Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melepaskan Koperasi dari "SMEST Syndrome"

Kompas.com - 20/06/2017, 12:46 WIB
Firdaus Putra, HC

Penulis

Mari kita bayangkan bila ada sekitar 20 koperasi skala kecil lakukan merger dengan satu koperasi menengah. Andaikan masing-masing koperasi skala kecil itu beranggota 200 orang, maka totalnya menjadi 4.000 anggota. Ditambah kemudian dengan 1.000 anggota koperasi menengah, jadilah 5.000 anggota.
 
Dengan merger itu, 4.000 anggota koperasi kecil akan menerima layanan lebih prima daripada sebelumnya. Biaya layanan akan lebih murah, manfaat sosio-ekonomi bisa lebih luas dan lain sebagainya.

Bagi koperasi, mereka akan langsung terintegrasi dalam sistem kerja koperasi menengah yang cenderung sudah stabil. Hasil akhirnya mereka menjadi perusahaan koperasi kelas menengah-besar. Dalam cara baca bisnis, jumlah anggota yang besar itu merupakan pasar yang terkonsolidasi.
 
Ada contoh bagus yang dilakukan 12 koperasi syariah di Pekalongan pada 2016 lalu. Mereka melakukan merger dan namanya berubah menjadi Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah (KSPPS) BTM Pekalongan. Hasil akhirnya cukup memuaskan, total anggota sekarang mencapai 167.000 orang dengan total aset mencapai Rp 173 miliar.

Kisah sukses itu memang butuh proses panjang, yakni meyakinkan anggota tiap koperasi dengan merger akan membuat manfaat berkoperasi menjadi lebih besar.
 
Lantas, mengapa sebagian koperasi lain masih emoh merger? Ada kekhawatiran pasca-merger struktur koperasi lama kehilangan peran, khususnya para pengurus.

Sebenarnya mereka tetap bisa berperan aktif dengan alih fungsi sebagai pengurus kelompok anggota di area wilayah kantor cabang beroperasi, misalnya.

Adapun karyawan atau manajemen tentu saja dapat diintegrasikan langsung dalam struktur tata kelola baru yang mempunyai cabang di mana-mana. Dengan cara begitu, semua orang bisa tetap berperan.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com