Joko Ismono, Pimpinan Bidang Layanan Nasabah PT BNI (Persero) Cabang Ketapang mengakui ekonomi di Ketapang yang memang mengandalkan komoditas, mengalami perlambatan dalam dua tahun terakhir. “Sejak ada pelarangan ekspor, imbas ke perbankan terasa sekali. Penghimpunan DPK (dana pihak ketiga) turun, begitu juga dengan penyaluran kredit,” kata Joko, Selasa (4/8/2015).
Kredit modal kerja turun Rp 10 miliar sejak pelarangan ekspor, Januari 2014 silam. Hal ini disebabkan tidak ada lagi kontraktor ataupun jasa transportasi yang beroperasi, seiring dengan penutupan tambang. Kredit untuk sektor perdagangan turun 40 persen.
Adapun DPK yang berhasil dihimpun BNI Cabang Ketapang per Juni juga turun 40 persen dibandingkan periode sama tahun lalu. Penurunan DPK per Juni mencapai Rp 150 miliar.
Sementara itu, risiko kredit bermasalah (NPL) melebar ke angka 2 persen, dari tren sebelum pelarangan ekspor yang bisa ditahan di angka 1 persen.
Sejak 12 Januari 2014 HPAM tidak dapat melakukan penjualan bauksit karena adanya pelarangan ekspor oleh pemerintah melalui Permen tersebut. External Relation Head HPAM Agus Rusli menuturkan, akibat pelarangan ekspor ini, sebanyak 1,14 juta ton metallurgical grade bauxite (MGB) senilai 43,32 juta dollar AS atau setara Rp 580,48 miliar (kurs Rp 13.400) menumpuk di pelabuhan, dan menjadi “uang mati”.
“Pada kondisi normal HPAM mampu berproduksi dan menjual rata-rata 12 juta ton MBG per tahun. Pada posisi harga MGB 38 dollar AS, maka akibat pelarangan ekspor bauksit, telah menyebabkan perusahaan mengalami potential loss sebesar 456 juta dollar AS per tahun,” kata Agus.
Pelarangan ekspor bauksit menyebabkan HPAM menghentikan aktivitas pertambangan dan mem-PHK sebanyak 4.455 orang karyawan langsung dan kontraktor. Mesin produksi dan alat transportasi terbengkalai, di antaranya 36 Bauxite Processing Plant (BPP), 439 unit alat berat, 722 unit dump truck, dan 286 unit mobil double cabin. “Terdapat juga infrastruktur jalan tambang sepanjang 336 kilometer (km) dan jalan akses masyarakat sepanjang 162 km menjadi tidak terawat,” ucap Agus.
Pihak HPAM dan masyarakat umum di Ketapang menyesalkan pelarangan ekspor bauksit. Pasalnya, saat ini HPAM tengah merampungkan proyek pengolahan dan pemurnian (smelter) Smelter Grade Alumina (SGA) berkapasitas 1 juta ton per tahun dari rencana pembangunan tahap pertama dengan kapasitas 2 juta ton per tahun. Hingga Juli 2015, kemajuan pembangunan mencapai 63 persen. Penyelesaian proyek smelter butuh dukungan pemerintah agar berjalan sesuai jadwal.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.