Langkah efisiensi karena kenaikan biaya listrik dengan pengurangan tenaga kerja juga dikemukakan Ketua Apindo Jawa Tengah Djoko Wahjudi di Semarang, Kamis (13/1/2011). Jika tarif listrik naik, sementara harga bahan baku juga naik dan suku bunga masih tinggi, pengusaha kian tercekik. ”Saat ini saja keuntungan kami sudah menipis, hanya 2-3 persen. Keuntungan di bawah 5 persen berbahaya,” kata Djoko.
Kenaikan harga bahan baku, kata Djoko, masih dapat disiasati dengan memodifikasi bahan lain. Namun, kenaikan tarif listrik tidak dapat disiasati karena masih banyak perusahaan bergantung pada suplai listrik dari PT PLN.
Oleh karena itu, jika pengusaha dibebani tarif listrik yang tinggi, tidak ada yang dapat dilakukan kecuali mengurangi jumlah pekerja. Kenaikan harga produk tidak mungkin dilakukan karena akan kalah bersaing dengan produk luar negeri.
Menurut Djoko, perusahaan tekstil dan sepatu membutuhkan daya listrik paling besar sehingga biaya produksi pasti akan membengkak. Padahal, kedua bidang itu menjadi penopang dan memiliki tenaga kerja paling besar.
Vice President Public Relations PT Asia Pacific Fibers (APF) Tbk Kalay Selwan mengungkapkan hal senada. Biaya listrik yang harus dibayarkan bisa meningkat hingga 38 persen. Kenaikan itu akan sangat berpengaruh terhadap biaya produksi karena tarif listrik menyumbang 25 persen dari biaya produksi. Ini belum ditambah biaya lain yang juga naik, seperti bahan baku dan bahan-bahan kimia.
”Kami sudah bertemu dengan PT PLN dan mengungkapkan keberatan. Tinggal bagaimana keputusan pemerintah. Kami berharap kebijakan yang diambil tidak kontraproduktif,” ujar Kalay.
Jika kenaikan tarif dasar listrik diberlakukan, Kalay menyebutkan, sebanyak 2.400 karyawan yang bekerja di PT APF terancam diberhentikan karena aktivitas produksi juga akan dikurangi.
Keadilan
Staf Khusus Menteri Perindustrian Benny Soetrisno menegaskan, pokok persoalan kebijakan PT PLN adalah soal subsidi listrik. Dari informasi PLN, kalau capping 18 persen itu tidak dicabut, PLN butuh tambahan subsidi Rp 1,8 triliun. Padahal, sesuai undang-undang, subsidi listrik hanya maksimal Rp 40 triliun.
Menurut Benny, hal yang terpenting bagi industri adalah keadilan. Jangan ada disparitas harga. Pasalnya, ada industri yang dikenai 18 persen, tetapi ada juga yang dikenai tarif multiguna dikurangi 18 persen. Karena itu, industri menghendaki capping 18 persen dipertahankan selama satu tahun. (OSA/UTI/GRE)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.