Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Martini, Dengan Rp 250.000 Raup Euro dan Dollar AS

Kompas.com - 04/05/2009, 08:13 WIB

KOMPAS.com - PENGUSAHA kerajinan jarang tergusur oleh industri modern. Soalnya, pekerjaan tangan tidak bisa digantikan mesin, bahkan mesin yang canggih sekali pun.

Berkah itulah yang sekarang dinikmati Martini. Ibu seorang putri ini sudah sembilan tahun berbisnis kerajinan. Ia membuat beragam barang anyaman dan mengekspor produknya ke Eropa dan Amerika.

Kini, perusahaan bernama Martini Natural, yang ia dirikan dengan modal Rp 250.000, telah berkembang menjadi besar.

Setidaknya, Martini mempekerjakan 70 karyawan di rumahnya sendiri. Selain itu, ia merekrut 600 pekerja di Bantul dan Kulonprogo. Dari merekalah Martini mendapatkan pasokan anyaman. “Tenaga kerjanya tersebar di DIY, Klaten, dan Solo, Kutoarjo, Purworejo, dan Magelang,” kata Hari Santosa, Direktur PT Sarana Yogya Ventura (SYV), anak perusahaan PT Bahana Artha Ventura, pemberi kredit untuk Martini.

Kebanyakan pekerja yang terlibat dalam usaha Martini adalah perempuan. Di antaranya banyak pula yang berusia lanjut (lansia). Menurut Martini, ada beberapa jenis produk yang memang bisa dikerjakan oleh lansia. “Daripada mereka enggak ada pekerjaan, saya beri nenek-nenek itu kegiatan seperti ini,” ujar wanita 36 tahun ini.

Kisah bisnis Martini cukup unik. Dunia anyam-menganyam sebenarnya bukan hal baru bagi anak ketiga dari empat bersaudara ini. Sejak masih SD, Martini sudah kerap menganyam, untuk tugas sekolah. Namun, begitu berangkat dewasa, Martini mengaku tidak pernah terpikir untuk memakai keahlian tersebut. Bahkan, ia bekerja sebagai pembantu rumahtangga. Menuruti mata pencahariannya itu, Martini sempat berkelana ke Padang dan Lampung.

Sehabis menikah, Martini memutuskan untuk pulang kampung. “Setelah menikah, saya bekerja pada orang lain untuk membuat anyaman,” ujar istri Nurhadi ini. Tak lama kemudian, perusahaan tempatnya bekerja tersebut tutup. Maka, Martini memberanikan diri untuk menjajal bisnis kerajinan miliknya sendiri.

Mulai 1 Maret 1999, di Kulon-progo, Yogyakarta, Martini membuat anyaman dari eceng gondok. Perempuan yang juga pernah berdagang sayur di pasar tradisional ini menguras tabungan untuk modal.

Tanpa ragu, Martini menyerahkan produk anyaman, seperti tas dan karpet bikinannya, kepada pedagang kerajinan. Ia menggenjot sepeda tua peninggalan orangtuanya, sejauh sekitar 40 kilometer, demi mengantarkan dagangan. “Pesanan itu diantar minimal dua hari sekali,” sambung Martini.

Ternyata, kerajinan bikinan Martini disukai. Permintaan dari pedagang makin banyak. “Modal Rp 250.000 itu terus berputar,” kenang Martini. Lama-lama, ia kewalahan memenuhi permintaan. Ia mulai merekrut saudara dan tetangga sekitar untuk menganyam. Adapun ia sendiri mengerjakan desain dan sampel produknya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com