Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Kuli Panggul Ini Berhasil Jadi Juragan Ikan Presto

Kompas.com - 06/01/2017, 14:30 WIB

Sejak saat itu, Mumu kembali menekuni usaha jualan pindang ikan. Alhasil, dari waktu ke waktu, penjualan terus meningkat. Belum puas dengan apa yang sudah diraih, Mumu coba-coba memproduksi sendiri bermodal Rp 4 juta.

Uang tersebut digunakan untuk membeli peralatan dan belanja bahan baku ikan sebanyak 100 kg. Produksi mandiri ia lakukan sekitar awal 1990-an. Saat itu, ia berbekal ilmu meramu ikan pindang dari tukang pindang yang dia kenal.

Sejatinya menjadi pembuat pindang dengan keterampilan minim banyak menemui kendala. Beberapa kali hasil produksi gagal. Ikan olahan rasanya tidak enak dan gatal saat dimakan.

Misalnya sepintas ikan hasil produksi terlihat utuh, tapi ketika dibuka daging bagian dalamnya hancur. Usut punya usut, bahan baku ikan tersebut hasil tangkapan dengan bom ikan atau dinamit.

"Pantas saja pemerintah melarang bom ikan selain merusak juga merugikan pembuat pindang," terangnya.

Ketika bisnis terus memperlihatkan kemajuan, justru ujian datang secara tiba-tiba. Usaha yang dirintis Mumu dengan susah payah hingga memiliki dapur ikan berkapasitas produksi lebih dari satu ton per hari, sirna ketika datang badai krisis ekonomi 1997.

Harga bahan baku ikan melonjak tinggi, sedangkan penjualan terjun bebas. Tak pelak, modal usaha terkikis habis.

Dalam situasi terjepit, Mumu mencoba peruntungan lain dengan usaha kredit barang. Tapi ibarat sudah jatuh tertimpa tangga, usaha coba-coba ini malah membuat ekonomi Mumu kian ambruk. Modal tipis untuk kredit tidak kembali akibat banyak macet. Namun, kejadian ini tak membuatnya patah arang. Ia berusaha bangkit dan merintis usaha pindang dari titik bawah lagi.

"Saya mulai ambil barang dari orang dan berdagang lagi di pasar," tuturnya.

Setelah melewati jungkir balik kehidupan, titik terang usaha mulai terlihat sekitar 2000-an. Kini, kapasitas produksi stabil di angka satu ton per hari dan bisa mempekerjakan 12 orang. Volume produksi bisa melonjak hingga dua kali lipat saat Ramadan atau menjelang hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.

Produknya berupa pindang ikan tongkol, kembung, salem, tuna, layang, dan bandeng presto. Harganya berkisar Rp 22.000-Rp 24.000 per kg untuk memasok kebutuhan ke pasar-pasar tradisional di Depok antara lain Pasar Agung, Pasar Musi, Pasar Kemiri, dan Pasar Pucung.

"Rata-rata omzet penjualan Rp 20 juta per hari," ujarnya.

Berhubung usaha pindang dan bandeng presto cukup menjanjikan, Mumu siap ekspansi dengan mendirikan dapur baru yang menyasar segmen konsumen menengah atas.
Adapun lokasi dapur ikan di daerah Studio Alam, Sukmajaya, hasil investasi patungan. Kelak, kapasitas produksi bisa mencapai 2 ton per hari. Ia berharap produk dari dapur baru  bisa menembus pasar modern.

Rencananya, tahap awal ujicoba produksi mulai Januari 2017. Bersama rekan bisnisnya, Mumu telah berinvestasi lahan dan pengadaan tiga tempat penyimpanan berpendingin dengan kapasitas 1,4 ton, dan peralatan lainnya.

Mumu menyadari, standardisasi produk harus terus ditingkatkan menyesuaikan tuntutan pasar. Karena itu, saat ini ia  tengah mengikuti pelbagai pembinaan dan pelatihan dari instansi terkait agar bisa memenuhi standar kualitas. Ia pun memprioritaskan pengurusan kemasan dan label.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com