Menurut Kambuaya, hampir 72 persen lahan/hutan di Kalimantan dimiliki sektor pertambangan dan sawit. Padahal, sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Kalimantan, ada batas minimal perlindungan Kawasan Konservasi dan Kawasan Lindung bervegetasi 45 persen dari luas Pulau Kalimantan.
”Kalau lihat perpres ini, jumlah 45 persen lahan untuk dikonservasi di gambut ataupun hutan, tak cukup lagi,” kata dia.
Aktivis lingkungan yang juga peraih Kalpataru 2012 Pastor Samuel Oto Sidin mengatakan, pembukaan hutan besar-besaran untuk perkebunan 1990-an, membuktikan tandusnya lahan dan tanaman setempat. Saat ini, sulit mendapatkan tanaman gaharu dan tanaman kayu besi (ulin) yang berharga.
Sejak tahun 2002, ia bersama komunitas Rumah Pelangi di Desa Sungai Raya, Kubu Raya, Kalbar, memanfaatkan lebih dari 100 hektar lahan telantar (bekas lahan terbakar dan bekas tebangan liar) untuk ditanami berbagai pepohonan. Sedikitnya, 18 jenis pohon asam, 15 jenis bambu, kayu besi, gaharu, dan berbagai buah asli Kalimantan.