Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Naikan Harga BBM Ditentang, Pengendalian Pun Sulit

Kompas.com - 02/05/2012, 11:37 WIB
Ester Meryana

Penulis

Ia menyebutkan, alasan keterlambatan pengiriman adalah jumlah depo yang mempunyai Pertamax sedikit dan jarak depo yang jauh ke stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU). Jauhnya lokasi depo dengan SPBU menyebabkan waktu pengiriman menjadi lebih lama."Tidak semua depo ada Pertamax," ucap dia.

Tapi, katanya, pihak pengusaha SPBU sendiri dari sisi infrastruktur sudah siap jika pembatasan diberlakukan, khususnya bagi mereka yang berada di wilayah Jabodetabek. Ia mengatakan, sekitar 90 persen SPBU di Jabodetabek telah mempunyai tangki dan dispenser BBM non-subsidi, seperti Pertamax.

Sementara dari sisi pengguna, harga BBM non-subsidi yang lebih dari dua kali lipat dari harga BBM bersubsidi, terasa memberatkan. Per 1 Mei, harga Pertamax, yang merupakan BBM non-subsidi termurah, dijual Rp 9.850 per liter untuk wilayah DKI Jakarta. Harga itu bisa lebih mahal di daerah lainnya di Indonesia. Sementara harga BBM bersubsidi hanya Rp 4.500 per liter.

Bagaimana baiknya?

Satya pernah mengusulkan agar Pemerintah membatasi konsumsi BBM bersubsidi per kendaraan per hari untuk mobil pribadi. Cara membatasi berdasarkan kapasitas mesin ataupun tahun kendaraan belum cukup karena bisa saja konsumen atau masyarakat memperbesar tangki mobilnya. Mekanisme terbaik menurut Satya adalah dengan kartu pengendali. Ia lebih setuju bila pengendalian konsumsi BBM bersubsidi dilakukan dengan kartu pengendali ketimbang stiker. "Ini bisa menjamin sistem pengendalian volume konsumsi BBM bersubsidi per kendaraan per hari dari mobil yang berhak," sebut Satya.

Lalu Pri Agung menuturkan, pembatasan konsumsi BBM bersubsidi dengan kapasitas mesin (cc) dan tahun kendaraan itu sudah baik. Tinggal kedua ukuran batasan tersebut diwujudkan dalam bentuk pelat mobil berwarna tertentu. Pelat ini, terang Pri, tidak mudah dipalsukan seperti halnya stiker. Untuk pelat, masyarakat yang masih boleh mengonsumsi BBM bersubsidi tinggal mengurus ke kepolisian. "Masyarakat ada inisiatif untuk mengurus itu," sambungnya.

Sembari itu, lanjut Pri Agung, pemerintah dan pihak terkaitn juga bisa memisahkan jalur pengisian BBM di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU). Jalur dipisahkan antara BBM subsidi dan non-subsidi. "Jadi masyarakat yang tetap menggunakan BBM bersubsidi harus mendapatkan pelat nomor mobil yang dibedakan, misalnya warna biru. Kalau stiker terlalu mudah dipalsukan ketimbang pelat mobil," terang Pri.

Hari ini, (2/5/2012) pukul 14.00 WIB, Pemerintah dijadwalkan akan melakukan pembahasan kembali di Istana Negara. Nah, bagaimana keputusannya?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com