Agustinus, salah seorang karyawan HPAM dari 24 orang yang tersisa untuk menjaga aset-aset perusahaan mengatakan, penutupan tambang betul-betul berdampak luas dan berantai di lima kecamatan dan 28 desa yang masuk wilayah operasi HPAM. “Yang paling luas (dampaknya) di (desa) Karya Baru, karena dia ada di ring satu. Ada lima kecamatan yang terdampak, Kecamatan Marau, Kecamatan Kendawangan, Kecamatan Singkup, Kecamatan Air Upas, dan Kecamatan Jelai Hulu,” ujar Agustinus.
Dampak penutupan tambang HPAM, tak hanya dirasakan warga yang bekerja di perusahaan tambang bauksit itu saja. Sejumlah 200 guru dengan status honorer di wilayah tersebut pun tak lagi mendapatkan tambahan honor dari program tanggung jawab sosial (CSR) HPAM.
Tadinya, kata Agustinus, selama HPAM masih beroperasi para guru mendapatkan tambahan honor senilai Rp 200.000, Rp 250.000, Rp 300.000, hingga Rp 350.000 per bulan sesuai tingkat pendidikan. “Di sini dari tujuh guru, yang PNS hanya satu, lainnya honorer dengan honor Rp 150.000 per bulan. Pembayarannya dirapel tiga bulan sekali. Saya kasihan dengan para guru honorer, karena program CSR kita berhenti, sementara pemerintah dan Pemda Ketapang baru bisa memberikan Rp 150.000 per bulan,” kata dia.
Kondisi di kecamatan lain di Kabupaten Ketapang, tak jauh berbeda. Geliat ekonomi masyarakat makin seret akibat regulasi dari pemerintah. Daya beli masyarakat terkikis dan dampak ini nyata-nyata merembet pula ke industri perbankan.