Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Kementan Minta Pengamat Jangan Asal Analisa NTP

Kompas.com - 03/04/2019, 21:11 WIB
Mikhael Gewati

Editor

KOMPAS.com - Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan Nilai Tukar Petani (NTP) pada Maret 2019 sebeasr 102,73. Angka ini turun 0,21 persen jika dibanding pada Februari 2019 yang mencapai 102,94. NTP sendiri adalah representasi dari kemampuan daya beli petani.

Perkembangan NTP ini belakangan muncul di berbagai media sosial dan diulas oleh sejumlah analisa.  Meski demikian, jika dicermati dengan baik, ada dua ketidaktepatan yang seringkali terjadi dalam analisis atau interpretasi NTP tersebut.

Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Kementerian Pertanian (Kementan) Ketut Kariyasa menjelaskan, jika seseorang atau lembaga tertentu membandingkan NTP dengan tahun maupun antar periode berbeda, maka hasil hitungannya bisa dikatakan tidak sah.

"Data NTP BPS tahun 2013 yang dirilis menggunakan tahun dasar 2007 adalah contoh perbedaan yang ada," ucap Kariyasa di Jakarta, seperti dalam keterangan tertulis yang Kompas.com terima.

Terlebih, kata dia, mulai tahun 2014 sampai sekarang BPS tetap menggunakan tahun dasar 2012. Dengan demikian, penghitungan itu harus berhati-hati karena menggunakan tahun dasar yang berbeda.

"Pernah ada tulisan yang langsung membandingkan NTP dengan tahun dasar yang berbeda tersebut. Kemudian mengklaim bahwa NTP pada periode 2015-2018 lebih rendah dibanding tahun 2010-2014. Ini jelas keliru karena masih menggunakan tahun dasar yang berbeda," kata Kariyasa, Selasa (2/4/2019)

Namun, kata dia, jika kondisi ini dinormalkan dengan menggunakan tahun dasar yang sama, maka hasil NTP periode 2015-2018 hasilnya justru lebih tinggi dari periode 2010-2014. Dengan begitu, daya beli petani (NTP) semakin baik pada 4 tahun terakhir.

Bandingkan NTP secara menyeluruh

Ketidaktepatan kedua, masih kata Kariyasa, data NTP seringkali dibandingkan antar bulan. Misalnya NTP pada Maret 2019 yang dibandingkan dengan NTP pada Februari 2019. Situasi itu jelas berbeda karena dipengaruhi berbagai faktor.

"Misalnya untuk NTP tanaman pangan. Kan bisa saja kondisinya dipengaruhi dampak musim sehingga tidak relevan dan kurang tepat jika membandingkan NTP dengan bulan yang berbeda," kata dia.

Menteri Pertanian Andi Amran sedang menyapa petani bawang merah yang baru saja memanen Dok. Humas Kementerian Pertanian RI Menteri Pertanian Andi Amran sedang menyapa petani bawang merah yang baru saja memanen
Makanya, lanjut Kariyasa, perbandingan NTP harus dilakukan pada bulan yang sama atau dengan musim yang sama dengan tahun sebelumnya.

Lalu pertanyaannya adakah relevansi membandingkan NTP antar bulan yang kondisinya sangat berbeda?

"Jawabannya tentu saja tidak. Sebab untuk mendapatkan perkembangan NTP yang benar, maka seharusnya NTP bulan Maret ini dibandingkan dengan bulan Maret tahun lalu," katanya.

Sebelumnya BPS merilis data NTP pada Maret 2018 yang mencapai 101,94. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa NTP Maret 2019 naik 0,77 persen dibanding dengan bulan yang sama pada tahun lalu.

NTP Maret 2019 juga naik sebesar 0,85 persen jika dibandingkan Maret tahun 2014. Tidak hanya itu, NTP selama Januari-Maret 2019 juga naik 0,60 persen, yakni 103,00, jika dibandingkan Januari-Maret tahun sebelumnya, yaitu 102,39. 

Adapun bila dibandingkan NTP Januari-Maret 2014 dengan NTP Januari-Maret 2019 juga naik 1,12 persen, yakni dari 101,86 menjadi 103,00.

"Dari gambaran ini, sesungguhnya NTP yang menggambarkan kesejahteraan petani pada Maret ini masih relatif membaik," ucap Kariyasa.

Karena itu, kata dia, perlu kehati-hatian dalam menggunakan dan membandingkannya data yanga ada supaya bisa lebih menunjukkan kondisi riil nyata di lapangan.

