Kelemahannya mungkin hanya satu, mesin AI belum bisa berhadap-hadapan muka dengan responden untuk deep interview alias wawancara tatap muka, sementara faktor ini juga layak menjadi pertimbangan saat hasil akhir survei dikonklusikan.
Percayalah, cepat atau lambat, mesin AI untuk survei akan berkembang sehebat Siri, Cortana atau OK Google. Jangan bayangkan dulu Jarvis di film Iron Man.
Yang ke dua, timing, atau penentuan waktu eksekusi. Survei konvensional selalu menunggu waktu dan situasi yang tepat untuk mensurvei target dalam konteks tertentu. Misalnya survei politik dalam rangka pemilu. Mesin AI tak perlu membuat perencanaan untuk survei event seperti itu, karena data akhir langsung bisa ditarik kapan saja, benar-benar realtime!
Yang ke tiga, strategi. Mesin AI tidak perlu di-setting untuk menjalankan metode survei tertentu. Pada dasarnya ia hanya mengambil data yang sudah ada dan bisa diambil dari pusat-pusat big data internet di seluruh penjuru bumi, dan ia akan memberikan ratusan bahkan ribuan informasi mengenai banyak hal, bahkan sebelum terpikir oleh anda bahwa data-data itu ternyata bermanfaat bagi anda atau bisnis anda.
Benar kata-kata Jack Ma,”berfokuslah pada hal-hal yang mesin AI belum bisa lakukan. Jangan pernah berpikir anda akan menang melawan kecepatan mesin.”
Tak dapat dihindari, lembaga survei memang harus melakukan banyak improvisasi dengan pendekatan-pendekatan baru yang humanis, lebih ke emosi, lebih ke afektif, ketimbang adu otot dengan otak komputer yang kecepatan komputasinya 2 petaflop per detik (angka 2 dengan 18 angka nol di belakangnya).
Dan barangkali, operasional lembaga survei harus lebih mirip kurator seni, menjadi ‘the Da Vinci of statistics’, ketimbang mengerjakan hal-hal yang ‘sudah selesai’.
Semper Fi!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.