Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sukhoi Mencari Posisi

Kompas.com - 25/05/2012, 11:15 WIB

”Tidak sekadar masalah teknis seperti kemampuan mendarat di landasan pendek, tetapi juga kesesuaian dengan rencana bisnis Garuda,” ujarnya.

Harga per unit Bombardier CRJ1000 46 juta-47 juta dollar AS (sekitar Rp 423 miliar), yang artinya lebih mahal dari pesawat sejenis, tetapi tak menjadi soal bagi Garuda. ”Pesawat ini sudah terbukti keandalannya,” kata Batara.

Begitu juga Mandala Airlines yang lebih memilih Airbus A320. Pemegang saham Mandala Airlines, Sandiaga Salahudin Uno, menegaskan, pilihan sementara masih pesawat berpenumpang 180 orang dengan alasan kebutuhan jangka pendek. Namun, di masa depan, Mandala perlu memikirkan ekspansi ke daerah dengan pesawat berkapasitas 90-100 kursi.

”Lima produsen pesawat berkapasitas 90-100 kursi itu sudah menghasilkan produk yang bagus. Pilihan akan sama untuk kelas ini,” ujarnya.

Hanya pasar

Pengamat penerbangan Chappy Hakim mengatakan, pesawat yang cocok untuk Indonesia sebenarnya yang berbaling-baling sejenis CN-235. ”Untuk rute tertentu sebenarnya tak selalu dibutuhkan jet karena lebih irit dengan propeller. Akan tetapi, karena kepentingan nasional rendah, akhirnya Indonesia menjadi rebutan Airbus dan Boeing,” ujarnya.

”Indonesia hanya pasar. Kita malah memesan pesawat ke luar negeri, memberi lapangan pekerjaan bagi ribuan pekerja Boeing. Padahal, pekerja-pekerja kita di Bandung (PT Dirgantara Indonesia) tidak mendapat kerja,” kata Chappy.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Penerbangan Sipil Nasional Indonesia (INACA) Tengku Burhanuddin menegaskan, Indonesia akan terus menjadi pasar besar untuk maskapai penerbangan. Rata-rata orang naik pesawat sebanyak lima kali dalam setahun. Jika jumlah penerbangan mencapai 60 juta, baru 15 juta orang dari 230 juta penduduk Indonesia yang menikmati penerbangan.

”Kalau pertumbuhan ekonomi mencapai 6-7 persen, jumlah orang yang naik pesawat rata-rata tumbuh 15-20 persen per tahun. Itu artinya lebih banyak lagi pesawat yang dibutuhkan,” tuturnya.

Pengamat penerbangan Dudi Sudibyo berpendapat, tidak ada keberpihakan politik untuk membangun penerbangan. ”ATR yang kini diterbangkan Wings Air, menurut saya, hampir setara N-250,” kata Dudi.

Dia mengatakan, andai program-program kedirgantaraan dilanjutkan, Indonesia diyakini akan lebih banyak berbicara dan tidak sekadar menjadi pasar. ”Tetapi, apakah ada kemauan,” ujar Dudi. (RYO/HAR)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com