian.

Dengan situasi terkini, tidak perlu dan tidak harus kerja keras, cukup memanfaatkan teknologi digital yang tersedia, bisa dioptimalkan untuk mencapai hasil lebih cepat dan mungkin bisa lebih banyak.

Kelima, pemimpin sangat menekankan kepada proses, waktu kerja teratur, rutinitas terstruktur dan kaku.

Namun, staf atau anggota tim menginginkan waktu kerja lebih fleksibel, luwes, dan dinamis.

Tentunya hal ini berkaitan dengan beberapa contoh di atas. Dengan kemampuan digital yang luar biasa, mereka yakin kerja tidak harus ngantor terus dengan jam kerja kaku. Bagi mereka, kerja bisa fun, rileks, dan yang penting hasil bisa diberikan.

Keenam, pemimpin sangat menyukai suasana kerja formal dan resmi sesuai dengan pakem yang mereka terima dari senior terdahulu.

Namun staf atau anggota tim menginginkan situasi kerja informal atau casual, santai dan tidak selalu resmi, yang penting asyik saja.

Faktanya, dengan jumlah yang sangat signifikan ini sungguh wajar jika perhatian dicurahkan kepada mereka, karena mereka inilah yang secara konsisten mengimplementasikan semua kebijakan dan strategi perusahaan.

Lebih penting lagi mereka adalah generasi penerus kepemimpinan korporasi. Jika sebagian besar atau semua Millennial mampu berkinerja dengan optimal, bisa dipastikan korporasi akan sangat mudah mencapai, bahkan melampaui target bisnis.

Dengan demikian, perusahaan tersebut mampu tumbuh secara berkelanjutan dan tangguh di dalam persaingan.

Sebaliknya, jika para Millennial gagal memberikan kontribusi terbaik mereka, akibat salah asih, salah asuh dan salah asah, atau dengan kata lain salah kepemimpinan, bisa dipastikan perusahaan tersebut tinggal menunggu waktu akan tergilas dalam persaingan, dan ditinggalkan para talenta terbaik.

Oleh sebab itu, diperlukan pendekatan khusus untuk memimpin dan memberdayakan anggota tim di Era Millenial ini.

Mengapa harus menggunakan pendekatan khusus? Bukankah mereka juga memiliki jabatan dan posisi yang sama dengan karyawan lainnya dari generasi berbeda? Sebagai sesama karyawan seharusnya mereka memiliki hak dan kewajiban yang secara umum juga sama.

Tepat sekali, inilah pemicu leadership gap syndrome yang dihadapi para pemimpin di era Millennial.

Untuk bisa menguasai kepemimpinan Milenial dalam upaya untuk menjembatani kesejangan jurang kepemimpinan yang mungkin ada di suatu organisasi, kita harus terus memastikan cara memimpin menjadi lebih fresh dan relevan dengan perkembangan zaman. Tentu ini akan kita kupas pada artikel keempat selanjutnya.

Selamat memimpin dan berkembang bersama generasi Millenial! Salam sukses selalu untuk kita semua!

https://money.kompas.com/read/2024/03/13/121336926/mengenali-6-contoh-gejala-jurang-kepemimpinan-bagian-iii

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke