Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mifthakul Ahsan, Meninggalkan Puncak Mimpi Demi Pelukan Pertiwi

Kompas.com - 14/05/2016, 07:00 WIB
Muhammad Fajar Marta

Penulis

Diaspora

Lulus sebagai angkatan pertama SMA Taruna Nusantara tahun 1993, Miftah awalnya dihadapkan pada banyak pilihan untuk melanjutkan studi.

“Karena orang tua dari keluarga kurang mampu, maka saya memutuskan untuk mencari program beasiswa,” katanya.

Saat itu, ada beberapa studi ikatan dinas yang tidak memerlukan biaya namun harus melalui seleksi ketat, antara lain AKABRI,  Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN),  dan Garuda Indonesia untuk program sekolah dan kuliah pilot.

“Saya ikuti tes ketiga-tiganya dan alhamdulillah semuanya lulus. Akhirnya saya memilih Garuda karena di samping ingin jadi pilot, Garuda juga menawarkan program pendidikan di luar negeri yakni di Massey University, School of Aviation di New Zealand,” katanya.

Setelah lulus dari Massey University tahun 1996, Miftah langsung bergabung dengan Garuda Indonesia sebagai First Officer di pesawat Boeing 737 classic, seri 300, 400 dan 500 dengan rute penerbangan domestik dan regional.

Setelah 10 tahun menunaikan ikatan dinas di Garuda Indonesia, Miftah pun memutuskan pindah ke Qatar Airways untuk mengejar karir menjadi Captain pilot yang menerbangkan pesawat berbadan lebar dan modern sekaligus mencari pengalaman internasional.

“Perjalanan hidup sebagai pilot telah membuka cakrawala pandang saya selebar-lebarnya dan seluas-luasnya. Bertemu, berinteraksi dengan begitu banyak suku, bangsa, budaya. Ini sangat memperkaya ilmu pengetahuan, pengalaman serta kedewasaan saya, baik dari segi intelektual, emosional, maupun spiritual,” tutur Miftah.

Miftah mencontohkan, di Garuda Indonesia, dirinya  terbang bersama crew yang berasal dari segenap pelosok negeri.

Juga mengunjungi hampir seluruh propinsi di Indonesia.

“Di SMA Taruna Nusantara, saya memang sudah berteman dan hidup bersama di asrama dengan rekan-rekan dari seluruh provinsi. Namun, dengan melihat langsung daerah mereka, itu makin memperkaya sudut pandang saya,” ujarnya.

Saat di Qatar Airways, Miftah bahkan terbang bersama crew dan staf yang berasal dari lebih 100 kebangsaan dan singgah  di berbagai kota di seluruh benua.

Selama menjadi diaspora, Miftah berupaya tetap memberikan sumbangsihnya untuk Tanah Air.

Beberapa kali di Indonesia, ia berbagi pengalamannya kepada generasi muda untuk menggeluti profesi pilot.

Di luar negeri, ia juga gencar mempromosikan produk, budaya dan potensi pariwisata Indonesia kepada orang-orang asing.

Namun, kini diaspora itu kembali ke pelukan Pertiwi.

Banyak alasan mengapa diaspora-diaspora Indonesia akhirnya kembali ke Tanah Air.

Bagi Miftah, alasannya adalah "life with no regrets".

“Tidak ingin saya saat menjelang ajal menyesali kehidupan yang saya punyai selama ini. Saat ajal menjelang, saya ingin tersenyum puas dan bahagia, bahwa saya telah mampu mengisi dan memanfaatkan hidup yang diberikan Tuhan dengan sebaik-baiknya, dengan hal-hal yang penuh warna dan rasa,” tuturnya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com