Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akhir Keemasan Ekonomi Jepang

Kompas.com - 24/01/2010, 08:18 WIB

Namun, kini warga Jepang pendorong produktivitas tinggi dekade 1960-an sudah menua. Pertumbuhan penduduk juga anjlok.

Kreativitas Jepang, untuk menciptakan basis ekonomi nonmanufaktur, juga seret. Jepang terus bersandar pada ekonomi dengan basis manufaktur walau dengan kualitas tinggi. Namun, belakangan China menjadi pesaing terbesar di sektor manufaktur. Diperkirakan kekuatan ekonomi China akan menempati urutan kedua, menggusur Jepang pada 2020.

Selama bertahun-tahun, Jepang didera deflasi yang tak kunjung usai. Ketika hampir pulih, krisis global ganti menghantam. Pertumbuhan ekonomi seret, menyurutkan pula arus penumpang Jepang yang pada masa lalu amat gencar pelesiran.

Persaingan keras dari maskapai penerbangan dunia, baik Asia dan AS, juga terus menghantam JAL, yang dikenal aman dan mahal.

Adalah merupakan kebanggaan tersendiri jika orang Jepang bekerja di JAL. Hidup keluarganya terjamin, lengkap, hingga manfaat pensiun yang sangat besar. Namun, manfaat pensiun ini juga turut melahirkan masalah pada keuangan JAL.

Harapan masih ada bagi JAL untuk eksis. Dari 134 perusahaan Jepang yang menyatakan diri bangkrut periode 2004 dan 2009, sekitar 50 persen dapat memperbaiki diri. Hanya 1,5 persen dari perusahaan bangkrut itu yang dilikuidasi, menurut data dari Teikoku Databank.

Perusahaan-perusahaan itu rata-rata memerlukan waktu 1,7 tahun untuk keluar dari proses restrukturisasi. Mungkin setelah tiga tahun menjalankan restrukturisasi, JAL akan kembali bangkit berjaya.

Namun, itu pasti hanya dalam bentuk perusahaan yang lebih kecil dan tidak lagi mampu melayani 217 bandara di 35 negara dan kawasan. Mungkin JAL juga tidak akan mampu lagi mengangkut 53 juta penumpang seperti tahun lalu, yang sebanyak 41 juta adalah untuk rute domestik.

JAL tak akan lagi jadi penerbangan terbesar dunia, dalam konteks frekuensi penerbangan reguler seperti masa silam.

Analis dari Nomura Securities, Makoto Murayama, mengatakan, JAL juga salah kalkulasi soal potensi pasar. ANA jauh lebih profesional memperhitungkan prospek pasar dan persaingan.

JAL sudah lama tak layak secara keuangan. Raksasa ekonomi menopangnya dengan bentuk suntikan dana pemerintah berkali-kali. ”Raksasa ekonomi nomor dua di dunia sudah mulai uzur, dan uzur pulalah kejayaan JAL di udara,” demikian tulisan di kantor berita Agence France Presse pada 19 Januari.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com