Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Iuran BPJS Kesehatan Naik, Masyarakat Untung atau “Buntung”?

Kompas.com - 08/10/2019, 06:37 WIB
Akhdi Martin Pratama,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah berencana menaikan iuran peserta BPJS Kesehatan mulai awal tahun 2020.

Langkah itu diambil karena dianggap paling tepat untuk mengatasi permasalahan defisit keuangan BPJS Kesehatan. Sebab, keuangan BPJS Kesehatan selama dua tahun belakangan terus berdarah-darah. Pada 2018 lalu, defisit keuangan lembaga tersebut mencapai Rp 18,3 triliun.

Bahkan, di tahun ini defisit keuangan BPJS Kesehatan diperkirakan membengkak menjadi Rp 32 triliun. Diharapkan, dengan kenaikan iuran tersebut pemerintah tak perlu lagi menyuntikan dana ke BPJS Kesehatan.

Saat ini, untuk peserta kelas III dikenakan iuran Rp 25.500 per bulannya. Jika dinaikkan, maka peserta harus membayar Rp 42.000.

Baca juga: BPJS Kesehatan Tanggung Perawatan Penyakit Kejiwaan

Lalu, untuk peserta kelas II saat ini dikenakan iuran sebesar Rp 51.000 per bulannya. Setelah dinaikkan, peserta harus membayar Rp 110.000.

Selanjutnya, bagi peserta kelas I saat ini harus merogoh kocek Rp 80.000 per bulannya. Nantinya, iuran tersebut akan naik menjadi Rp 160.000 per bulannya.

Rencana kenaikan ini pun mendapat penolakan dari masyarakat. Pasalnya, kenaikan iuran itu dianggap membebani dan menurunkan daya beli masyarakat.

Namun, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris meyakini kenaikan iuran tersebut masih terjangkau bagi masyarakat. Sebab, jika dihitung perharinya, biaya yang dikeluarkan masyarakat masih relatif terjangkau.

“Narasi iuran ini untuk kelas I masyarakat non formal kurang lebih Rp 5.000 per hari. Untuk dana pemeliharaan diri hanya Rp 5.000 per harinya,” ujar Fahmi di Jakarta, Senin (7/10/2019).

Baca juga: BPJS Kesehatan: 15 Juta Peserta Mandiri Tunggak Iuran

Selanjutnya, untuk peserta kelas II diwajibkan membayar iuran sebesar Rp 110.000 tiap bulannya. Kata Fahmi, jika dikalkulasikan dalam tiap harinya, para peserta cukup menyisihkan dana sekitar Rp 3.000.

“Untuk kelas III sekitar Rp 1.800-1.900 per hari,” kata Fahmi.

Apalagi jika masyarakat yang benar-benar tak mampu iurannya akan dibayarkan oleh pemerintah. Masyarakat tersebut masuk dalam kategori Penerima Bantuan Iuran (PBI). Atas dasar itu, Fahmi menilai kenaikan ini tak akan membebani masyarakat.

“Kalau iuran dinaikkan seperti yang diusulkan, pemerintah berkontribusi hampir 80 persen. Jadi salah besar kalau beban ini dibebankan ke masyarakat. Pemerintah tetap didepan untuk menyelsaikan masalah ini,” ucap dia.

Jalan Satu-satunya

Fahmi menilai tak ada cara lain untuk menyelamatkan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) selain menaikan iurannya.

Menurut dia, faktor utama yang menyebabkan keuangan BPJS Kesehatan berdarah-darah karena iuran yang dibayarkan masyarakat tak sesuai.

Fahmi membeberkan, berdasarkan data yang dimilikinya pada 2016 lalu, seharusnya peserta BPJS kelas III non formal iuran idealnya sebesar Rp 56.000 per bulannya. Namun, pemerintah memutuskan agar iuran untuk peserta kategori tersebut hanya sebesar Rp 25.500 per bulannya.

Lalu, untuk peserta kelas II kategori non formal seharusnya membayar iuran Rp 63.000. Namun, pemerintah memutuskan agar iuran peserta kategori tersebut hanya dibebankan membayar Rp 51.000 per bulannya.

“Itu artinya sudah diskon. Diskonnya Rp 12.000,” kata Fahmi.

Baca juga: Iuran BPJS Kesehatan Dapat Autodebet Tanpa Rekening Bank, Ini Caranya

Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengaku telah ratusan kali menggelar rapat soal defisit keuangan BPJS Kesehatan.

Dalam rapat tersebut pemerintah mencari cara agar keuangan BPJS Kesehatan tidak tekor. Salah satu cara yang dipertimbangkan pemerintah, yakni dengan menaikan iurannya.

“Jadi penyesuaian iuran peserta (BPJS Kesehatan) itu the last option,” ujar Mardiasmo di Jakarta, Senin (7/10/2019).

Adapun cara pertama yang coba dilakukan pemerintah, yakni memperbaiki sistem dan manajemen JKN. Dalam perbaikan sistem dan manajemen JKN itu termasuk di dalamnya melakukan pendataan peserta.

“Jangan sampai ada peserta yang tidak benar. Peserta itu mempengaruhi jumlah iurannya. Peserta harus valid dan iurannya semua harus bayar,” kata Mardiasmo.

Cara kedua, lanjut Mardiasmo, yakni penguatan peran Pemerintah Daerah dalam rangka penguatan BPJS Kesehatan. Ketiga, barulah kenaikan iuran peserta.

“Bagaimana perbaikan sistem JKN. Perbaiki dulu sistemnya, Menkeu (Sri Mulyani) tidak akan menambah Rp 1 kalau tidak diperbaiki. Karena sistem JKn harus sustain harus diketahui semuanya,” ucap dia.

Baca juga: Sanksi Penunggak Iuran BPJS, Tak Bisa Perpanjang SIM hingga Buat Paspor

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com