Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Awal Pemerintahan Prabowo-Gibran 5,1 Persen

Adapun Prabowo-Gibran menargetkan pertumbuhan ekonomi berasa dikisaran 6-7 persen. Bahkan optimistis tumbuh 8 persen.

Direktur Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste Carolyn Turk mengatakan, perekonomian Indonesia akan tumbuh stabil di tahun-tahun mendatang karena didorong beberapa faktor seperti peningkatan belanja publik, meningkatnya investasi bisnis, dan permintaan konsumen yang stabil.

Stabilitas ekonomi ini, menurut Bank Dunia, mampu dicapai Indonesia meski menghadapi hambatan dari menurunnya harga komoditas yang sempat melonjak, meningkatnya volatilitas harga pangan dan energi, serta meningkatnya ketidakpastian geopolitik.

"Kesuksesan kinerja ekonomi Indonesia sebagian besar adalah berkat kerangka kebijakan makroekonomi pemerintah yang kuat, yang membantu menarik investasi," kata Carolyn berdasarkan Laporan Bank Dunia berjudul "Indonesia Economic Prospects" di Jakarta, Senin (24/6/2024).

"Adalah penting ntuk mempertahankan kebijakan makro yang berhati-hati (prudent), dan transparan, seraya menciptakan ruang fiskal yang memungkinkan belanja prioritas untuk perlindungan sosial serta berinvestasi pada modal manusia (human capital) dan infrastruktur," sambungnya.

Ramal inflasi 2024

Bank Dunia menyoroti kenaikan harga pangan menyebabkan penyebab meningkatnya inflasi di Indonesia.

Untuk diketahui, inflasi konsumen di Indonesia naik mencapai 2,8 persen pada Mei 2023, menandai dari sebesar 2,6 persen tahun ke tahun (yoy) pada bulan Januari.

Dengan demikian, Bank Dunia memperkirakan inflasi di Indonesia rata-rata mencapai 3 persen di 2024.

"Inflasi utama diperkirakan akan mencapai rata-rata sekitar 3 persen pada tahun 2024," kata Carolyn.

Perusahaan kecil kurang kontribusi terhadap ekonomi

Bank Dunia mengatakan, Indonesia memiliki banyak perusahaan kecil. Namun, kontribusi mereka sangat minim terhadap pertumbuhan ekonomi.

Adapun Indonesia memiliki 66 juta badan usaha di sektor swasta. Dari jumlah tersebut, 9 juta di antaranya sudah terdaftar.

Kelompok ini terdiri dari usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang beropersi di sektor grosir dan eceran (54 persen), disusul akomodasi, makanan dan minuman (20 persen), industri pengolahan (14,5 persen), dan jasa lainnya (5,75 persen).

"Banyak perusahaan kecil yang tidak produktif. Hal ini menimbulkan kekhawatiran mengenai dinamika yang diperlukan untuk mendorong perekonomian ke depan," kata Senior Private Sector Specialist di Bank Dunia Alexandre Hugo dalam kesempatan yang sama.

Alexandre mengatakan, saat ini sebesar 5 persen perusahaan terbesar di Indonesia menguasai 90 persen pendapatan.

Angka tersebut, kata dia, lebih besar dari negara-negara lain seperti Turki sebanyak 20 persen, Meksiko sebanyak 35 persen, dan 75 persen di Filipina.

Bank Dunia bilang, hal tersebut menunjukkan ketimpangan persaingan yang dapat menghambat inovasi di dalam negeri.

"Jumlah ini jauh lebih sedikit dibandingkan dengan 90 persen di Indonesia. Hal ini menunjukkan adanya ketimpangan yang dapat menghambat persaingan dan inovasi di dalam negeri. Jadi sepertinya kita punya alternator ganda, seperti ekonomi ganda," ujarnya.

Alexandre menambahkan, meskipun perusahaan-perusahaan besar menghasilkan pendapatan dalam jumlah besar, mereka menciptakan sedikit lapangan kerja dan tampak nyaman dengan posisi pasar.

Berdasarkan kondisi tersebut, ia mengatakan, Indonesia memerlukan strategi untuk meningkatkan produktivitas perusahaan kecil dan meningkatkan kontribusi mereka dalam penciptaan lapangan kerja.

"Hal ini membawa kita pada peraturan yang memungkinkan kelancaran operasionalisasi bisnis. Lingkungan bisnis ibarat baterai, yang menyediakan start yang diperlukan untuk mesin dan memberi daya pada semua komponen kelistrikan mobil," ucap dia.

https://money.kompas.com/read/2024/06/25/070700526/bank-dunia-proyeksi-pertumbuhan-ekonomi-awal-pemerintahan-prabowo-gibran-5-1

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke