Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Industri Tembakau Juga Alami Disrupsi, Apa Bukti dan Solusinya?

Kompas.com - 20/09/2019, 09:21 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Penulis

SINGAPURA, KOMPAS.com – Disrupsi tidak hanya terjadi di bidang teknologi. Sejumlah industri pun turut mengalami disrupsi sebagai hasil munculnya inovasi dan majunya perkembangan teknologi.

Sebut saja industri ritel, konsumer, bahkan hingga pos atau logistik. Nah, disrupsi pun terjadi di industri tembakau.

Apa disrupsi yang dialami industri tembakau? Menurut Paul Riley, President East Asia & Australia Region Philip Morris International, kondisi yang terjadi di industri tembakau adalah tak ubahnya mendisrupsi diri sendiri.

Maksudnya, industri tembakau berlomba-lomba menciptakan inovasi disruptif untuk menurunkan konsumsi rokok yang nyatanya berbahaya bagi kesehatan.

Secara umum Riley menggambarkan, apabila bisnis tidak berpikir tentang bagaimana terdisrupsi atau kesempatan mendisrupsi orang lain, maka akan ada tantangan yang menghadang.

Baca juga: Asosiasi: Industri Rokok Elektrik RI Sudah Punya Ribuan Pengecer

Disrupsi, sebut dia, nyata terlihat di Asia, misalnya industri ride-hailing dan sistem pembayaran digital yang masif.

“Jadi konteksnya adalah apa artinya disrupsi untuk industri tembakau,” jelas Riley ketika berbincang dengan Kompas.com di Singapura, Kamis (19/9/2019).

Paul Riley, President East Asia & Australia Region Philip Morris International dalam wawancara di Singapura, Kamis (19/9/2019).KOMPAS.com/SAKINA RAKHMA DIAH SETIAWAN Paul Riley, President East Asia & Australia Region Philip Morris International dalam wawancara di Singapura, Kamis (19/9/2019).

Riley mengungkapkan, Philip Morris International, terkait kondisi konsumen saat ini, berfokus pada tiga hal yang menjadi kunci.

Pertama, jika konsumen tidak merokok, maka jangan mencoba untuk merokok. Kedua, jika konsumen merokok, maka ia harus berhenti.

Ketiga, jika konsumen tidak berhenti merokok, maka ia harus mengganti rokok dengan perangkat lainnya.

“Mengganti itu adalah di mana inovasi disruptif hadir. Mengganti (rokok) dengan apa? Ini terkait peluncuran produk yang memiliki risiko yang lebih rendah dibandingkan rokok,” terang Riley.

Baca juga: Pemerintah Diminta Bikin Aturan Spesifik soal Tembakau Alternatif

Terbukti bahwa merokok merupakan hal yang membahayakan bagi kesehatan. Riley menjelaskan, ketika seseorang membakar rokok, maka akan ikut terbakar pula sekira 6.000 zat berbahaya.

Namun, kebiasaan untuk merokok pun nyatanya sulit untuk dihentikan. Bahkan, sebuah studi yang dilakukan Philip Morris menemukan bahwa 9 dari 10 orang terus lanjut merokok.

Oleh karena itu, imbuh Riley, pihaknya melakukan riset dan pengembangan selama bertahun-tahun guna menghadirkan produk pengganti rokok yang memiliki risiko kesehatan lebih rendah.

“Bertahun-tahun kami riset, banyak mengeluarkan investasi, kami dapat mengembangkan produk yang dapat menurunkan (risiko kesehatan) 90-95 persen dengan cara memanaskan tembakaunya,” ucap Riley.

Baca juga: Produk Tembakau Alternatif Potensial Kerek Pendapatan Petani

Produk yang dimaksud adalah rokok elektrik bernama IQOS. Dengan IQOS, tembakau tidak dibakar, melainkan dipanaskan dalam suhu 350 derajat Celcius.

Seperti kata Riley, membakar tembakau adalah masalah, namun memanaskannya adalah solusi.

