Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Swasta Kendalikan Stok Kebutuhan Pokok

Kompas.com - 17/07/2012, 09:03 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Pada masa lalu pemerintah mengendalikan stok beberapa bahan kebutuhan pokok. Namun, sebagai bagian dari program IMF guna mengatasi krisis ekonomi di Indonesia, pemerintah diminta tidak lagi memegang stok selain beras. Kini stok dikendalikan segelintir orang. Ternyata, harganya malah sering melonjak tiba-tiba.

Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Ahmad Erani Yustika dan Direktur Center for Agricultural Policy Studies Tito Pranolo, masing-masing dihubungi di Malang dan Jakarta, Senin (16/7/2012), mengatakan, problem klise berupa kenaikan harga bahan kebutuhan pokok menjelang Lebaran harus segera ditangani karena sudah bertahun-tahun tak pernah terselesaikan.

”Sumber masalahnya ada tiga, yaitu ketergantungan impor, konsentrasi distribusi, dan keterbatasan peran Perum Bulog,” kata Erani.

Hampir semua komoditas penting pangan nasional Indonesia bergantung pada impor dalam jumlah yang besar, seperti jagung, kedelai, daging, dan beras. Implikasinya, ketika terjadi kenaikan harga internasional atau tiba-tiba permintaan pasar domestik naik, harga di pasar akan cepat berubah naik.

”Ini hanya akan bisa diatasi apabila produksi ditingkatkan atau manajemen stoknya bagus. Celakanya, keduanya tidak dipunyai dan dilakukan pemerintah,” lanjutnya.

Mengenai distribusi, hal ini juga bermasalah karena beberapa komoditas pangan dikuasai oleh segelintir pelaku. Ini terjadi dalam distribusi gula, jagung, kedelai, daging, dan lain-lain. Penguasaan komoditas itu biasanya terkait dengan hak impor yang dimiliki beberapa pelaku tersebut. Konsentrasi penguasaan barang oleh beberapa distributor menyebabkan kontrol pasokan dan harga sepenuhnya di tangan mereka.

”Bulog punya peran yang sebenarnya strategis untuk mengontrol pasokan dan harga. Sayangnya, kewenangannya dipereteli. Bulog tak lagi mengontrol gula, kedelai, jagung, dan lain-lain, tetapi cuma beras. Itu pun dengan anggaran dan cadangan yang terbatas. Mestinya, Bulog masuk lagi ke bahan pokok dan mempunyai stok setara minimal 10 persen dari kebutuhan nasional,” ujarnya.

Tito mengatakan, dulu Perum Bulog mengendalikan secara permanen sejumlah komoditas, seperti beras, gula, kedelai, dan jagung. Lembaga ini juga mengendalikan sejumlah komoditas secara temporer, terutama saat Lebaran, seperti minyak goreng dan daging sapi.

”Intervensi dan penggunaan lembaga penyangga sebagai instrumennya untuk stabilisasi sangat tergantung dari pemerintah. Kebijakan harga dilepas ke pasar atau harga distabilkan tergantung dari pemerintah. Saat pemerintah melepas ke pasar, asumsinya pasar itu sempurna, padahal apakah demikian?” kata Tito.

Ia menambahkan, ketika pasar tidak sempurna, intervensi lembaga penyangga stok harus dilakukan. Perang dilakukan di pasar atas nama pemerintah.

”Dalam hal ini, pemerintah bisa membantu melalui biaya penyimpanan dan kredit bea masuk bagi sejumlah komoditas sehingga membuat lembaga penyangga tidak merugi,” ujar Tito.

Ia juga sepakat, setelah monopoli pemerintah dilepas menyusul penandatanganan surat kesanggupan berkehendak (LOI) Dana Moneter Internasional (IMF) tahun 1998, yang terjadi adalah stok dikuasai oleh segelintir orang.

”Setelah monopoli Bulog dicabut lebih dari 10 tahun lalu, mari kita lihat komoditas itu apakah kompetitif di pasar. Kalau kebijakan itu betul, komoditas kita jadi kompetitif. Yang terjadi? Segelintir orang yang menguasai stok,” ujar Tito.

Tak perlu panik

Pemerintah menegaskan, stok bahan pokok selama puasa mencukupi. Oleh karena itu, masyarakat tidak perlu panik dengan kelangkaan bahan pokok. Kenaikan harga bahan pokok yang terjadi di pasar lebih karena lonjakan permintaan dan gangguan distribusi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

CIMB Niaga Cetak Laba Sebelum Pajak Rp 2,2 Triliun pada Kuartal I-2024

CIMB Niaga Cetak Laba Sebelum Pajak Rp 2,2 Triliun pada Kuartal I-2024

Whats New
Rincian Tarif Listrik per kWh Berlaku Mei 2024

Rincian Tarif Listrik per kWh Berlaku Mei 2024

Whats New
Inflasi AS Sulit Dijinakkan, The Fed Pertahankan Suku Bunga

Inflasi AS Sulit Dijinakkan, The Fed Pertahankan Suku Bunga

Whats New
The Fed Tahan Suku Bunga, Mayoritas Saham-saham di Wall Street Melemah

The Fed Tahan Suku Bunga, Mayoritas Saham-saham di Wall Street Melemah

Whats New
IHSG Diperkirakan Melemah Hari Ini, Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

IHSG Diperkirakan Melemah Hari Ini, Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

Whats New
5 Cara Tarik Tunai DANA di Alfamart, IndoMaret, dan ATM

5 Cara Tarik Tunai DANA di Alfamart, IndoMaret, dan ATM

Spend Smart
Hari Buruh dan Refleksi Ketimpangan Gender

Hari Buruh dan Refleksi Ketimpangan Gender

Whats New
Punya Aset Rp 224,66 Triliun, LPS Siap Jamin Klaim Simpanan Bank Tutup

Punya Aset Rp 224,66 Triliun, LPS Siap Jamin Klaim Simpanan Bank Tutup

Whats New
Tak Lagi Khawatir Lupa Bawa Uang Tunai Berbelanja di Kawasan Wisata Samosir

Tak Lagi Khawatir Lupa Bawa Uang Tunai Berbelanja di Kawasan Wisata Samosir

Whats New
Info Limit Tarik Tunai BCA Sesuai Jenis Kartu ATM Lengkap

Info Limit Tarik Tunai BCA Sesuai Jenis Kartu ATM Lengkap

Spend Smart
3 Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu BCA, Penting Saat Lupa Bawa di ATM

3 Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu BCA, Penting Saat Lupa Bawa di ATM

Earn Smart
[POPULER MONEY] Serikat Pekerja Tuntut Naik Upah, Menaker Balik Tuntut Kenaikan Kompetensi | Luhut Janji Microsoft Tak Akan Menyesal Investasi Rp 27,6 Triliun di Indonesia

[POPULER MONEY] Serikat Pekerja Tuntut Naik Upah, Menaker Balik Tuntut Kenaikan Kompetensi | Luhut Janji Microsoft Tak Akan Menyesal Investasi Rp 27,6 Triliun di Indonesia

Whats New
Cara Bayar Tagihan FIF di ATM BCA, BRI, BNI, Mandiri, dan BTN

Cara Bayar Tagihan FIF di ATM BCA, BRI, BNI, Mandiri, dan BTN

Spend Smart
Bank Mandiri Tegaskan Tetap Jadi Pemegang Saham Terbesar BSI

Bank Mandiri Tegaskan Tetap Jadi Pemegang Saham Terbesar BSI

Whats New
Cek Jadwal Pembagian Dividen Astra Otoparts

Cek Jadwal Pembagian Dividen Astra Otoparts

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com