Jakarta, Kompas
”Ini titik awal pemanfaatan LNG bagi sektor transportasi dan rumah tangga,” kata Direktur Utama PT Pertamina Karen Agustiawan di Jakarta, seusai konferensi video pelaksanaan uji coba pemanfaatan LNG untuk transportasi dan rumah tangga di lingkungan PT Badak NGL, Bontang, Kalimantan Timur, Senin (6/8). Uji coba pemakaian LNG itu untuk kendaraan operasional PT Badak NGL dan tiga unit kompor rumah tangga.
Paradigma bisnis LNG yang sebelumnya berorientasi pada ekspor mulai berubah sejak beroperasinya terminal penerima, penyimpan, dan regasifikasi (floating storage regasification unit/FSRU) LNG Jawa Barat pada 24 Mei lalu. Terminal tersebut melayani kebutuhan gas untuk PT PLN. Dengan beroperasinya FSRU itu, pengembangan berbagai pemanfaatan LNG di dalam negeri makin terbuka lebar, termasuk untuk sektor transportasi dan rumah tangga.
”Ini sudah masuk dalam road map (peta jalan), direncanakan untuk kendaraan jarak jauh trans Jawa dan trans Sumatera. Sekarang dikaji keekonomiannya, diharapkan bisa digunakan sebelum dua tahun,” kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Evita H Legowo.
Berdasarkan data NGV Global, saat ini tercatat 15 juta kendaraan berbahan gas beroperasi di dunia. Pencatatan itu dilakukan terhadap semua jenis kendaraan berbahan bakar gas berupa LNG, gas alam terkompresi (compressed natural gas/CNG), dan gas cair untuk kendaraan (liquefied gas for vehicle/LGV).
Evita menjelaskan, dibandingkan bensin dan solar, LNG lebih ramah lingkungan karena dapat mengurangi emisi sekitar 85 persen. Dibandingkan CNG, LNG memiliki nilai densitas energi tiga kali lebih besar pada volume yang sama. Selain itu, pemanfaatan LNG sebagai bahan bakar bisa mengurangi biaya operasi kendaraan karena harga LNG lebih murah dibandingkan solar nonsubsidi. Harga LNG 18-20 dollar AS per juta metrik satuan panas inggris (million metric british thermal unit/MMBTU), sedangkan solar nonsubsidi Rp 9.807 per liter atau setara dengan 31 dollar AS per MMBTU.(EVY)