Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kereta Cepat China, Rute "Jakarta-Solo" Dilahap 4 Jam

Kompas.com - 20/03/2016, 12:17 WIB

Model kursi reclining seat memungkinkan penumpang bisa merebahkan badan sepanjang perjalanan. Namun formasi kursi dua-tiga membuat penumpang harus berhimpitan dengan penumpang lainnya.

Kereta melaju perlahan. Layar display yang dipasang di ujung gerbong menunjukkan kecepatan kereta telah menembus 130 km per jam dalam waktu sekitar 2 menit. Akselerasi cukup halus dan tidak ada hentakan yang dirasakan penumpang.

Suara sambungan rel juga tak terdengar dari dalam gerbong, karena seluruh pintu tertutup sangat rapat. Lagi-lagi seperti kereta Shinkansen di Jepang, kereta berjalan cukup stabil dalam kecepatan tinggi. Namun beberapa kali masih terasa goyangan di dalam gerbong, meskipun tidak sekencang kereta di Indonesia.

Kereta telah menembus kecepatan 200 km per jam dan kereta tetap berjalan stabil. Meski di atas kertas kereta D ini bisa berlari hingga 250 km per jam, namun dalam praktiknya kecepatan hanya sampai 210 km per jam.

Beberapa kali petugas berkeliling menjajakan makanan. Meski membawa nampan, mereka berjalan tanpa terhuyung-huyung. Penumpang terkantuk-kantuk.

Kereta juga menyediakan dispenser air panas yang diperuntukkan bagi seluruh penumpang yang ingin menyeduh makanan instan dan membuat minuman panas.

Toilet yang ada pada kereta cepat menyerupai pesawat terbang. Penumpang tidak perlu menyiram setelah buang air, namun cukup menyentuh tombol flush.

KOMPAS.com / Bambang PJ Penumpang kereta cepat yang tak mendapatkan kursi harus berdesakan dalam gerbong. Saat itu kereta melaju dengan kecepatan 206 km per jam dari Liuzhou ke Guangzhou, Sabtu (20/2/2016).
Menjelang tengah malam, kami akhirnya sampai di Liuzhou. Dalam perjalanan tersebut, kereta berhenti di tujuh stasiun. Jarak yang ditempuh kereta ini mencapai sekitar 550 km selama 4 jam.

Di Indonesia, untuk menempuh jarak serupa, yakni Jakarta-Solo, memerlukan waktu antara 8-9 jam dengan kereta eksekutif tercepat yakni Argo Dwipangga. Jika menggunakan kereta yang lebih murah, waktu tempuh tentu bakal lebih lama.

Secara keseluruhan, kereta cepat di China tidak banyak berbeda dengan Shinkansen di Jepang. Kereta berjalan tenang, akselerasi halus dan datang tepat waktu.

Sedikit yang membedakan adalah kru kereta kurang begitu ramah dan kurang memperhatikan aspek hospitality. Selain itu, kereta cukup penuh. Bahkan di beberapa stasiun, penumpang harus berdiri karena mereka mendapatkan tiket yang tanpa tempat duduk.

Ya, hal ini mungkin bisa dimaklumi karena kereta cepat di China memang benar-benar fungsional untuk menunjang mobilitas penduduk. Bukan untuk keperluan wisata, apalagi proyek mercusuar pemerintah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads

Copyright 2008 - 2023 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com