Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jonminofri Nasir

Dosen dan wartawan, tinggal di Jakarta.

Menyelamatkan Bisnis Taksi

Kompas.com - 22/04/2017, 09:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorBambang Priyo Jatmiko

Cara yang dilakukan taksi meter ini baru sampai  memberikan kemudahan pelanggan dalam “memanggil”.  Mereka belum memangkas biaya operasional yang menyebabkan cost mereka tinggi, misalnya untuk mengelola dan mengadakan pul dan bengkel. Manajemen taksi meter membutuhkan terobosan besar untuk mengatasi persoalan biaya operasional mereka.

Sebaliknya, pengemudi taksi on line dan pemilik mobil juga menghadapi situasi sulit. Persoalan mereka adalah pada cara menghitung ongkos yang dibebankan kepada penumpang. Ongkos taksi on line dihitung berdasarkan jarak tempuh, plus waktu tempuh.

Tapi komponen terbesar tetap jarak tempuh.  Waktu tempuh hanya dikutip Rp 300 per menit, atau Rp 18.000 per jam.

Cara menghitung seperti ini kurang pas bagi taksi on line di Jakarta. Ini sebuah ilustrasi: perjalanan 10 km di Jakarta dengan Uber mungkin ditempuh 60 menit  karena macet di mana-mana. Ongkos uber untuk perjalanan ini adalah Rp 41.000. Jika pengemudi membuat 10 trip per hari (artinya 10 jam kerja), supir mengantungi Rp 410.000.

Sedangkan, biaya yang dikeluarkan oleh supir sekitar Rp 400.000 per hari, cicilan mobil atau setoran mobil Rp 200.000, serta bensin dan makan-minum supir Rp 200.000.

Karena itu, bisa dimengerti jika belakangan ini sering kita dengar kabar: pengelola rental mobil banyak yang bubar karena supir tidak memberikan setoran secara penuh lagi.

Supir lebih memilih uang tunai yang didapat diberikan kepada istri ketimbang menyetorkan kewajibannya kepada pemilik mobil. Atau, kalau pun pakai mobil sendiri, mereka jadi kekurangan uang untuk membayar cicilan mobil. 

Beberapa pemilik rental menghentikan kegiatannya untuk taksi on line. Atau, mereka membiarkan mobil ditarik oleh leasing karena tidak bisa lagi membayar cicilan.

Di saat seperti ini, pengelola Uber rajin mengirim SMS kepada pengemudi Uber. Mereka menjanjikan insentif dan bonus agar supir tetap berjalan mencari penumpang.  Hal ini yang membuat Uber masih banyak beroperasi. 

Kebijakan pemerintah

Sejatinya polemik taksi on line dan taksi meter ini utamanya  adalah soal tarif. Penawaran dengan tarif murah pada taksi on line –dan dengan service lebih baik—tentu saja ancaman serius bagi taksi meter.

Karena itu, kebijakan pemerintah harus diarahkan untuk kemenangan bagi semua yang terlibat: taksi meter, taksi on line, dan penumpang. Menyerahkan kebijakan tarif kepada pemerintah daerah dengan menetapkan tariff batas atas dan bawah, rasanya tidak memecahkan masalah.

Dari sisi penumpang tentu saja mereka mencari yang paling murah dan paling nyaman seperti yang telah diberikan oleh taksi on line, termasuk kemudahan dalam memanggil.  Karena itu, pertumbuhan permintaan terhadap taksi on line  tinggi.

Tetapi, tarif murah taksi on line selama ini juga tidak wajar. Tarif sekarang cenderung merugikan supir. Pendapatan mereka dihitung berdasarkan jarak tempuh, padahal waktu tempu bisa lima kali lebih lama akibat Jakarta yang sedang macet akibat pembangunan jalan tol, under pass, LRT, MRT di saat yang bersamaan.

Kerugian karena waktu tempuh ini ditanggung oleh supir, bukan oleh penumpang sebagai penyewa mobil. Perhitungan tarif berdasarkan jarak ini bisa terjadi karena kebijakan tarif disusun di Eropah, negeri tanpa macet seperti Jakarta.

Karena itu, solusi yang terbaik untuk menyelamatkan stake holder dari bisnis taksi ini dilakukan oleh kedua belah pihak.

Pertama, taksi on line lebih mengutamakan waktu tempuh, bukan jarak tempuh, dalam menentukan tarif.

Kedua, taksi meter atau taksi konvensional perlu memangkas pos biaya tanpa mengurangi kualitas layanan dan kualitas mobil. Misalnya, menghapus pool. Setelah taksi meter efisien, dan tarif taksi on line dihitung dengan komponen terbesar adalah waktu tempuh, mungkin persaingan bisa menjadi lebih seimbang. Namun solusi ini tidak sesuai dengan peraturan Menteri Perhubungan No 32/2016.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com