Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asia Diterpa Krisis, Akankah seperti 1997-1998?

Kompas.com - 27/08/2015, 12:11 WIB

Morgan Stanley menilai, apa yang terjadi pada makroekonomi Asia saat ini disebabkan oleh sejumlah faktor. Pertama, sikap terlalu menilai tinggi potensi pertumbuhan sejak pertengahan tahun 2000. Kedua, investasi yang berlebihan di kawasan regional.

Data yang dihimpun Morgan Stanley menunjukkan, lima dari sepuluh negara di Asia mengalami penurunan populasi angkatan kerja. Tren ini tidak terlihat pada negara maju, seperti Inggris dan Amerika. "Permasalahannya, meski masalah demografi menggelayuti Asia, pemerintah terus mematok target tinggi terhadap pertumbuhan PDB," kata Morgan Stanley.

Memasang target tinggi dibanding potensi pertumbuhan dengan tingginya tingkat investasi akan memicu permasalahan lain, yakni produksi yang melebihi kapasitas sehingga memicu deflasi. 

"Kami melihat tantangan terbesar makro untuk Asia adalah bagaimana mereka menangani tekanan disinflasi," ujar Morgan Stanley.

Setidaknya, ada beberapa pertanyaan penting yang muncul dari kondisi yang terjadi saat ini. Apa yang terjadi dengan kondisi makroekonomi Asia saat ini? Negara mana yang terkena dampak paling parah akibat perlambatan ekonomi Tiongkok dan kenaikan suku bunga AS?

Perlambatan ekonomi Tiongkok, isu kenaikan suku bunga AS, sekaligus apresiasi dollar AS menjadi ancaman besar bagi outlook pertumbuhan ekonomi Asia. Kedua faktor itu menyebabkan kawasan regional harus melakukan penyesuaian.

Riset Morgan Stanley membagi sejumlah kategori dampak dari dua sentimen utama dari Tiongkok dan AS terhadap negara Asia. Pertama, negara yang terkena dampak terparah dari perlambatan Tiongkok dan kenaikan suku bunga AS: Hongkong, Singapura, Indonesia dan Malaysia.

Kedua, negara dengan dampak terparah karena perlambatan ekonomi Tiongkok, tetapi tak terlalu terkena dampak isu kenaikan suku bunga AS: Taiwan dan Korea.

Ketiga, negara dengan dampak terendah karena perlambatan ekonomi Tiongkok dan kenaikan suku bunga AS: Filipina, Thailand, dan India.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com