Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Setelah Peringkat Naik?

Kompas.com - 02/02/2012, 02:13 WIB

Dari sisi pengeluaran, mata anggaran terbesar adalah untuk transfer ke daerah dalam rangka otonomi, subsidi, terutama subsidi BBM, pembayaran gaji PNS, dan bunga utang. Pengeluaran pembangunan hanya 2,3 persen dari PDB 2011. Dengan anggaran pembangunan rendah, tak mungkin pemerintah dapat mengatasi kelangkaan infrastruktur dewasa ini.

Meminjam atau menjual SUN di pasar dunia adalah salah satu alternatif untuk membiayai pembangunan infrastruktur pada tingkat rasio penerimaan pajak yang rendah ini. Apalagi tingkat suku bunga sedang menurun karena naiknya peringkat utang. Pilihan lain, mengundang partisipasi modal swasta untuk investasi di infrastruktur. Karena tabungan nasional relatif kecil dan pasar uang nasional relatif sempit, meminjam di pasar dalam negeri dapat menimbulkan crowding out yang meningkatkan suku bunga bagi investasi swasta. Dalam hal meminjam, Indonesia masih punya peluang karena rasio defisit APBN dan rasio utang negara terhadap PDB masih berada di bawah tingkat yang diperbolehkan UU Keuangan Negara.

Tidak ada yang perlu ditakuti selama utang digunakan untuk keperluan peningkatan produksi dan produktivitas ekonomi nasional, seperti proyek-proyek infrastruktur. Peningkatan produksi itu kelak digunakan untuk melunasi utang.

Nilai tukar rupiah kian menguat

Gabungan antara peningkatan harga komoditas ekspor bahan mentah dan derasnya pemasukan modal jangka pendek telah menguatkan nilai tukar rupiah, baik nominal maupun riil, setelah dikoreksi dengan tingkat laju inflasi. Penguatan rupiah karena kenaikan harga bahan mentah dan pemasukan modal jangka pendek ini mengganggu daya saing komoditas lain (the Dutch disease). Sebagai contoh, karena rupiah kian menguat, buah-buahan, kembang, dan berbagai jenis produk manufaktur kita tak mampu bersaing dengan impor. Akibatnya, terjadi proses deindustrialisasi di mana peranan sektor industri manufaktur kian mengalami erosi, baik dalam pembentukan PDB, penghasilan ekspor, maupun penyerapan tenaga kerja.

Apresiasi rupiah mendorong realokasi faktor-faktor produksi dari sektor traded ke sektor nontraded. Sektor traded dianggap lebih efisien karena menghasilkan barang dan jasa yang bisa diekspor ke pasar dunia dan diimpor. Sektor nontraded, seperti real estat, mal, dan lapangan golf, hanya dikonsumsi di mana ia diproduksi. Penguatan rupiah sekaligus menimbulkan ketimpangan regional. Hasil tambang, pertanian, dan perikanan laut yang harganya meningkat karena pertumbuhan ekonomi China dan India yang pesat itu diproduksi di luar Jawa, seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Sebaliknya, produsen komoditas yang tak mampu bersaing dengan China dan India berada di Pulau Jawa.

Karena penduduk Jawa sangat padat, pengangguran akan menimbulkan masalah sosial. Cara penanggulangan kemiskinan terbaik adalah menciptakan lapangan kerja bagi penganggur dan bukan sekadar membagi-bagikan beras untuk orang miskin (raskin), bantuan langsung tunai, ataupun mengekspor TKI ke luar negeri.

Kebijakan pengaturan kurs devisa oleh pemerintah sekarang ini bertolak belakang dengan devaluasi oleh Orde Baru pada 1978, 1993, dan 1986. Saat itu ekonomi Indonesia masih kuat dan menikmati berkah dari harga minyak tinggi. Devaluasi rupiah dilakukan untuk mengoreksi penyakit Belanda dan merangsang ekspor manufaktur, terutama tekstil dan pakaian jadi serta alas kaki, mengantisipasikan penurunan ekspor migas karena penurunan tingkat harga. Sekarang ini, kurs devisa justru ikut mematikan kegiatan industri dan pertanian di dalam negeri.

ANWAR NASUTION Guru Besar Fakultas Ekonomi UI

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kredit Pintar Catat Pertumbuhan Pinjaman 3,40 Persen di Sumut, Didominasi Kota Medan

Kredit Pintar Catat Pertumbuhan Pinjaman 3,40 Persen di Sumut, Didominasi Kota Medan

Whats New
Bank DKI Dorong Penerapan CSR yang Terintegrasi Kegiatan Bisnis

Bank DKI Dorong Penerapan CSR yang Terintegrasi Kegiatan Bisnis

Whats New
Butik Lakuemas Hadir di Lokasi Baru di Bekasi, Lebih Strategis

Butik Lakuemas Hadir di Lokasi Baru di Bekasi, Lebih Strategis

Whats New
Mau Bisnis Waralaba? Ada 250 Merek Ikut Pameran Franchise di Kemayoran

Mau Bisnis Waralaba? Ada 250 Merek Ikut Pameran Franchise di Kemayoran

Smartpreneur
TEBE Tebar Dividen Rp 134,9 Miliar dan Anggarkan Belanja Modal Rp 47,6 Miliar

TEBE Tebar Dividen Rp 134,9 Miliar dan Anggarkan Belanja Modal Rp 47,6 Miliar

Whats New
Gramedia Tawarkan Program Kemitraan di FLEI 2024

Gramedia Tawarkan Program Kemitraan di FLEI 2024

Whats New
J Trust Bank Cetak Laba Bersih Rp 44,02 Miliar pada Kuartal I 2024

J Trust Bank Cetak Laba Bersih Rp 44,02 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
94 Persen Tiket Kereta Api Periode Libur Panjang Terjual, 5 Rute Ini Jadi Favorit

94 Persen Tiket Kereta Api Periode Libur Panjang Terjual, 5 Rute Ini Jadi Favorit

Whats New
Libur Panjang, Jasa Marga Proyeksi 808.000 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek

Libur Panjang, Jasa Marga Proyeksi 808.000 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek

Whats New
Kemenhub Bebastugaskan Pejabatnya yang Ajak Youtuber Korsel Main ke Hotel

Kemenhub Bebastugaskan Pejabatnya yang Ajak Youtuber Korsel Main ke Hotel

Whats New
Libur Kenaikan Yesus Kristus, 328.563 Kendaraan Tinggalkan Jakarta

Libur Kenaikan Yesus Kristus, 328.563 Kendaraan Tinggalkan Jakarta

Whats New
OCBC Singapura Ajukan Tawaran Rp 16 Triliun untuk Akuisisi Great Eastern Holdings

OCBC Singapura Ajukan Tawaran Rp 16 Triliun untuk Akuisisi Great Eastern Holdings

Whats New
Inggris Keluar dari Jurang Resesi Ekonomi

Inggris Keluar dari Jurang Resesi Ekonomi

Whats New
Minta Penjualan Elpiji di Warung Madura Diperketat, Ini Penjelasan Peritel

Minta Penjualan Elpiji di Warung Madura Diperketat, Ini Penjelasan Peritel

Whats New
Intervensi Bank Sentral Kesetabilan Rupiah dan Cadangan Devisa

Intervensi Bank Sentral Kesetabilan Rupiah dan Cadangan Devisa

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com