Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bos BBJ: Dana Repatriasi, Kami Hanya Dapat "Cipratannya" Saja...

Kompas.com - 15/08/2016, 18:27 WIB
Aprillia Ika

Penulis

T: Jadi apakah dengan adanya tax amnesty akan jad market driven dari bursa berjangka?
J: Belum tentu. Kalau saya lihat, dampak repatriasi ini, yang paling berdampak adalah banking. Ya, kami hanya seperti mencapat cipratannya saja. Secara kasar seperti itu.

Tapi walaupun hanya dapat cipratannya, pasti akan ada kenaikan ke bursa berjangka. Kami target naik di atas kenaikan rata-rata transaksi di atas 10 persen, itu kenaikan kami prediksi bisa dilihat di Oktober. Yakni setelah aturan juknis dan juklak selesai di otoritas. Itu untuk empat bulan terakhir di 2016.

Mungkin dampak yang lebih terukur baru bisa dilihat di 2017.

Nanti, yang jadi faktor penentu adalah pasar. Sampai saat ini pasar memang belum likuid. Edukasi sih sudah mulai peningkatan. Sebab, pengetahuan masih kurang dan masih ada pengusaha dalam negeri yang lakukan hegding atau spekulasi walaupun di luar negeri. Lalu kepastian tax dan kepastian pajak penghasilan dan final, serta trust di market kurang.

T: Bagaimana bisa serap repatriasi kalau tidak likuid?
J: Saat ini trust sudah mulai meningkat. pelaku kopi saat ini sudah mulai tinggalkan bursa London untuk masuk ke bursa Indonesia. Terutama di BBJ.

Sebab ada kepercayaan dan potensi yang terus terang di Indonesia yang belum dimainkan oleh para fund manager di Indonesia dibanding di luar negeri. Adanya spekulasi kadang dongkrak harga berbeda antara pasar spot (fisik) dengan pasar futures (berjangka).


T: Terkait tax amnesty, produk apa yang akan dirilis oleh BBJ untuk menampung dana repatriasi?
J: Kami juga siapkan instrumen yang support untuk tax amnesty, kami siapkan awal tahun. Tetapi masih rahasia dan bentuknya beda.

Produknya sebenarnya sudah ada. Bobotnya sudah 80 persen dan kami sudah tes pasar ke anggota kami mengenai minat dan potensinya ke klien mereka dan mereka respon dengan positif meskipun belum resmi.

Produk ini baru, benchmarknya perdagangan emas di Australia. Tapi ini baru.

Kami sedang persiapkan juklak dan juknisnya dari Bappebti karena dana repatriasi ini harus idle di NKRI selama tiga tahun. Artinya, harus ada specific account karena disini bank akan berperan sebagai main gateway.

Tentunya kami harus tentukan turunan specific account kepada para pialang yang akan menampung investasi dari para investor. Dari sejumlah bank yang ditunjuk OJK sebagai penampung repatriasi hanya empat bank yang bisa menyimpan margin yang disetujui Bappebti yang bisa menampung yakni BCA, BNI, CIMB Niaga, dan Bank Mandiri.

Kami menunggu Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappepti) menunjuk pialang. Sama seperti Kemenkeu menunjuk bank mana yang jadi bank persepsi. Produknya akan seperti apa, itu akan ditentukan oleh Bappepti.

T: Kira-kira akan menargetkan berapa dari dana repatriasi tax amnesty?
J: Kalau saya harapkan sebesar-besarnya. Saya akan terlalu arogan kalau tentukan berapa. Bank Mandiri saja tidak berani.

Target persentasi pun akan bergeser terus, sulit berapa tolak ukurnya. Karena beberapa hari belakangan ini repatriasi sudah mulai menurun jumlah yang masuk dibanding awal program, hanya Rp 0,5 triliun dalam beberapa hari belakangan ini, berdasar data Kemenkeu. Tentunya itu bukan jumlah yang diharapkan.

Tapi, harapan saya kalau bisa masuk industri perdagangan berjangka, akan lebih baik karena dapat meningkatkan likuiditas pasar. BBJ bisa mendapatkan Rp 5 triliun saja sudah bagus. Apalagi hanya tinggal empat bulan menuju akhir 2016.

T: Bagaimana harapan BBJ di bawah Mendag baru?
J: Ya dampak pasti ada karena BBJ kan melapor ke Bappebti sementara Bappebti melapor ke Kementerian Perdagangan. Beda dengan OJK yang melapor langsung ke Presiden. Dampaknya itu kalau setiap kebijakan yang dibuat Menteri baru pasi dampaknya akan nasional. Tetapi pasca reshuffle belum ada kebijakan yang baru. Sementara di era menteri Thomas Lembong, kebijakan yang dibuat lebih untuk kebijakan ketahanan pangan.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com