Perlu dipahami, bahwa secara sederhana pendapatan bersih petani dari kegiatan usaha tani dapat ditentukan oleh penerimaan dan biaya produksi yang dikeluarkan. Penerimaan sendiri terdiri dari komponen harga dan jumlah produksi.

Petani sedang menggiling padi yang sudah dipanenDok. Humas Kementerian Pertanian RI Petani sedang menggiling padi yang sudah dipanen
Sesuai teori ekonomi, ketika penawaran atau produksi banyak dan permintaan tidak berubah, maka harga akan turun. Namun demikian, pendapatan yang diterima petani akan tetap membaik, jika penurunan harga tersebut lebih rendah dari peningkatan produksi.

Sementara itu, Direktur Serealia, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementan, Bambang Sugiharto mengingatkan agar masyarakat lebih cermat membaca analisa ekonom. 

Ia pun meminta pengamat dan akademisi agar lebih obyektif dalam mengeluarkan pernyataan-pernyataan ke ranah publik.

Mengungkapkan data inflasi bahan makanan dan NTP yang hanya diulas pada Februari 2019 saja, tentu menjadi sangat bahaya. Karena semestinya analisa dilihat dalam kurun waktu panjang.

Hal itu terjadi, karena pertanian terutama pangan bersifat musiman sehingga berfluktuasi antar bulan. 

"Enam bulanan, bahkan tahunan, sehingga bisa menggambarkan kondisi pertanian secara utuh. Tidak terpotong-potong seperti analisa dalam waktu sebulan," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

PTMP Tebar Dividen Rp 4,2 Miliar, Perdana Sejak IPO

PTMP Tebar Dividen Rp 4,2 Miliar, Perdana Sejak IPO

Whats New
Apa itu NPWP? Ini Penjelasannya

Apa itu NPWP? Ini Penjelasannya

Work Smart
Great Eastern Life Indonesia Cetak Laba Bersih Rp 208 Miliar Sepanjang 2023

Great Eastern Life Indonesia Cetak Laba Bersih Rp 208 Miliar Sepanjang 2023

Whats New
Laba Emiten BRPT Milik Prajogo Pangestu Merosot, Ini Penyebabnya

Laba Emiten BRPT Milik Prajogo Pangestu Merosot, Ini Penyebabnya

Whats New
Tak Perlu ke Dukcapil, Ini Cara Cetak Kartu Keluarga secara Online

Tak Perlu ke Dukcapil, Ini Cara Cetak Kartu Keluarga secara Online

Earn Smart
Laba Bank Tumbuh Terbatas, Pengamat: Pengaruh Kondisi Ekonomi Secara Umum

Laba Bank Tumbuh Terbatas, Pengamat: Pengaruh Kondisi Ekonomi Secara Umum

Whats New
Jumlah Kunjungan Warga RI ke Singapura Meningkat Gara-gara Konser Taylor Swift

Jumlah Kunjungan Warga RI ke Singapura Meningkat Gara-gara Konser Taylor Swift

Whats New
Pasca Halving Bitcoin, Apa yang Harus Dicermati Investor?

Pasca Halving Bitcoin, Apa yang Harus Dicermati Investor?

Earn Smart
KJRI Cape Town Gelar 'Business Matching' Pengusaha RI dan Afrika Selatan

KJRI Cape Town Gelar "Business Matching" Pengusaha RI dan Afrika Selatan

Whats New
Baru 4 Bulan, Sudah 11 Bank Perekonomian Rakyat yang Tumbang

Baru 4 Bulan, Sudah 11 Bank Perekonomian Rakyat yang Tumbang

Whats New
Maskapai Akui Tak Terdampak Pengurangan Bandara Internasional

Maskapai Akui Tak Terdampak Pengurangan Bandara Internasional

Whats New
Bank BTPN Raup Laba Bersih Rp 544 Miliar per Maret 2024

Bank BTPN Raup Laba Bersih Rp 544 Miliar per Maret 2024

Whats New
Melalui Aplikasi Livin' Merchant, Bank Mandiri Perluas Jangkauan Nasabah UMKM

Melalui Aplikasi Livin' Merchant, Bank Mandiri Perluas Jangkauan Nasabah UMKM

Whats New
Hari Tuna Sedunia, KKP Perluas Jangkauan Pasar Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, KKP Perluas Jangkauan Pasar Tuna Indonesia

Whats New
Terima Peta Jalan Aksesi Keanggotaan OECD, Indonesia Siap Tingkatkan Kolaborasi dan Partisipasi Aktif dalam Tatanan Dunia

Terima Peta Jalan Aksesi Keanggotaan OECD, Indonesia Siap Tingkatkan Kolaborasi dan Partisipasi Aktif dalam Tatanan Dunia

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com