”Dalam sepuluh tahun terakhir, kasus ini adalah yang terbesar. Saat ini kami sedang terus mencari jaringannya, termasuk yang memproduksinya,” kata Kepala Polresta Barelang Komisaris Besar Eka Yudha Satriawan, Jumat (29/10).
Berdasarkan penyidikan sementara, polisi menduga uang palsu tersebut diproduksi di luar Batam. Tersangka yang membawanya masuk ke Batam adalah SY (45), warga luar Batam, yang masih dalam pencarian. Tersangka lainnya yang masih dalam pencarian adalah SU (37) dan N (45). Keduanya adalah penduduk Batam.
Sementara tersangka yang sudah tertangkap adalah A (37), warga Kecamatan Nongsa, Kota Batam. Pria yang bekerja sebagai pedagang sayuran dan kebutuhan rumah tangga tersebut dibekuk di salah satu jalan protokol di Batam, Rabu (27/10) pukul 21.00.
Kepolisian Sektor Nongsa yang menangani kasus ini mendapati satu lembar uang pecahan Rp 50.000 palsu dan satu lembar uang pecahan Rp 100.000 palsu dalam dompet A.
Menurut Kepala Polsek Nongsa Ajun Komisaris Agung Surya P, A awalnya hanya mengaku membawa uang dalam dompet saja. Namun setelah diperiksa lebih lanjut, tersangka akhirnya mengaku membawa uang palsu lainnya dalam kantung plastik warna hitam yang dibuang ke semak-semak saat polisi membekuknya.
Kantung plastik yang telah ditemukan polisi tersebut kini menjadi salah satu barang bukti. Nominal uang palsu dalam kantung tersebut total mencapai Rp 42,6 juta.
Semuanya pecahan Rp 100.000 yang dibundel menggunakan pita palsu bertanda Bank Indonesia per Rp 10 juta.
Pengakuan A kepada polisi, ia menerima uang palsu senilai Rp 70 juta dari SY. Hampir Rp 20 juta di antaranya telah dibelanjakan A, mayoritas untuk kulak sayuran pada dini hari.
A juga memberikan Rp 8 juta kepada SU. Sementara sisanya Rp 42,6 juta belum sempat dibelanjakan karena A keburu dibekuk polisi. Artinya, sedikitnya ada uang sekitar Rp 30 juta yang telah beredar di masyarakat. Tidak menutup kemungkinan ada uang palsu lain yang beredar di Batam di luar itu.
Untuk uang palsu senilai Rp 70 juta tersebut, A mengaku membeli senilai Rp 10 juta. Pembayaran kepada SY tidak dilakukan di awal, melainkan setelah A membelanjakan sebagian uang palsu. Sistem transaksi uang palsu tersebut tak mengenal harga pasti karena sifatnya tawar-menawar.
Atas perbuatannya, A dijerat Pasal 245 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Intinya, barang siapa dengan sengaja mengedarkan uang palsu diancam hukuman pidana penjara maksimal 15 tahun.
Saat Kompas mencermati uang palsu tersebut sekilas tampak asli. Apalagi jika tidak disandingkan dengan uang pecahan Rp 100.000 yang asli.