Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Fajar Marta

Wartawan, Editor, Kolumnis 

Sri Mulyani dan Luka Lama yang Terkoyak

Kompas.com - 01/12/2016, 07:36 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

Pusat Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) pernah menyebutkan Ditjen Pajak menjadi salah satu institusi yang banyak menyumbang transaksi keuangan mencurigakan.

Peluang korupsi di Ditjen Pajak memang cukup besar. Maklum, institusi ini mengelola dana ribuan triliun rupiah. Apalagi godaannya sangat besar karena menawarkan imbalan miliaran rupiah, jauh di atas gaji pegawai pajak.

Korupsi pajak makin marak karena masih banyak wajib pajak baik pribadi maupun perusahaan  yang gemar mengemplang pajak dengan merekayasa Surat Pemberitahuan (SPT) pajak dan laporan keuangan.

Ketika kecurangan ini terdeteksi oleh petugas pajak, kerap terjadi hanky pangky antara pegawai pajak dan wajib pajak. Daripada membayar uang yang besar untuk melunasi kekurangan pajak,  lebih baik membayar lebih sedikit dengan menyuap pegawai pajak.

Salah satu kasus korupsi pajak yang fenomenal adalah kasus Gayus HP Tambunan, pegawai pajak yang bertugas sebagai pelaksana pada direktorat keberatan dan banding Ditjen Pajak.

Kasus Gayus membuka mata semua pihak termasuk presiden  betapa dahsyatnya korupsi pajak. Bagaimana tidak, Gayus yang notabene merupakan pegawai muda sudah menyimpan kekayaan hingga ratusan miliar rupiah.

Saking besarnya kekayaan Gayus, ia bisa menyuap siapa saja termasuk penegak hukum, Bahkan ketika dipenjara, ia masih sempat melancong ke Pulau Bali untuk menonton turnamen tenis.

Korupsi pajak juga dilakukan Bahasyim Assifie saat menjadi Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Jakarta VII. Kekayaannya mencapai Rp 60 miliar. Selain korupsi, Bahasyim juga terbukti melakukan pencucian uang.

Pemeriksa pajak Dhana Widyatmika dan Herly Isdiharsono juga terjerat kasus korupsi. Dhana yang menjadi koordinator pelaksana PPh badan di KPP Pancoran Jakarta awalnya mendapatkan laporan mengenai kesalahan pajak PT Kornet Trans Utama.

Dhana dan timnya menuding PT Kornet tidak memakai laporan keuangan yang benar karena Dhana juga mengantungi laporan keuangan versi yang lain.

Berdasarkan versi laporan keuangan yang diperoleh Dhana, ada selisih pembayaran pajak yang besar dengan yang sudah dibayar Kornet.

Kemudian Dhana menawarkan "bantuan", PT Kornet tak perlu membayar kekurangan pajak yang besar asalkan memberikan imbalan ke Dhana sebesar 1 miliar. Namun tawaran itu ditolak PT Kornet yang  bersikukuh tidak bersalah. PT Kornet mengajukan banding dan menang.

Lain lagi modus yang dilakukan pegawai pajak Muhammad Dian Irwan Nuqisra dan Eko Damaryanto. Sebagai penyidik pajak di Kanwil Pajak Jakarta Timur, Dian dan Eko biasa mendapatkan laporan mengenai indikasi tindak pidana yang dilakukan wajib pajak.

Setelah mendapat laporan awal, penyidik pajak biasanya akan melakukan pemeriksaan bukti permulaan. Dalam pemeriksaan ini, biasanya penyidik pajak akan menemukan penyimpangan-penyimpangan lain yang dilakukan wajib pajak.

Dengan banyaknya temuan tersebut, tentu saja kekurangan pajak yang harus dibayar semakin besar karena dendanya berlipat-lipat.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com