“Kami menghabiskan 10 tahun pengembangan sebelum akhirnya diluncurkan di Jepang pada 2015,” ujarnya.

Riley menyebut, di beberapa negara IQOS secara signifikan menurunkan jumlah perokok. Selain itu, produk ini sudah memperoleh persetujuan dari Food and Drug Administration (FDA), BPOM-nya Amerika Serikat.

Di Jepang saja, 50 persen produk yang dijual Philip Morris International adalah IQOS.
Ada pula sejumlah negara di mana IQOS ampuh menekan jumlah perokok, semisal Malaysia, Korea Selatan, dan Selandia Baru.

Baca juga: Kembangkan Produk Tembakau Alternatif, Ini 6 Tantangannya

Namun, ada pula beberapa negara yang masih resisten dengan kehadiran IQOS lantaran persoalan regulasi, ambil contoh Singapura.

Terkait hal ini, Riley mengaku pihaknya terus berupaya memperkenalkan produk alternatif ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BI Rate Naik, Perbankan Antisipasi Lonjakan Suku Bunga Kredit

BI Rate Naik, Perbankan Antisipasi Lonjakan Suku Bunga Kredit

Whats New
Menhub Tawarkan 6 Proyek TOD di Sekitar Stasiun MRT ke Investor Jepang

Menhub Tawarkan 6 Proyek TOD di Sekitar Stasiun MRT ke Investor Jepang

Whats New
Terbebani Utang Kereta Cepat, KAI Minta Keringanan ke Pemerintah

Terbebani Utang Kereta Cepat, KAI Minta Keringanan ke Pemerintah

Whats New
ByteDance Ogah Jual TikTok ke AS, Pilih Tutup Aplikasi

ByteDance Ogah Jual TikTok ke AS, Pilih Tutup Aplikasi

Whats New
KKP Tangkap Kapal Malaysia yang Curi Ikan di Selat Malaka

KKP Tangkap Kapal Malaysia yang Curi Ikan di Selat Malaka

Whats New
Soal Denda Sepatu Rp 24,7 Juta, Dirjen Bea Cukai: Sudah Sesuai Ketentuan...

Soal Denda Sepatu Rp 24,7 Juta, Dirjen Bea Cukai: Sudah Sesuai Ketentuan...

Whats New
Permintaan 'Seafood' Global Tinggi jadi Peluang Aruna Perkuat Bisnis

Permintaan "Seafood" Global Tinggi jadi Peluang Aruna Perkuat Bisnis

Whats New
BFI Finance Cetak Laba Bersih Rp 361,4 Miliar pada Kuartal I-2024

BFI Finance Cetak Laba Bersih Rp 361,4 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Blue Bird Luncurkan Layanan Taksi untuk Difabel dan Lansia, Ada Fitur Kursi Khusus

Blue Bird Luncurkan Layanan Taksi untuk Difabel dan Lansia, Ada Fitur Kursi Khusus

Whats New
Melihat Peluang Industri Digital Dibalik Kolaborasi TikTok Shop dan Tokopedia

Melihat Peluang Industri Digital Dibalik Kolaborasi TikTok Shop dan Tokopedia

Whats New
Walau Kas Negara Masih Surplus, Pemerintah Sudah Tarik Utang Baru Rp 104,7 Triliun Buat Pembiayaan

Walau Kas Negara Masih Surplus, Pemerintah Sudah Tarik Utang Baru Rp 104,7 Triliun Buat Pembiayaan

Whats New
Persaingan Usaha Pelik, Pakar Hukum Sebut Program Penyuluh Kemitraan Solusi yang Tepat

Persaingan Usaha Pelik, Pakar Hukum Sebut Program Penyuluh Kemitraan Solusi yang Tepat

Whats New
Bulog: Imbas Rupiah Melemah, Biaya Impor Beras dan Jagung Naik

Bulog: Imbas Rupiah Melemah, Biaya Impor Beras dan Jagung Naik

Whats New
Harga Emas Terbaru 18 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 18 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Harga Bahan Pokok Jumat 26 April 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Harga Bahan Pokok Jumat 26 April 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com