Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontrak Kakao Mulai Pengaruhi Bursa Dunia

Kompas.com - 15/05/2012, 02:58 WIB

Makassar, Kompas - Kontrak berjangka kakao yang diluncurkan Bursa Berjangka Jakarta pada pertengahan Desember 2011 mulai berdampak pada pembentukan harga internasional. Pengaruh tersebut akan semakin kuat dengan diterapkannya serah terima fisik kakao sebagai bentuk penyelesaian kontrak berjangka.

Direktur Utama Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) Made Soekarwo saat penyerahan fisik kakao antara PT Core Indonesia dan PT BT Cocoa, Senin (14/5), di Makassar, Sulawesi Selatan, mengatakan, kontrak kakao telah menurunkan fluktuasi harga kakao di bursa New York.

”Sebelumnya, fluktuasi harga kakao berkisar 5-8 persen. Sekarang sudah berkurang menjadi 3 persen. Di BBJ, fluktuasinya berkisar 2-3 persen,” ujarnya.

Dia mengatakan, pengaruh tersebut muncul karena transaksi kakao terus naik. Pada April, transaksinya tercatat 4.785 lot. Tahun ini ditargetkan tembus 60.000 lot. Dibandingkan dengan komoditas olein dan emas, kontrak kakao mendominasi transaksi multilateral di BBJ.

Serah terima fisik itu, lanjutnya, menjadi salah bukti bahwa kontrak kakao di BBJ sudah menjadi referensi harga bagi para pelaku usaha. Jumlah biji kakao yang diserahterimakan sebanyak 3 lot atau 15 ton. Direktur Utama PT Kliring Berjangka Indonesia Surdiyanto Suryodarmodjo mengatakan, dalam penyerahan fisik, standar kualitas harus jelas. Jika ternyata lebih bagus, diterapkan sistem premium. Sebaliknya, jika mutu lebih rendah, berlaku diskon.

Direktur Utama PT BT Cocoa Indonesia Sindra Widjaja mengatakan, kehadiran kontrak kakao sangat membantu kelancaran operasional perusahaan. ”Sangat membantu perencanaan produksi karena kami bisa memperoleh kepastian pasokan biji kakao. Kami juga bisa lindung nilai atas gejolak harga,” katanya.

Menurut dia, meski Indonesia dikenal sebagai produsen ketiga kakao di dunia, produksi kakao masih belum maksimal. Tahun lalu produksinya 560.000 ton, lebih rendah daripada tahun 2010. Karena itu, ia berharap gerakan nasional kakao dilanjutkan. Gerakan tersebut selama ini baru mencakup 30 persen areal tanam kakao.

”Jika produksi tidak dibenahi, Indonesia bisa berubah dari pengekspor menjadi pengimpor biji kakao. Pasalnya, kapasitas industri terus naik. Tahun 2014, kapasitas industri diperkirakan 500.000 ton,” paparnya.

Direktur Utama PT Core Indonesia Alusius Wayandanu mengatakan, biji kakao yang dijual petani sebagian besar masih asalan dan belum difermentasi. Kehadiran kontrak berjangka kakao diharapkan memacu produksi kakao fermentasi. Pasalnya, kontrak tersebut mensyaratkan kakao fermentasi dengan kadar air maksimal 7,5 persen sesuai dengan Standar Nasional Indonesia. (ENY/RIZ)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com