Jakarta, Kompas
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta Komisi VII DPR telah menyepakati asumsi volume BBM bersubsidi dalam RAPBN Perubahan Tahun Anggaran 2011 adalah 40,49 juta kiloliter (kl). Rinciannya, premium 24,54 juta kl, minyak tanah 1,8 juta kl, dan solar 14,15 juta kl.
Namun, Badan Pengatur Kegiatan Hilir Migas mencatat, hingga September 2011, realisasi konsumsi BBM bersubsidi mencapai 30,76 juta kl. Padahal kuota sampai September 29,99 juta kl. Hal ini berarti realisasi konsumsinya sudah 102,6 persen dari kuota dalam APBN-P 2011.
”Kami berupaya mematuhi kuota dalam APBN. Kalau sudah ditetapkan angkanya, kebijakannya harus dibuat secara runut. Sebagai operator, kami tinggal mengikuti saja. Konsekuensinya adalah ada pengaturan dari permintaan BBM bersubsidi,” kata Wakil Presiden Komunikasi Korporat Pertamina Mochamad Harun, Kamis (6/10), di Jakarta.
Perseroan itu selama ini menyalurkan BBM bersubsidi berdasarkan kuota tahunan kemudian dibagi berdasarkan realisasi harian. Hal ini disesuaikan antara permintaan BBM bersubsidi dan kuota yang diatur. ”Kami sudah mempunyai kuotanya dari angka harian. Sekarang kami tinggal mengatur,” kata dia.
Selama bulan puasa dan arus mudik Lebaran, perseroan itu melonggarkan pasokan BBM bersubsidi seiring peningkatan kebutuhan bahan bakar. ”Sekarang, kami mulai memperketat distribusinya agar tidak melebihi kuota. Polanya dengan kontrol harian. Jika stok BBM di sebuah SPBU (stasiun pengisian bahan bakar untuk umum) habis pada jam dua siang, kami baru memasok lagi keesokan harinya,” ujarnya.
Jadi, pihaknya akan mengawasi penggunaan BBM sejumlah daerah yang kelebihan kuota harian, terutama daerah pertambangan dan perkebunan.
”Jadi kami memfokuskan pada daerah yang banyak penyalahgunaan. Karena berapa pun kami suplai, tetap saja kekurangan pasokan,” kata Harun lagi.
Terkait Pajak Eksplorasi, Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak Kementerian Keuangan Askolani menyatakan, pemerintah akan membebaskan Pajak Pertambahan Nilai barang strategis untuk kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi.
”Jadi, kami tidak memberikan lagi dalam bentuk subsidi pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah,” katanya.