Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

LPEI Berpotensi Lukai Keuangan Negara

Jaksa Agung, ST Burhanuddin mengungkapkan bahwa terdapat indikasi fraud yang melibatkan empat perusahaan dengan total kerugian negara mencapai Rp 2,5 triliun.

Hal ini tidak mengagetkan karena BPK sebenarnya telah melaporkan kejadian ini terlebih dahulu. Pada 1 Februari 2024, BPK menyerahkan dua Laporan Hasil Pemeriksaan Penghitungan Kerugian Negara (PKN), salah satunya adalah pemeriksaan investigatif pada LPEI.

Hasil dari pemeriksaan investigatif BPK menyimpulkan adanya penyimpangan yang bermuara pada tindak pidana. Tindak pidana ini dilakukan oleh pihak-pihak terkait dalam pembiayaan ekspor nasional oleh LPEI kepada debitur.

Sebelum menyelam lebih jauh, perlu diketahui bahwa LPEI memberikan empat produk utama, yaitu pembiayaan, asuransi, penjaminan, dan jasa konsultasi.

Produk-produk tersebut bertujuan membantu eksportir, baik badan maupun perorangan, agar mampu menghasilkan barang dan jasa yang memuluskan ekspor Indonesia. Agar tetap stay on track, LPEI dibina langsung oleh Kementerian Keuangan.

Berdasarkan pasal 19 ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2009, modal awal LPEI berasal dari kekayaan negara yang tertanam pada PT Bank Ekspor Indonesia (Persero).

Dalam rangka meningkatkan struktur permodalan dan kapasitas usaha, pemerintah juga rutin melakukan penyertaan modal setiap tahunnya melalui APBN.

Penambahan modal LPEI juga bersumber dari kapitalisasi modal atas kelebihan akumulasi cadangan umum dan cadangan tujuan. Modal LPEI berhasil tembus ke Rp 22,03 triliun pada tahun 2019.

Modal tersebut tampaknya digunakan dengan baik oleh LPEI. Per tahun 2022, LPEI menorehkan pencapaian yang luar biasa dengan berhasil melakukan pembiayaan kepada pelaku ekspor senilai Rp 87,49 triliun.

Pembiayaan tersebut disalurkan kepada 549 debitur di berbagai bidang, mulai dari ekstraktif maupun manufaktur. LPEI juga mencatat nilai ekspor mengalami peningkatan 7,6 persen yoy pada tahun 2021.

Kesuksesan tersebut bukan berarti membuat LPEI bersih dari potensi fraud. Pada tahun anggaran 2016, BPK mendapatkan 17 temuan pemeriksaan dan memberikan 40 rekomendasi kepada LPEI.

LPEI telah menindaklanjuti 38 atau 95 persen seluruh rekomendasi tersebut pada akhir tahun anggaran 2019. Terdapat sebanyak dua rekomendasi yang belum selesai/sesuai oleh LPEI.

BPK kembali melakukan pemeriksaan di tahun 2019 kepada LPEI. BPK menemukan berbagai hal terkait ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.

Pertama, pengelolaan pembiayaan debitur bermasalah belum sepenuhnya sesuai ketentuan sehingga Non Performing Financing (NPF) neto LPEI melebihi batas yang ditetapkan oleh OJK.

NPF LPEI per Semester I 2019 mencapai 10,39 persen, padahal ambang batas yang ditetapkan oleh OJK hanya sebesar 5,39 persen.

Pembiayaan yang disalurkan saat itu berjumlah Rp 104,61 triliun, dimana 15 persen dari total merupakan pembiayaan bermasalah yang disalurkan kepada 96 debitur.

OJK pun memberikan peringatan kepada LPEI untuk segera mereformasi proses bisnis lembaga agar tidak terjadi penyimpangan yang semakin jauh.

Dalam investasi, kita mengenal istilah “Don’t put egg in one basket” yang mengisyaratkan diperlukan adanya diversifikasi dalam dunia keuangan.

Prinsip ini sepertinya tidak diterapkan oleh LPEI karena banyak instrumen pembiayaan yang diberikan hanya menitikberatkan pada beberapa sektor saja.

Akibatnya, NPF LPEI pada sektor perindustrian, agraris, dan pertambangan secara berturut-turut sebesar 29,92 persen, 56,28 persen, dan 28,5 persen. Ketiga sektor ini sangat volatil akan berbagai risiko, sehingga sangat rentan terjadi peningkatan NPF.

Selain itu, terdapat potensi kerugian bagi LPEI sebesar Rp 2,1 Triliun atas suatu grup perusahaan.

LPEI terlihat seperti tidak menerapkan prinsip kehati-hatian terhadap grup perusahaan ini dengan selalu menyetujui pemberian fasilitas pembiayaan.

LPEI juga kurang cermat dalam mempertimbangkan kinerja keuangan debitur-debitur yang tergabung pada grup perusahaan ini.

Karena hal tersebut, BPK menginstruksikan Kepala Divisi Internal Audit melakukan pemeriksaan lebih lanjut karena kelalaian ini sangat janggal.

Selain dari produk pembiayaan, LPEI juga mengalami permasalahan dalam produk penjaminan. Permasalahan tersebut mengakibatkan tertundanya pendapatan klaim sebesar 20.911.011 dollar AS atas pembayaran klaim yang telah dibayarkan ke salah satu perusahaan yang seharusnya diperoleh segera setelah pembayaran klaim dilakukan.

Permasalahan pada produk jaminan disebabkan karena LPEI tidak optimal dalam mengambil langkah-langkah mitigasi risiko atas kegagalan penjaminan.

Banyaknya temuan dan potensi fraud yang ditemukan oleh BPK tersebutlah yang melatar belakangi BPK untuk memberikan laporan kepada Kejaksaan Agung Februari 2024 lalu.

Laporan tersebut juga didasari atas pemeriksaan investigatif yang merupakan tingkat lanjut dari pemeriksaan BPK yang telah dilakukan.

Apapun hasil keputusan dari Kejaksaan nanti, semoga membuat LPEI menjadi lebih baik kedepannya.

Tentunya diperlukan perombakan besar agar pemerintah tidak sia-sia dalam melakukan penyertaan modal setiap tahunnya.

Lebih utamanya lagi, semoga LPEI tetap bisa membantu proses ekspor dari masyarakat Indonesia sehingga menguntungkan bagi eksportir maupun negara.

https://money.kompas.com/read/2024/03/20/070704326/lpei-berpotensi-lukai-keuangan-negara

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke