Harapan itu muncul dalam konferensi pers ”Mencermati Proses Calon Komisioner OJK” di Jakarta, Selasa (10/4). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan mengawasi perbankan dan lembaga keuangan nonbank.
Konferensi pers dihadiri Direktur Eksekutif Institute for
OJK diharapkan jadi lembaga yang kredibel, tegas, dan transparan. Dengan sistem yang demikian, kasus-kasus perbankan dapat dikurangi. Hal ini penting karena perbankan menguasai 80 persen aset sektor keuangan.
”Dengan OJK, pengaturan dan pengawasan lembaga keuangan menjadi lebih baik,” kata Enny.
Kredibilitas yang terjaga juga menjadi beban OJK. Pasalnya, masyarakat juga menuntut agar lembaga itu jauh lebih baik dibandingkan dengan BI serta Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK).
”Harus dipikirkan, apa yang akan dilakukan jika kinerja OJK tidak sesuai yang diharapkan?” kata Prasetyantoko.
Pada praktiknya, peserta seleksi calon anggota Dewan Komisioner OJK justru didominasi orang-orang dari BI dan Kementerian Keuangan atau Bapepam-LK. Sebanyak 14 nama yang saat ini sudah di tangan DPR, yang berasal dari BI di antaranya Muliaman D Hadad dan Kusumaningtuty. Dari Kemenkeu atau Bapepam-LK antara lain Nurhaida dan Rahmat Waluyanto.
”Kami khawatir, OJK hanya akan seperti BI dan Bapepam-LK saja,” ujar Danang.
Dengan anggota Dewan Komisioner yang didominasi BI dan Kemenkeu, kesan ”mengamankan” keputusan institusi lama menjadi kental. Apalagi, tidak ada jeda masa jabatan bagi calon tersebut dari posisinya saat ini.