Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sakti, Jaringan Lokal Lirik Layar Dunia

Kompas.com - 22/08/2010, 12:37 WIB

KOMPAS.com — Sakti Parantean sering merasa gemas pada tahun-tahun yang lalu. Gara-garanya, film masih lebih sering dipandang sebagai etalase kebudayaan ketimbang industri, utamanya oleh pemerintah. Disanjung-sanjung sebagai salah satu sarana pendidikan, tetapi dukungan yang diterima kecil. Padahal, sebuah produksi film atau televisi bisa mendatangkan pemasukan yang tak kecil. Bahkan, yang beroleh penghasilan bukan hanya pekerja kreatifnya, melainkan juga penyedia jasa di lokasi pengambilan gambar, misalnya penjual makanan.

Akibat paradigma tersebut, industri audiovisual di daerah tidak berkembang sehingga para pekerja kreatifnya memilih pindah bidang. Sebagai sutradara, Sakti sering mengalami sendiri sulitnya mendapatkan kru lokal. Padahal, kalau melihat ajang Festival Film Dokumenter atau Eagle Award MetroTV, banyak talenta lokal yang bagus. Kekosongan pekerja di daerah ini membuat biaya produksi membengkak.

Tak mau problem yang dialaminya berkepanjangan, pria berusia 36 tahun ini pun membangun jaringan kreatif Hybrid! Fictionary tak lama setelah ia mendirikan perusahaannya, Fictionary Media Technology (FMT) pada 2002. Ia melibatkan 30 pekerja film—juru kamera, manajer produksi, penata rias—melalui 10 simpul di Yogyakarta, Denpasar, dan Malang.

"Mereka sangat antusias dari awal, walaupun selalu ada proses adjustment terutama dalam hal culture dan proses kerja," kata Sakti yang mulai berkecimpung di dunia film pada 1996 ini.

Melalui Hybrid!, tenaga-tenaga kreatif film di Indonesia juga bisa mendapatkan proyek yang internasional. Semisal ada rumah produksi dari luar negeri membutuhkan tenaga untuk keperluan shooting di Indonesia, jejaring Hybrid! Fictionary siap dipekerjakan. Sakti menilai, kerja sama dengan pihak luar negeri ini bisa menjadi sarana tukar-menukar ilmu serta membuka pintu sineas dan pekerja kreatif Indonesia berkiprah di panggung internasional.

Agus Darmawan, sutradara yang terlibat dalam Hybrid!, menyebut Sakti sangat inspiratif dalam jaringan kreatif tersebut. Dengan mempertemukan para pembuat film, yang terlibat bisa tahu banyak tentang pemetaan film dokumenter dan konten dalam fim Indonesia. “Setelah pulang, mereka menularkan ilmu ke komunitas masing-masing,” kata Agus yang bercita-cita mendirikan Children Film School.

Setelah Hybrid! berdiri, industri audiovisual di tiga kota itu pun makin menggeliat. Sakti sendiri menyebut pekerja audiovisual Indonesia layak optimistis karena peluang yang ada sangat banyak. Di depan mata, ada 54 stasiun televisi swasta dan nasional, serta 21.795 stasiun televisi asing. Sekiranya setiap tahun, 0,01 persen saja dari stasiun-stasiun televisi asing itu memesan acara berdurasi satu jam, akan ada 218 jam produksi dari Indonesia. Saat ini, misalnya, sudah ada production house Indonesia yang menyuplai program televisi untuk National Geographic atau Discovery Channel.

Langkah Sakti menggandeng tenaga kreatif lokal tak hanya membangkitkan semangat pekerja di daerah, tetapi juga mendatangkan keuntungan nyata bagi perusahaan Sakti, FMT. Tahun lalu, FMT berhasil membukukan pemasukan Rp 3 miliar. Tak kalah penting, terobosan kemitraannya berbuah kemenangan dalam ajang International Young Creative Entepreneur (IYCE) Screen Award 2008 di Inggris. Dewan juri menilai, Sakti mempunyai visi bisnis yang bisa menjawab tantangan sekaligus menghadirkan dimensi moral dan sosial dengan model infrastrukturnya.

Kemenangan Sakti antara lain mengantarkannya bekerja sama dengan seniman multimedia D-Fuse dan seniman-seniman lain Indonesia dalam proyek Video Mapping 3D di Museum Fatahillah, Jakarta, pada bulan Maret 2010. Saat itu, kolaborasi ini berhasil menghadirkan kehebohan karena membuat bangunan museum “pecah” berantakan.

Pencapaian Sakti lebih mengesankan lagi bila menilik latar belakangnya yang sejatinya sarjana ekonomi dari Curtin University, Australia. Ia mengawali kariernya di dunia film sebagai asisten produksi di beberapa film dokumenter Australia pada 1996. Ia sempat bekerja sebagai konsultan keuangan sebelum total di FMT pada 2002.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com